Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Melihat Kembali Ekspektasi untuk Timnas

6 September 2019   00:16 Diperbarui: 11 September 2019   04:04 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua kali unggul sebelum akhirnya kalah tipis. Begitulah gambaran sederhana dari penampilan Timnas Indonesia saat menjamu Malaysia, Kamis (5/9), di ajang Kualifikasi Piala Dunia 2022. Dalam laga yang berakhir dengan skor 2-3 ini, sepasang gol Beto Goncalves tak cukup untuk menyelamatkan Tim Garuda dari kekalahan, karena Malaysia sukses mencetak tiga gol, berkat torehan dwigol Mamadou Sumareh dan satu gol Syafiq Ahmad.

Kekalahan di Stadion Utama Gelora Bung Karno ini kian terasa getir, karena laga ini turut diwarnai aksi anarkis oknum suporter Timnas di stadion. Berhubung laga ini merupakan agenda resmi FIFA, bisa dipastikan Timnas (dan PSSI) akan mendapat sanksi, entah berupa denda atau larangan bermain tanpa penonton.

Memang, kekalahan ini terasa sangat menyakitkan, karena dialami di kandang sendiri. Apalagi, gol kemenangan lawan tercipta di menit akhir pertandingan. Boleh dibilang, Tim Garuda kali ini sedang panen kesialan.

Meski begitu, kekalahan ini (seharusnya) menjadi momen ideal, untuk melihat kembali, apakah ekspektasi publik pada tim asuhan Simon McMenemy masih relevan atau tidak. Seperti diketahui, tiap kali Timnas bermain, menang menjadi prediksi rasa harapan yang selalu mengikuti.

Jika melihat bagaimana performa Stefano Lilipaly dkk saat melawan Malaysia, dan lawan-lawan Timnas Indonesia berikutnya, rasanya tak patut jika harapan tinggi masih digantungkan. Apalagi, lawan Timnas setelah ini adalah Thailand, tim yang selama ini sulit ditaklukkan Timnas.

Meski akan kembali bermain di kandang saat menghadapi Thailand, Selasa (10/9) mendatang, potensi sanksi yang akan didapat dari FIFA jelas akan membuat situasi kian rumit. Belum lagi, pada bulan Oktober mendatang, Timnas akan menghadapi Vietnam dan Uni Emirat Arab, dua tim yang tak kalah sulit.

Jika melihat performa Timnas Indonesia saat melawan Malaysia, ada dua "penyakit lama" Timnas yang kambuh. Pertama, Timnas kerap kehabisan tenaga setelah menit ke 60. Kedua, Timnas kerap mati kutu, jika lawan memodifikasi taktik secara tiba-tiba.

Untuk masalah pertama, ini setidaknya terlihat dari sepasang gol Malaysia yang mampu meng-"comeback" Timnas. Gol-gol Syafiq Ahmad dan Mamadou Sumareh masing-masing tercipta di menit ke 66 dan 97, dengan memanfaatkan kelengahan lini belakang Timnas.

Andai durasi pertandingan hanya 60 menit, mungkin Tim Garuda sudah menang. Masalahnya, sepak bola adalah permainan berdurasi 90 menit plus injury time.

Celakanya, Timnas juga alpa mengantisipasi perubahan taktik Malaysia, saat mereka memasukkan Mamadou Sumareh menggantikan Muhammad Yadin di menit ke 36. Andai bisa diantisipasi, pemain naturalisasi kelahiran Gambia ini belum tentu akan menjebol gawang Andritany Ardhiyasa sampai dua kali.

Jika Timnas nantinya masih bermain seperti ini, kita harus rela bersiap melihat Tim Garuda jadi bulan-bulanan lawan. Mereka pasti akan berusaha mengeksploitasi kelemahan ini, terutama saat menjamu Timnas.

Seperti diketahui, Timnas Indonesia juga kerap kesulitan tampil lepas saat bermain di kandang lawan.

Kekalahan dari Malaysia, plus aksi anarkis oknum suporter jelas menjadi satu paket pukulan psikologis telak jelang menghadapi Thailand.

Dengan kondisi begini, tak elok jika target menang tetap dicanangkan. Bagaimanapun, pukulan mental ini sulit untuk bisa pulih dalam semalam.

Menariknya, kekalahan dari Malaysia seolah menggambarkan bagaimana wajah sepak bola kita saat ini. Tata kelolanya masih amburadul, dengan kompetisi liga tetap bergulir saat Timnas bermain. Aksi anarkis oknum suporter yang tak kunjung dewasa masih belum hilang, dan target prestasi (dari PSSI) yang tak pernah sesuai dengan level kualitas aktual pemain kita.

Dengan kekalahan ini, seharusnya kita tak boleh sembarangan menaruh harapan (terlalu) besar pada Timnas untuk mencapai prestasi tinggi, apalagi, dengan tata kelola serba kacau seperti sekarang, kecuali, jika semua suporter Timnas siap menerima kekalahan tanpa ada aksi anarkis.

Timnas memang kebanggaan kita bersama sebagai sebuah bangsa, tapi bukan berarti kita boleh lupa untuk tetap realistis dan mengkritisi kelemahan yang ada.

Dengan harapan, pembenahan menyeluruh bisa segera dilakukan, dan berdampak positif di masa depan. Tanpanya, prestasi hanya bisa diraih di alam mimpi.

Bisa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun