Bicara soal perjalanan Leicester City di musim 2024-2025, "kebangkitan semu" adalah satu gambaran yang merangkumnya tanpa basa-basi. Maklum, sebelum musim dimulai, mereka datang dengan prospek menjanjikan.
Meski datang sebagai tim promosi, Si Rubah mampu melakukannya langsung di kesempatan pertama, segera setelah terdegradasi di musim 2022-2023. Satu hal lagi yang membuat capaian ini istimewa, adalah kehadiran Enzo Maresca di pos pelatih.
Meski baru pertama kali bertugas di King Power Stadium, sang Italiano langsung berhasil membawa klub juara Championsip Division. Dengan gaya main yang enak dilihat, eks staf Pep Guardiola di Manchester City tampaknya akan membantu Leicester tidak sebatas numpang lewat di kasta tertinggi.Â
Sayangnya, segera setelah promosi, Leicester City dipaksa merelakan Enzo Maresca dan beberapa stafnya pergi ke Chelsea. Tak cukup sampai disitu, Kiernan Dewsbury-Hall, yang merupakan motor tim di lini tengah juga diboyong ke Stamford Bridge dengan ongkos 30 juta pounds.
Apa boleh buat, manajemen klub dipaksa harus bergerak cepat mencari pengganti. Steve Cooper pun dipilih, karena dinilai punya profil sesuai dengan kebutuhan klub.Â
Kebetulan, pelatih asal Wales itu pernah membawa Nottingham Forest promosi ke kasta tertinggi Liga Inggris musim 2021-2022, dan lolos dari degradasi musim berikutnya. Secara gaya main, eks pelatih Swansea City ini juga dinilai tak jauh beda dengan Maresca, karena menganut pakem sepak bola menyerang.Â
Tapi, semua kemiripan itu ternyata tidak banyak membantu, karena level kualitasnya lebih rendah. Meski masih diperkuat Jamie Vardy di lini depan, situasinya sudah jauh berbeda.
Penyerang kelahiran tahun 1987 ini bukan lagi pemain yang kuat bermain penuh di setiap pertandingan dan mencetak banyak gol dalam semusim. Hasilnya, pemain nomor punggung 9 ini tak bisa berbuat banyak, saat The Foxes hanya meraih 2 kemenangan dari 12 pertandingan awal Liga Inggris.Â
Cooper pun dipecat pada bulan November 2024, dan sebagai gantinya, Ruud Van Nistelrooy didatangkan. Awalnya, secercah harapan hadir, karena pelatih asal Belanda ini baru saja menjalani periode singkat yang sukses, sebagai pelatih sementara di Manchester United.
Harapan makin terlihat, karena laga debutnya langsung diawali dengan kemenangan 3-1 atas West Ham di kandang, yang disambung dengan hasil imbang 2-2 di kandang Brighton.Â
Sayangnya, awalan menjanjikan ini lalu berlanjut dengan 7 kekalahan dalam 9 laga. Kemenangan 6-2 dari QPR di Piala FA, ditambah kemenangan 2-1 di kandang Tottenham Hotspur di Liga Inggris selama bulan Januari 2025, ternyata menjadi awal dari periode lebih suram.Â
Termasuk kekalahan 1-2 dari Manchester United di Piala FA, performa Wilfred Ndidi dkk sepanjang bulan Februari dan Maret, ditambah sebagian besar April 2025 benar-benar suram.Â
Torehan satu hasil imbang tanpa kemenangan dalam total 11 pertandingan, ditambah catatan hanya mampu mencetak 3 gol pada periode yang sama menjadi bukti mengenaskan.Â
Ruud Van Nistelrooy, yang sempat dielu-elukan Manchunian, berkat periode sebagai pelatih sementara yang tak terkalahkan, dan pernah punya reputasi sebagai penyerang tajam semasa bermain, ternyata tak bisa berbuat banyak memperbaiki performa tim, khususnya lini depan yang melempem.Â
Jadi, tidak mengejutkan kalau tiket degradasi akhirnya didapat di pekan ke 33 Liga Inggris. Kekalahan 0-1 atas Liverpool, lewat gol tunggal Trent Alexander-Arnold, menjadikan 5 laga sisa praktis tinggal bersifat formalitas buat Leicester City. Â
Capaian suram ini jelas bukan sesuatu yang bisa diharapkan, dari tim yang bisa langsung promosi setelah sebelumnya terdegradasi, tapi, kepergian sosok "mastermind" taktik seperti Enzo Maresca, dan motor lini tengah seperti Kiernan Dewsbury-Hall, tepat sebelum musim dimulai, ternyata berdampak fatal.
Terbukti, saat klub milik keluarga pebisnis asal Thailand ini terdegradasi, Enzo Maresca dan Kiernan Dewsbury-Hall masih berpeluang meraih tiket lolos ke Liga Champions, dan mengejar trofi UEFA Europa Conference LeagueÂ
Situasinya mirip seperti saat mereka melepas N'Golo Kante ke Chelsea, tak lama setelah juara Liga Inggris musim 2015-2016. Leicester City langsung ambyar, sementara Chelsea berjaya di musim berikutnya.Â
Dengan performa sedemikian jeblok, ditambah pengalaman pernah "dilucuti", bahkan sebelum sempat bertanding di kasta tertinggi sebagai tim promosi, sepertinya akan sulit buat tim berkostum utama warna biru ini, untuk langsung promosi dalam waktu dekat.Â
Efek samping kerusakan yang ada di musim 2024-2025 perlu waktu untuk diperbaiki. Jika mereka bisa langsung promosi lagi, juga dengan cara luar biasa, ini bukan satu indikasi positif, karena rawan menjadi kebangkitan semu.Â
Pengalaman pernah "dilucuti", segera setelah berprestasi, terbukti berdampak fatal buat Leicester City. Ini sudah terjadi, setidaknya di dua kesempatan, dengan Chelsea yang kebetulan menjadi "pelaku"nya. Semoga, ini tidak terjadi lagi di masa depan, setidaknya  dalam waktu dekat .Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI