Seiring cederanya Ole Romeny, yang kemungkinan besar absen membela Tim Garuda di putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, Jens Raven menjadi satu nama potensial yang cukup banyak disebut sebagai pengganti.
Kebetulan, progres pemain blasteran Indonesia-Belanda ini terbilang cukup lancar di level kelompok umur. Dimulai dari juara Piala AFF U-19, lolos ke Piala Asia U-20, dan menjadi ujung tombak di Piala AFF U-23, perkembangannya terlihat menarik, karena diikuti dengan diikuti dengan performa dan catatan gol cukup oke.
Untuk level kompetisi kelompok umur, pemain kelahiran tahun 2005 ini memang cukup mumpuni, karena terbentuk dari sistem pembinaan pemain muda ala Belanda. Dari proses pembinaan pemain yang tidak instan, Raven telah menjadi satu contoh hasil yang "proven".
Maka, wajar jika Jens Raven sering disebut layak masuk Timnas senior, bahkan sejak masih di level U-19. Andai Patrick Kluivert dan tim kepelatihannya tak punya opsi lain, namanya sudah pasti langsung naik kelas ke level senior.
Masalahnya, tim pelatih Timnas Indonesia cenderung bersikap hati-hati, bahkan sejak jebolan akademi FC Dordrecht ini masuk Timnas U-19. Bukan karena ada masalah dengan kemampuannya, tapi karena sang pemain memang belum pernah bermain di level senior, yang jelas berbeda dengan kelompok umur di berbagai aspek.
Inilah yang agaknya kurang disadari publik sepak bola nasional soal situasi Jens Raven di tim nasional. Dengan statusnya yang bahkan baru pertama kali menandatangani kontrak profesional, saat bergabung ke Bali United belum lama ini, kehati-hatian yang ada jadi masuk akal.
Di Timnas Indonesia sendiri, sangat jarang ada pemain yang pernah memperkuat timnas senior sebelum dikontrak klub. Boaz Solossa menjadi contoh terakhir di era modern, dengan talenta istimewanya sebagai pertimbangan khusus.
Maka, tidak mengejutkan kalau Jens Raven masih harus menunggu sedikit lebih lama untuk mencatat debut di Timnas Indonesia senior.
Apalagi, PSSI sedang bersiap menuntaskan proses naturalisasi Mauro Zijstra (Volendam) dan Miliano Jonathans (FC Utrecht) untuk menambah kekuatan lini depan, sekaligus mengisi posisi yang ditinggalkan Ole Romeny.
Secara level dan pengalaman di tingkat senior, dua pemain diaspora Indonesia kelahiran tahun 2004 itu sama-sama memperkuat tim Eredivisie Belanda, dan sudah bermain di level senior. Levelnya jelas lebih tinggi dari Jens Raven, yang sebelumnya memperkuat tim akademi FC Dordrecht, klub kasta kedua Liga Belanda.
Dengan Irak dan Arab Saudi yang sudah menunggu di bulan Oktober, kebutuhan akan penyerang dengan pengalaman bermain di tim senior memang mendesak. Otomatis, tidak ada ruang untuk coba-coba, karena tiket lolos ke Piala Dunia 2026 jadi taruhan.
Menariknya, situasi yang dialami Jens Raven di Timnas Indonesia seharusnya bisa mengedukasi publik sepak bola nasional, khususnya soal bagaimana mengenali perbedaan antara tim nasional kelompok umur dengan senior.
Ada tingkat kesulitan dan tekanan berbeda di sini, yang membuat performa di level kelompok umur menjadi kurang relevan. Apalagi kalau levelnya sekelas Kualifikasi Piala Dunia.
Praktis, satu-satunya jalan untuk membuat Jens Raven dipanggil Timnas Indonesia senior adalah beradaptasi dan klik secepat mungkin di Bali United. Semakin cepat ia klik dan bersinar di klub, semakin cepat juga kesempatan itu datang.
Mampukah?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI