Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Arema FC dan Potret Sebuah Standar Ganda

30 Januari 2023   12:29 Diperbarui: 31 Januari 2023   10:04 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.com/SUCI RAHAYU)

Dalam beberapa pekan terakhir, Arema FC terus berada dalam sorotan. Bukan hanya karena performa lesu di lapangan, atau penolakan demi penolakan di beberapa daerah, tapi juga karena ada kesan "standar ganda" dari PSSI, terkait kejelasan status laga kandang mereka.

Seperti diketahui, Tim Singo Edan batal menggelar dua laga kandang beruntun sesuai jadwal, yakni menghadapi Borneo FC dan Bali United. Penyebabnya, mereka ditolak berbagai kelompok suporter, menyusul efek domino Tragedi Kanjuruhan, yang membuat jalannya kompetisi Liga 1, 2 dan 3 kacau balau.

Dalam keadaan normal, seharusnya pembatalan sampai dua kali (dan masih mungkin bertambah) ini bisa berbuah kemenangan WO 3-0 bagi tim tamu plus denda karena tuan rumah dinilai gagal menggelar partai kandang sesuai jadwal.

Tapi, entah kenapa, PSSI justru terkesan pasif, bahkan bersedia membantu tim menemukan venue kandang sementara. Padahal, musim lalu PSSI tampak garang ketika Persipura Jayapura gagal menggelar laga kandang, karena sebagian pemain mereka terjangkit COVID-19.

Tak tanggung-tanggung, Tim Mutiara Hitam kala itu dihukum denda, kalah WO 3-0 dan terkena sanksi pengurangan poin. Satu situasi yang membuat salah satu tim tersukses di Liga Indonesia (khususnya Liga Indonesia era modern) terdegradasi ke kasta kedua.

Jika PSSI bisa adil, seharusnya Arema FC bisa dihukum lebih berat. Di sisi lain, sanksi sosial yang belakangan muncul dari kalangan suporter dan masyarakat justru menunjukkan, PSSI seperti menetapkan satu "standar ganda" dalam aturan yang mereka buat sendiri.

Maka, tak mengeherankan kalau reaksi keras dari para suporter dan masyarakat terus saja muncul. Paling gres, sekelompok suporter yang mengatasnamakan diri "Arek Malang" menggeruduk kantor Arema FC di kota Malang, dan menyuarakan tuntutan kepada manajemen klub sambil menyatakan permohonan maaf kepada seluruh klub dan pihak-pihak yang terdampak imbas Tragedi Kanjuruhan.

Aksi yang berlangsung pada Minggu (29/1) itu akhirnya juga memaksa manajemen klub untuk mulai membuka ruang dialog dan mempertimbangkan opsi bubar. Kerasnya sanksi sosial akhirnya membuat mereka mulai terpojok.

Sebelumnya, tim asuhan Javier Roca ini juga sudah ditinggal Hasyim Kipuw (ke Madura United), Irsyad Maulana (Persita Tangerang), Adam Alis (Borneo FC) dan Hanis Saghara (Persita Tangerang). Daftar ini masih bisa bertambah, selama bursa transfer paruh musim Liga 1 belum selesai.

Soal opsi bubar, bahasan soal ini sudah cukup banyak mengemuka di media, karena dianggap sudah seharusnya dilakukan. Tapi, adanya potensi denda sebesar 5 miliar rupiah dan beragam tambahan sanksi lain membuat manajemen klub pikir-pikir, sebelum akhirnya suporter menggeruduk kantor klub.

Kalau dipikir untung-ruginya, manajemen Arema FC memang akan rugi, tapi karena dampak negatif yang dihasilkan dari sikap "tetap lanjut" mereka terbukti lebih parah, sudah seharusnya sikap realistis didahulukan.

Lebih baik satu pihak berkorban untuk kebaikan banyak pihak, daripada banyak pihak jadi tumbal untuk menyelamatkan satu pihak yang jelas bermasalah.

Di sisi lain, PSSI juga perlu berani bersikap tegas, karena akibat sikap lunak mereka ke Arema FC, nasib puluhan klub Liga 2 dan 3, berikut ratusan pemain terkatung-katung.

Ruwetnya lagi, penghapusan degradasi di Liga 1 juga sudah disorot FIFPro (Asosiasi Pesepakbola Profesional Internasional) yang mendesak FIFA dan AFC ikut turun tangan, karena dinilai tidak sesuai dengan nilai kompetitif sepak bola sebagai satu olahraga.

Jika FIFA dan AFC sampai turun tangan dan menjatuhkan sanksi ke PSSI karena tidak objektif dalam menangani keadaan, kita tahu siapa tersangkanya. Apakah PSSI perlu digeruduk suporter se-Indonesia supaya bisa bersikap tegas?

Seharusnya tidak. Itupun kalau para pengurus PSSI mau menyadari lebih cepat.

Dengan terus bergulirnya dinamika situasi pasca Tragedi Kanjuruhan, sudah seharusnya PSSI mulai ambil tindakan. Masa bodoh dengan keberadaan Exco PSSI di Arema FC. Sebagai induk sepak bola nasional, mereka harus menunjukkan diri dan menjalankan peran seperti seharusnya.

Selama keputusan yang mereka buat masih menimbulkan sanksi sosial, berarti ada yang salah, dan itu harus segera diperbaiki, supaya kelak tidak menghasilkan kerusakan lebih parah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun