Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Saya dan Transportasi Umum, Sebuah Memori

3 September 2022   13:40 Diperbarui: 3 September 2022   13:45 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Shutterstock.com)

Situasi ini seperti dibiarkan begitu saja, sampai akhirnya datang aplikasi ojek online. Moda transportasi satu ini lalu menjadi pukulan telak, karena punya beragam voucher promosi yang membuat tarifnya kadang lebih murah dari angkutan kota.

Seiring datangnya era ponsel pintar dan pola pikir masyarakat yang makin praktis, minat publik pada transportasi umum pun pelan-pelan makin tergerus. Saya sendiri memilih beralih ke ojek online sejak punya ponsel pintar, medio 2016, atau tak lama setelah lulus kuliah. Di sini, saya mempertimbangkan betul faktor kepraktisan dan kondisi fisik saya.

Sejak saat itulah, saya praktis tidak pernah lagi bersinggungan dengan angkutan kota. Saat saya berkesempatan merantau ke Jakarta dan kembali lagi ke Jogja pun, ojek online tetap jadi andalan.

Memang, Jakarta punya ragam jenis transportasi umum yang paling lengkap di Indonesia, mulai dari bis sampai kereta komuter. Masalahnya, saya memilih untuk tidak menggunakan transportasi umum di Jakarta, karena banyak teman dan kerabat yang menyarankan demikian.

Pertimbangannya, tentu saja karena kondisi fisik dan keamanan. Dengan kondisi fisik yang "tidak normal", saya sudah pasti kalah kalau harus berdesakan.

Belum lagi kalau ada copet atau sebangsanya, saya hampir pasti akan jadi sasaran empuk. Dari segi budaya, kesadaran memprioritaskan tempat duduk untuk "kelompok rentan" seperti lansia, ibu hamil dan difabel juga masih belum terbangun dengan baik.

Uniknya, situasi jauh lebih kondusif justru saya temui di stasiun kereta api dan bandara, khususnya pada rute jarak jauh seperti Yogyakarta-Jakarta. Tingkat ketertiban di sana sangat baik, dan petugas di sana sangat membantu. Saya pun tak ragu-ragu walaupun sendirian.

Berhubung saya sering pergi sendirian, prinsip "safety first" jelas tak bisa diganggu gugat. Kalau ada yang praktis, kenapa harus ribet?

Di sisi lain, silang sengkarut soal ribet dan rawannya transportasi umum sebenarnya sudah jadi satu masalah lama di Indonesia.  Jadi, bukan sepenuhnya salah masyarakat kalau mereka kurang berminat naik transportasi umum seperti angkutan kota.

Masih agak sulit untuk membuatnya lebih "memasyarakat" seperti di negara maju, karena masyarakat Indonesia belum sepenuhnya terbudayakan dengan baik untuk itu. Antri dengan tertib saja sulit, apalagi yang lebih kompleks.

Tapi, kalau pemerintah mau membuat transportasi umum yang benar-benar berkualitas, seharusnya tidak sulit untuk membuat masyarakat terbudaya tertib. Ini sudah cukup sukses di stasiun kereta api dan bandara, seharusnya bisa juga ditempatkan di moda transportasi umum lain, termasuk angkutan kota.

Kalau kereta api jarak jauh dan pesawat bisa tertib, seharusnya yang lain juga bisa.

Masalahnya, kapan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun