Pemilu legislatif dan pilpres 2019 sudah dilewati dengan berbagai dinamika di dalamnya. Terkhusus Pilpres sengketa terselesaikan dengan seksama di Mahkamah Kontitusi dan di umumkan tanggal 28 Juni 2019, terkait sang jawara.
Ternyata, berita perpolitikan Indonesia tiada habis habisnya, selalu sedap di goreng dan di lahap kapan saja.
Beredar isu partai oposisi merapat dalam barisan pemerintahan, terkhusus bab "Share Power". Jatah menteri akan di bagi-bagi, terlepas benar atau salah isu yang beredar tersebut.
Padahal jika diamati secara lebih mendalam membangun bangsa ini tidak menjadi kewajiban ada dalam barisan pemerintahan, menjadi menteri dan turunannya.
Menjadi oposisi lebih bermartabat dalam upaya penyeimbang sistem pemerintahan yang telah ada, dengan kata lain dengan berada di luar rel pemerintah partai oposisi bisa berkontribusi positif terhadap roda pemerintahan yang sedang berlangsung.
Demikian pula, rakyat kecil yang telah memilih dalam kontestasi beberapa saat lalu merasa lebih bermartabat dalam menyikapinya. Rekonsiliasi sangat penting sebagai bangsa yang bermartabat dalam perpolitikan namun bagi-bagi jatah menteri itu perlu ditinjau ulang untuk kemaslahatan bersama.
Oposisi, bukan berarti pembangkang namun lebih sebagai penyeimbang ibarat dua orang teman yang saling menasehati dalam sebuah perjalanan panjang/musafir.
(Ysf).