Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kaos Nono dan Tasaeb Nono dalam Adat Perkawinan Orang Timor

17 April 2024   00:15 Diperbarui: 17 April 2024   08:50 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaos Nono dan Tasaeb Nono/Koleksi FB Bernadetha Salem

Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Istilah kebudayaan digunakan untuk menunjuk dan menekankan hasil karya fisik manusia, sekalipun hasil dan karya fisik manusia itu sebenarnya tidak lepas dari pengaruh pola berpikir (gagasan) dan pola perilaku (tindakan) manusianya (Hariyono, 1996: 44).

Paham Dasar Tradisi Kaos Nono dan Tasaeb Nono

Menurut Kamus Uab Meto yang disusun oleh Andreas Tefa Sa'u, SVD (2020), kata 'kaos' berarti melepaskan sesuatu, dan kata 'nono' berarti norma atau adat istiadat dalam sebuah suku atau sebuah marga. 

Maka 'kaos nono' berarti menurunkan atau melepaskan atau membebaskan seorang manusia dari ikatan adat marganya, khususnya wanita yang menikah. Ini dilakukan dalam sebuah upacara religius tradisional terbatas atau tertutup.


Sedangkan 'Tasaeb Nono' berarti kita memberlakukan adat dari suatu suku kepada suku lain, terutama laki-laki terhadap perempuan. Antara 'Kaos Nono' dan 'Tasaeb Nono' bisa terjadi dalam suatu upacara tradisional yang sama.

Artinya setelah Kaos Nono yaitu menurunkan atau membebaskan si perempuan dari adat suku atau marganya, lalu 'Tasaeb Nono' yaitu mengenakan atau memberlakukan adat dari suku laki-laki.

Jadi adat atau tradisi 'kaos nono' dan 'tasaeb nono' sebenarnya dua praktek tradisi dalam budaya Atoin Pah Meto yang sudah terjadi sejak turun temurun.

Mengapa harus ada Tradisi Kaos Nono dan Tasaeb Nono

Tradisi atau budaya 'kaos nono' sebenarnya hadir atau dipraktekkan sebagai pemberian identitas bagi perempuan dari suku Meto atau Dawan untuk dapat menyatu dengan klen suami, baik secara jasmani mauoun rohani.

Tanpa upacara 'kaos nono' seorang perempuan yang telah menikah dengan laki-laki dari suku atau marga lain, ia tidak sepenuhnya dimasukkan ke dalam klen suami karena ia masih terikat dengan suku atau marganya sendiri. 

Karena perempuan itu belum di 'kaos nono' atau dibebaskan dari ikatan adat suku atau marganya, maka perempuan itu meskipun sudah menikah secara resmi, namun ia belum bisa masuk ke dalam rumah adat suaminya, karena belum ada upacara 'tasaeb nono'.

Dalam upacara adat 'kaos nono', seorang perempuan diturunkan adat marga atau sukunya, dan dari pihak laki-laki langsung mengenakan adat marganya.

Maka perempuan dawan atau pah meto hanya bisa melepaskan nilai-nilai leluhur aslinya dalam marganya, dan menjalani nilai-nilai leluhur nono suaminya, apabila ia telah melakukan ritus Kaos Nono dalam adat perkawinan pah meto atau dawan.

Di mana Upacara Kaos Nono dan Tasaeb Nono berlangsung?

Untuk menjalankan ritus atau adat kaos nono dan tasaeb nono, kedua belah pihak harus berada di rumah adat laki-laki. Rumah adat atau rumah suku menjadi tempat untuk melakukan upacara adat tersebut.

Siapa-siapa saja yang terlibat dalam praktek ritus ini?

Dalam suku Atoni Meto atau Dawan, yang biasa paling berperan dalam urusan pernikahan dan kaos nono serta tasaeb nono adalah orang yang memiliki kapabilitas dalam kedua upacara tersebut.

Yang paling penting adalah kedua pengantin baru dan ketua adat yaitu seseorang yang memiliki kapasitas dan kuasa untuk mengadakan ritus tersebut.

Bagaimana melakukan kedua ritus tersebut?

Setiap suku memiliki aturan dan nilai kehidupan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Orang Pah Meto atau Dawan memiliki pemahaman tentang kedudukan laki-laki sebagai pemberi kehidupan. 

Karena itu mengharuskan perempuan untuk masuk dan beradaptasi dengan nilai dan aturan hidup klen laki-laki yang telah menjadi suaminya.

Karena itu kaos nono hadir sebagai pemberi identitas bagi perempuan Dawan atau Meto untuk dapat menyatu dengan marga suaminya secara jasmani maupun spiritual.

Karena itu tata cara atau ritual kaos nono harus dilakukan dengan benar. Kalau tidak, menurut kepercayaan orang Dawan, keluarga baru tersebut bakal mendapat musibah dalam hidupnya.

Menurut kepercayaan orang Dawan atau Meto, kesejahteraan rumah tangga sangat bergantung pada pelaksanaan Kaos Nono itu sendiri.

Biasanya praktek ritual 'Kaos Nono' dilakukan apabila belis dari perempuan sudah dilunaskan atau paling tidak sebagian dari permintaan keluarga perempuan sudah dipenuhi oleh pihak laki-laki.

Ritus Kaos Nono juga menyatukan pribadi manusia dengan para leluhur sebagai pemberi berkat dan kehidupan. 

Karena itu setelah menjalankan ritus kaos nono dan tasaeb nono, biasanya dilanjutkan dengan acara sukacita di mana pihak laki-laki bergembira karena telah mendapatkan seorang anggota baru yang diharapkan dapat membawa keberuntungan bagi suku tersebut. Sukacita dan kegembiraan itu biasanya diungkapkan dengan tarian gong dan tebe bersama.

Apakah Praktek Kaos Nono dan Tasaeb Nono masih dipraktekkan sekarang ini?

Dalam tradisi atau budaya Dawan/Pah Meto, keberadaan suatu nama marga atau klen sangat dihargai dan dihormati keberadaannya karena diyakini bahwa nama marga atau nono itu berasal dari para leluhur.

Pada umumnya upacara ritus Kaos Nono dan Tasaeb nono masih dipraktekkan hingga saat ini, terutama oleh suku-suku asli Dawan atau Pah Meto. Biasanya yang dibutuhkan dalam ritus ini adalah uang perak (zaman Belanda); dan hewan (kaki empat atau kaki 2). Bagi orang Dawan kaki empat selalu diidentikkan dengan sapi atau babi atau kambing; sedangkan hewan kaki 2 selalu dimengerti sebagai ayam.

Pesan Moralnya bagi kita

+ Segala praktek adat atau budaya dalam suatu suku atau marga tertentu sangat bernilai religius karena itu harus diberikan penghormatan yang sesuai.

+ Dengan melakukan upacara Kaos Nono dan Tasaeb Nono baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam keluarga atau marganya.

+ Praktek Kaos Nono dan Tasaeb Nono dapat juga dijadikan sebagai sesuatu yang bernilai wisata terutama wisata budaya.

+ Praktek budaya ini melanggengkan peran laki-laki atau suami sebagai kepala keluarga, pengambil keputusan, dan penerus keturunan. Sedangkan peran perempuan sebagai istri, pendamping, dan pemberi keturunan kepada laki-laki.

Terima kasih. Semoga bermanfaat!

Atambua: 16.04.2024

Sumber bacaan:

Andreas Tefa Sa'u, SVD; Kamus Uab Meto -Bahasa Indonesia, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta 2020

P. Hariyono, Pemahaman Kontekstual tentang Ilmu Budaya Dasar, Kanisius, Yogyakarta 1996

https://epository.uksw.edu/handle/123456789/2873#:

kompasiana.com/neno1069/5f24d5bd097f3640ef4d9a02/perempuan-dalam-kaus-nono-ma-saeb-nono-tradisi-perkawinan-adat-suku-dawan-timor

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun