Mungkin juga di jalanan ini lewat mobil mewah seharga milyaran rupiah seperti yang dipunyai para pejabat pemerintah dan wakil rakyat. Baru tahu dia ada mobil semahal itu. Aneh juga ada orang yang mau membeli mobil seharga 7 milyar rupiah. Apalagi orang itu adalah wakil rakyat dan pejabat pemerintah. Mereka seperti yang mencari matahari di gelap malam. Mencari hati rakyat kok di mobil mewah. Aneh. Benar-benar kota yang aneh. Negara yang aneh.
Dia sendiri merasa aneh. Setelah berjam-jam memandangi orang gila yang telungkup di pinggir jalan itu, dia terpaksa harus meninggalkannya. Dia berjalan kaki ke kantornya. Tentu saja dia kesiangan. Kepala gudang menegurnya dan dia hanya menunduk dan meminta maaf. Tapi kepala gudang itu tidak benar-benar menegur sebenarnya, karena hari itu tidak ada pekerjaan sama sekali. Siangnya seorang teman membawa beberapa lembar kertas berisi laporan pengiriman buku dan selembar amplop.
"Tanda tangan di sini. Ini bagian Bapak Direktur," kata teman itu sambil bercanda.
Dia tertegun. Amplop itu berisi lima lembar uang ratusan ribu rupiah.
"Pengiriman buku kan belum semuanya?" tanya dia tidak mengerti.
"Itu urusan boss-boss. Kalau kita jangan banyak berpikir. Cukup tandatangan lalu makan-makan. Kemon, cepat, kita ke kantin...."
Tapi dia tidak bergerak. Karena dia tidak juga menandatangan, temannya membimbing dia memegang pulpen dan mencoretkan namanya di kertas itu. Amplop itu diselipkan di saku bajunya. Teman itu lalu pergi dengan tidak mengerti.
Ketika teman-temannya sedang makan-makan di kantin, dia membuang amplop bagiannya ke tong sampah. Lalu pergi berjalan kaki. Temannya yang penasaran menghampiri tong sampah, membuka amplop, masih ada lima lembar uang kertas seratus ribu rupiah. Dia mengangkat bahunya ketika teman-temannya memandang ingin tahu apa yang terjadi.
"Orang aneh!" kata sang teman.
Tapi dia tidak perduli dibilang aneh atau apa pun. Dia terus berjalan. Karena menurutnya, kota ini sudah aneh. Orang-orang yang aneh. Kelakuan yang aneh. Sampai di sebuah taman dia berhenti. Matanya memandang takjub seorang gadis yang duduk di bangku taman di sebelah bunga mawar yang mekar begitu indah. Gadis itu tersenyum kepadanya. Sepertinya gadis itu sudah menunggunya. Taman yang indah, udara yang sejuk, dan gadis yang cantik. Sungguh kelelahan jiwanya tiba-tiba menjadi segar. Seperti tanah gersang yang mendapat siraman hujan. Tetumbuhan segera tumbuh, bebungaan segera mekar.
"Sudah lama saya menunggu," kata gadis itu.