Bicara soal Pulau Lombok, tentunya akan satu paket dengan Suku Sasak, sang penghuni asli pulau ini. Selain menjadi nama suku, Sasak juga menjadi nama bahasa sehari-hari mereka.
Lazimnya sebuah suku, Suku Sasak punya tradisi turun-temurun yang khas. Salah satunya adalah menenun, yang memang dikenal sebagai keahlian mereka.
Tapi, tradisi ini bukan sembarang tradisi, karena berkaitan dengan identitas dan filosofi mereka. Sederhananya, kain tenun adalah "wajah" Suku Sasak. Sebuah hubungan yang sangat unik.
Secara etimologi, nama suku Sasak berasal dari kata sak-sak, yang artinya satu-satu. Kata sak-sak ini juga menjadi asal kata "sesek", yang dalam bahasa Sasak berarti "menenun". Dari sini saja, kita sudah bisa melihat, seberapa erat hubungan Suku Sasak dan kain tenun.
Pada prosesnya, sesek dilakukan dengan cara memasukkan benang satu persatu, lalu disesakkan atau dirapatkan menjadi bentuk kain dengan cara memukulkan alat tenun tradisional. Uniknya suara yang terdengar ketika memukul mukul alat tenun itupun terdengar seperti suara "sak sak".
Menurut jenisnya, tenun khas Lombok dibedakan menjadi tenun songket dan tenun ikat. Umumnya, ide gambar ragam hias yang digunakan berasal dari objek manusia, fauna, dan flora.
Tenun ikat lebih banyak ditemui di Lombok Timur, seperti di Desa Kembang Kerang, Kecamatan Aikmel, dan Desa Pringgasela, Kecamatan Pringgasela.
Tenun songket banyak dijumpai di Lombok Barat dan Tengah yang tersebar di Desa Getap, Kecamatan Cakranegara dan Desa Sukadana, Kecamatan Bayan di Lombok Barat serta Desa Ungga, Kecamatan Praya Barat Daya dan Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat di Lombok Tengah.
Berbeda dengan tenun songket dari daerah lain yang banyak dihiasi benang perak dan emas, tenun songket khas Suku Sasak lebih banyak menggunakan benang katun berwarna-warni.