Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Oscar Tabarez, Kisah Sebuah Era

20 November 2021   19:37 Diperbarui: 21 November 2021   05:02 1171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oscar Tabarez, pelatih berusia 74 tahun ini resmi dipecat setelah 15 tahun melatih tim nasional Uruguay. Sumber: César Muñoz/Andes via Flickr.com

Meski tertinggal lebih dulu lewat gol cepat Boaz Solossa, Uruguay mampu mengekspos kelemahan Timnas Indonesia dalam hal bertahan dan bola-bola atas. Kemampuan ini membuat Diego Lugano dkk leluasa merajalela di Senayan.

Hasilnya Luis Suarez dan Edinson Cavani sukses mencatat hattrick di Gelora Bung Karno, yang ditambah gol dari Sebastian Eguren. Andai Diego Forlan (yang sedang dalam masa puncak performa) ikut bermain, skor akhirnya mungkin bisa lebih besar, karena dialah motor serangan tim saat itu.

Hanya saja, keampuhan taktik pelatih yang juga berprofesi sebagai guru ini mulai pudar sejak Piala Dunia 2014. Kehebatan Forlan yang sudah "habis" karena makin menua, memang bisa digantikan oleh Suarez, yang muncul sebagai inspirator tim.

Masalahnya, ketergantungan besar pada El Pistolero jadi bumerang, setelah penyerang bengal ini diskors akibat ketahuan menggigit Giorgio Chiellini, bek Timnas Italia. Tanpa Luisito, Uruguay takluk 0-2 atas Kolombia di babak perdelapan final.

Setelahnya, eks pelatih Cagliari ini lalu membangun poros serangan Suarez-Cavani, yang dipadu dengan masuknya pemain-pemain muda macam Maxi Gomez, Federico Valverde, Jose Maria Gimenez, dan Lucas Torreira.

Strategi ini memang berhasil membawa Uruguay melaju ke perempatfinal Piala Dunia 2018. Di turnamen ini juga, totalitas Tabarez sebagai pelatih banyak dipuji, karena ia selalu mendampingi tim di pinggir lapangan, meski harus ditopang dengan tongkat, akibat penyakit yang dideritanya.

Tapi, ketergantungan sangat besar pada poros Suarez-Cavani terbukti menjadi kelemahan saat salah satunya absen, atau keduanya mati kutu.

Untuk kasus pertama, masalah ini terlihat di perempat final Piala Dunia 2018. Tanpa Cavani yang cedera otot, daya dobrak Uruguay terlihat tumpul dan mudah diredam Prancis, tim yang di akhir turnamen menjadi juara.

Untuk kasus kedua, masalah ini terlihat sangat jelas, di empat laga kualifikasi Piala Dunia zona CONMEBOL, yakni saat menghadapi Brasil (kalah 1-4), Argentina (kalah 0-3 dan 0-1) dan Bolivia (kalah 0-3). Sebelumnya, Diego Godin dkk bermain imbang tanpa gol melawan Kolombia.

Meski Argentina dan Brasil memang sedang bagus-bagusnya, dan Bolivia memang dikenal jago kandang, karena ketinggian kota La Paz yang mencapai 3.600 mdpl, rentetan kekalahan ini jelas bukan alamat baik.

Selain mengancam peluang Uruguay lolos ke Qatar, rentetan hasil buruk ini menunjukkan, taktik Tabarez sudah terlihat usang, dan poros serangan Suarez-Cavani sudah habis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun