Celakanya, kelemahan ini juga menunjukkan, sebagian besar pemain Timnas U-23 belum cukup cerdas secara taktis, karena rawan kena provokasi lawan.
Jadi, ketika Vietnam bermain nakal dengan mengulur waktu, ini adalah kontrastrategi paling masuk akal. Meski tidak banyak memegang bola, tim asuhan Kim Sang Sik mampu mengendalikan situasi, khususnya setelah mencetak gol.
Di sini, bukan berarti saya membenarkan strategi nakal Tim Bintang Emas di Stadion Gelora Bung Karno, tapi inilah cara paling umum yang bisa dilakukan. Kalau Indonesia berada di posisi unggul, strategi nakal yang sama pasti akan dilihat secara berbeda.
Dengan kualitas aktual seperti ini, ditambah ekspektasi tinggi publik sepak bola nasional, wajar kalau PSSI belakangan masih getol mencari pemain diaspora di luar negeri, yang sudah terbukti cukup membantu di level Asia.
Hanya saja, langkah realistis PSSI ini juga menjadi sebuah sinyal lampu kuning. Jika pemain diaspora Indonesia sampai sebegitu dibutuhkan, bahkan di level Asia Tenggara, hanya untuk menaikkan kualitas tim dan tetap kompetitif, ada satu pertanyaan yang mungkin terdengar kejam, tapi perlu ditanyakan.
Apa kualitas aktual pembinaan pemain, dan pemain lokal yang dihasilkan sudah segawat itu?
Hanya PSSI dan pihak-pihak terkait cukup tahu dan bisa menjelaskan, setidaknya untuk saat ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI