Sumedang -- Penggiat Anti Korupsi Jawa Barat, Yosan Guntara, menyampaikan apresiasi terbuka terhadap langkah yang telah diambil oleh Kejaksaan Negeri Sumedang dalam menindaklanjuti kasus dugaan penyimpangan pengadaan alat perekam KTP Mobile senilai Rp1,66 miliar yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Sumedang.
Kasus ini mencuat setelah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Tahun Anggaran 2023 menyebut bahwa peralatan hasil pengadaan tidak dapat diyakini sebagai barang produksi terbaru, sebagaimana disyaratkan dalam kontrak. Salah satu komponen utama --- yakni laptop dalam setiap unit alat perekam --- ternyata merupakan produksi tahun 2021, bukan tahun pengadaan, yaitu 2023. Fakta tersebut menimbulkan indikasi adanya penyimpangan yang merugikan keuangan negara dan menyalahi prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah.
"Langkah Kejaksaan Negeri Sumedang yang langsung merespons temuan BPK ini patut diapresiasi. Di tengah banyaknya temuan serupa yang mandek tanpa proses hukum, tindakan ini menunjukkan komitmen terhadap penegakan integritas pengadaan," ujar Yosan
Yosan menegaskan bahwa persoalan ini tidak bisa dianggap sepele atau hanya kesalahan administratif semata. Dalam kontrak pengadaan disebutkan bahwa barang yang disuplai harus merupakan produk baru keluaran terbaru, dan jika tidak terpenuhi, seharusnya tidak diterima atau ditolak oleh PPK. Namun faktanya, proses serah terima tetap dilakukan tanpa ada keberatan terhadap tahun produksi laptop yang tertulis jelas sebagai buatan 2021.
"Kalau PPK bilang tidak tahu tahun produksinya, itu kelalaian berat. Tapi kalau tahu dan tetap menerima, itu masuk ke ranah dugaan penyalahgunaan kewenangan. Publik tidak bisa dibohongi. Ini menyangkut uang rakyat," tegas Yosan.
Yosan juga menyebut bahwa nilai pengadaan yang mencapai miliaran rupiah tidak sebanding dengan kualitas dan umur teknologi yang disuplai. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa telah terjadi praktik mark-up harga, atau minimal pengadaan fiktif atas barang baru padahal faktanya barang lama.
Selain memberikan apresiasi, Yosan juga mendorong Kejaksaan untuk tidak berhenti di permukaan. Ia menekankan pentingnya menelusuri seluruh pihak yang terlibat, baik dari sisi eksekutor teknis (PPK, PPTK), maupun pengambil kebijakan dan penyedia barang.
"Jika ditemukan indikasi korupsi, maka harus ada pertanggungjawaban pidana. Tidak boleh ada kompromi. Ini bukan hanya soal alat perekam KTP, tapi tentang praktik pengadaan yang mungkin juga terjadi di OPD lain," kata dia.
Yosan juga meminta agar Kejari Sumedang berani menempuh langkah pemulihan keuangan negara, baik melalui pengembalian dana ke kas daerah yang sesuai dengan instruksi BPK Jawa Barat atau penggantian barang dengan spesifikasi sesuai tahun pengadaan. Ia mengingatkan bahwa temuan BPK sudah cukup kuat menjadi dasar bagi kejaksaan untuk menempuh jalur penyidikan.
Dalam kesempatan tersebut, Yosan juga mengajak masyarakat dan media lokal untuk aktif mengawal kasus ini. Ia menyebut bahwa selama ini, kasus-kasus serupa sering kali mengendap di meja birokrasi atau berhenti pada sekadar rekomendasi administratif, tanpa kejelasan sanksi atau pemulihan kerugian negara.