Di era kekinian, momen jeda ideal itu hanya benar-benar bisa dijumpai di musim panas, layaknya oase di padang pasir.
Maka, ketika ruang bernsfas itu coba dikikis, misalnya dengan mengadakan turnamen resmi seperti Piala Dunia Antarklub, ini jelas bukan indikasi baik.
Ini berbeda dengan turnamen antarnegara di musim panas, seperti Piala Dunia, Euro, atau Copa America yang memang bukan turnamen antarklub.
Bukan karena turnamen atau jadwalnya, tapi lebih karena FIFA dan pihak-pihak terkait makin sibuk menggenjot kuantitas pertandingan, bahkan memajukan teknologi perwasitan di lapangan hijau, tapi mengabaikan penonton dan pemain yang makin kesini makin diperlakukan sebagai objek eksploitasi.
Padahal, sebagus apapun sebuah antusiasme atau sebuah rasa suka, ada kalanya itu menemui titik lelah dan perlu waktu untuk diisi penuh. Mungkin terlihat remeh, tapi ini sudah menjadi hal penting, yang sudah lama membantu antusiasme tetap terjaga.
Jadi, ketika tuntutan industri dan prodit berada jauh di atas manusia yang terlibat, bukan hal aneh jika suatu saat nanti, semakin banyak orang yang merasa sepak bola semakin hambar. Mungkin, itu akan datang cepat atau lambat, tapi semoga tidak terlalu cepat, syukur-syukur tak pernah datang, karena semuanya sempat dibenahi sebelum terlanjur makin rusak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI