Pada musim kompetisi 2025-2026, sepak bola nasional bersiap menyambut era baru. Seperti diketahui, Liga 1 dan Liga 2 berganti nama menjadi Super League dan Championsip, sementara PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) berganti nama menjadi I League.
Pergantian nama ini juga diikuti dengan kedatangan Takeyuki Oya di pos General Manager, yang fokus di bidang kompetisi dan operasional I League. Pria asal Jepang ini datang dengan bekal pengalaman 15 tahun di J-League, yang notabene merupakan salah satu liga terbaik di Asia.
Secara kasat mata, nama ini adalah satu langkah awal penyegaran dan pembenahan kompetisi, yang sudah seharusnya dilakukan. Masuknya tenaga ahli dari Jepang menjadi satu keputusan logis, karena langkah serupa bisa berjalan efektif di Asia Tenggara, dengan Liga Kamboja sebagai contoh segar
Seperti diketahui, dalam beberapa tahun terakhir. FFC (PSSI-nya Kamboja) bekerja sama dengan JFA (PSSI-nya Jepang) untuk membenahi kompetisi liga domestik. Meski  belum pesat, perkembangan kompetisi liga di sana mulai terlihat.
Terbukti, pada musim kompetisi 2024-2025, Â Liga Kamboja berada di peringkat 23 dari 47 liga-liga benua Asia, berdasarkan rilis resmi AFC. Ini menjadi satu lompatan besar, karena pada musim sebelumnya mereka berada di peringkat 30.
Liga Indonesia sendiri juga mengalami perbaikan peringkat pada periode yang sama, yakni dari peringkat 28 ke peringkat 25 Asia. Hanya saja, posisi ini, ditambah perkembangan di negara-negara ASEAN lain, masih perlu ditingkatkan.
Maka, ketika langkah penyegaran dilakukan, dan berlanjut dengan perubahan regulasi kuota pemain asing (menjadi 11 pemain dalam satu tim) ini adalah sebentuk langkah taktis yang masuk akal.
Meski di sisi lain menjadi bentuk "pengakuan" atas kualitas aktual pemain lokal dan sistem pembinaan pemain muda yang belum cukup bagus, perbaikan kualitas permainan dan kompetisi liga memang menjadi urgensi.
Masalahnya, perbaikan bersifat "segera" ini tidak sinkron dengan proses panjang dalam pembinaan pemain muda. Di sini, otak-atik kuota pemain asing jadi solusi instan, untuk memperbaiki kualitas permainan.
Dengan kualitas permainan yang lebih baik, ada juga kesempatan memperbaiki peringkat liga sesegera mungkin. Hanya saja, perlu ada perbaikan serius di sistem pembinaan pemain muda lokal, supaya kualitas pemain yang dihasilkan cukup bisa bersaing.