Timnas Indonesia sudah menjalani riga pertandingan di fase grup Piala AFF 2024, dengan meraih kemenangan 1-0 atas tuan rumah Myanmar, bermain imbang 3-3 melawan Laos di Stadion Manahan Solo, dan kalah 0-1 di Vietnam. Tiga hasil berbeda ini menunjukkan, performa tim masih belum optimal.
Meski begitu, terdapat satu situasi menarik, berupa anomali di lini belakang Tim Garuda. Anomali ini muncul, karena lini belakang muncul sebagai satu kekuatan sekaligus titik rawan, layaknya sebuah pedang bermata dua.
Dalam hal kekuatan, lini belakang seolah menjadi motor serangan sekaligus sumber gol tim. Peran ini menjadi solusi kejutan, yang sekaligus mengisi kurangnya kreativitas di lini tengah, dan performa melempem lini depan yang masih belum menghasilkan gol.
Seperti diketahui dari total empat gol, yang dicetak Timnas Indonesia di laga melawan Myanmar dan Laos, semuanya dicetak pemain belakang, yakni Asnawi Mangkualam (1 gol), Kadek Arel (1 gol), dan Muhammad Ferrari (2 gol). Catatan keren ini makin lengkap, karena Pratama Arhan mampu membuat 3 assist, lewat lemparan jauh andalannya.
Secara taktis, catatan impresif ini menunjukkan, Timnas Indonesia sudah mampu mengakali masalah di lini serang. Dengan memanfaatkan keunggulan postur pemain belakang, dan lemparan jauh Pratama Arhan, gol demi gol hadir.
Kehadiran lini belakang sebagai motor serangan dan sumber gol ini menjadi satu strategi cerdik pelatih Shin Tae-yong. Pelatih asal Korea Selatan ini mampu memanfaatkan posisi terlupakan dalam situasi menyerang, menjadi produsen gol dan assist yang dapat diandalkan.
Strategi eks pelatih Timnas Korea Selatan ini semakin terlihat cerdik, karena datang dari situasi lemparan ke dalam, yang biasanya lebih dipilih lawan saat terpaksa harus membuang bola, daripada sepak pojok atau tendangan bebas. Kecerdikan ini menjadi satu senjata ampuh, karena mampu diterjemahkan para pemain dengan baik di lapangan hijau.
Masalahnya, kekuatan dalam hal menyerang ini ternyata membawa serta satu kelemahan. Sistem yang sudah ada rawan jadi titik lemah, khususnya saat ada rotasi pemain starter.
Kelemahan ini terlihat, dari catatan performa lini belakang, saat menghadapi Myanmar dan Laos. Dalam kelemahan yang sama, yakni sering salah oper bola, dan rawan diserang balik lawan, didapat dua hasil berbeda.
Saat menghadapi tuan rumah Myanmar, gawang Indonesia tak kebobolan. Situasi berbeda terjadi saat menghadapi Laos di rumah sendiri, karena gawang Timnas Indonesia malah kebobolan tiga gol, hanya dari tiga tembakan tepat sasaran.
Di Vietnam, pertahanan Timnas Indonesia sebenarnya sudah  tampil cukup solid, dengan menampilkan materi pemain kurang lebih sama seperti di laga versus Myanmar. Namun, pertahanan solid ini tak kuasa menghindari kekalahan, karena tetap kebobolan satu gol. Sementara itu, tumpulnya lini serang memaksa tim kalah 0-1.
Di satu sisi, Tim Merah Putih sudah menemukan satu sistem permainan dan strategi yang terbukti mampu jadi kekuatan ampuh. Ini kabar baik, tapi ada kabar buruk yang juga dibawa serta: sistem ampuh ini rawan jadi titik lemah, karena belum cukup solid.
Dalam artian, sistem yang mengandalkan kemampuan pemain-pemain belakang ini bisa berfungsi optimal, hanya jika pemain inti tampil. Ketika ada rotasi karena jadwal padat atau pemain yang kena skorsing, situasinya sangat berbeda.
Dengan adanya permasalahan ini, Tim Merah Putih perlu segera membuat sistem permainan di lini belakang lebih adaptif, supaya bisa tetap berjalan optimal saat ada rotasi. Selain itu, lini tengah dan depan perlu dipoles lagi, supaya segera menemukan lagi kreativitas dan ketajaman  dalam menyerang.
Jika tidak, lini belakang yang secara sistem sudah cukup oke, rawan menanggung beban ganda, karena harus mencetak gol sekaligus bertahan dari serangan balik lawan. Di laga melawan Laos, lini belakang Indonesia yang digalang Muhammad Ferrari dan Kadek Arel terbukti kedodoran saat diserang balik dan kebobolan tiga gol, meski mampu mencetak tiga gol.
Di Vietnam, beban ganda ini juga terlihat, karena tim kesulitan menyerang, apalagi membuat peluang mencetak gol. Dominasi tuan rumah Vietnam yang menekan habis sejak kick off membuat lini belakang harus bekerja keras membendung serangan lawan, meski akhirnya tetap kebobolan.
Anomali lini belakang Timnas Indonesia di Piala AFF 2024 sebenarnya merupakan satu progres positif, karena para pemain muda di tim ini sudah mulai terbiasa bermain dalam sebuah sistem baku. Ada juga strategi yang mampu memanfaatkan situasi lemparan jauh secara efektif.
Meski begitu, dengan masih adanya kelemahan mendasar, yang bahkan mampu dieksploitasi tim sekelas Laos, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Jadi, yang menarik dilihat dari laga melawan Vietnam dan Filipina bukan soal hasil akhir atau siapa pemenangnya saja, tapi sejauh mana upaya tim memperbaiki performa, dan respon setelah tampil kurang maksimal.
Di laga melawan Vietnam, sudah ada perbaikan performa di lini belakang saat bertahan, tapi, performa lini depan dan serangan tim secara umum masih tumpul. Menarik ditunggu, apakah performa Rafael Struick dkk secara umum bisa lebih baik di laga fase grup terakhir melawan Filipina atau tidak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI