Mohon tunggu...
Yosafat Bayu Kuspradiyanto
Yosafat Bayu Kuspradiyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student

believe in yourself and you'll be unstoppable

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dampak Sosial New Media dalam Membentuk Budaya Populer Baru

5 September 2022   15:10 Diperbarui: 5 September 2022   15:14 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Keberadaan internet dengan segala kemudahan yang ditawarkannya memang telah memikat masing-masing individu untuk menjadikannya sebagai kebutuhan primer. Kemampuan internet dalam memberikan akses tanpa terbatas oleh ruang dan waktu inilah yang pada akhirnya memunculkan pengalaman istimewa tersendiri bagi para penggunanya untuk mengarungi era digitalisasi. Sehingga bukan suatu hal yang mustahil, jika pada akhirnya interaksi tatap muka masing-masing individu di zaman ini, mulai tergantikan dengan interaksi virtual dengan memanfaatkan kecanggihan internet.

Meskipun banyak pihak yang tak sependapat bahwa interaksi virtual mampu menggantikan interaksi tatap muka secara langsung, namun realita yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa aktivitas secara digital telah menjadi primadona bagi masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari melonjaknya pengguna media sosial yang seakan-akan berusaha membentuk suatu tatanan sosial baru di tengah masyarakat global. 

Media sosial yang awalnya hanya sebagai alat untuk berjejaring dan berkomunikasi antar individu di dunia maya, saat ini telah berkembang menjadi ruang publik baru untuk menyampaikan segala aspirasi mengenai banyak hal yang terjadi di tengah masyarakat dunia. Bahkan tak jarang ditemukan beberapa individu yang lebih berani bersuara melalui media sosial daripada berbicara secara langsung di tengah publik. Dari realita tersebut dapat dikatakan bahwa perkembangan internet mampu memberikan dampak sosial bagi masyarakat, dimana hal tersebut dapat dimaknai dari transformasi media sosial dari sebatas alat berjejaring sosial menjadi alat aktualisasi diri bagi penggunanya (Luik, 2020, h.14).

Bila ditanya apa bukti konkret dari proses aktualisasi tersebut, hal itu dapat diungkapkan dengan bagaimana aktivitas pengguna media sosial itu sendiri. Pengungkapan diri terjadi ketika individu secara sukarela menyatakan pada orang lain sesuatu tentang dirinya yang tidak akan diketahui orang lain dari sumber lain. Oleh sebab itu, mulai muncullah aktivitas-aktivitas di media sosial seperti mengungkapkan curahan hati, beropini terhadap suatu hal, dan menceritakan jati dirinya melalui media sosial. 

Seperti yang diungkapkan di awal bahwa terkadang beberapa individu lebih nyaman membuka diri di media sosial daripada secara langsung di muka publik. Bahkan muncul pula fenomena pembuatan akun alter (second account) atau juga identitas palsu (anonim) sebagai bentuk dari aktualisasi diri. Memang rasanya hal tersebut dapat dikatakan tidak bertanggung jawab, ketika kita berpendapat dengan menggunakan identitas anonim. Namun realita itulah yang ingin disampaikan dimana dengan aktivitas tersebutlah individu tersebut mampu mencapai aktualisasi dirinya. 

Maka dari itu, benar bila ada beberapa figur yang berpendapat bahwa apa yang terjadi di dunia maya (internet) tidak sepenuhnya mencerminkan bagaimana yang terjadi di dunia nyata. Seringkali internet menjadi sarana pelampiasan yang mana hal tersebut dilakukan karena individu tersebut tidak mampu mengaktualisasikan dirinya secara optimal di kehidupan nyata. 

Meskipun tidak ada yang melarang siapapun untuk mampu mengaktualisasikan dirinya melalui media sosial, namun hal yang perlu diperhatikan adalah, jangan sampai kita hanya berusaha memenuhi kebutuhan akan aktualisasi diri saja dan melupakan potensi yang sebenarnya kita miliki. Sejatinya, aktualisasi diri itu tidak memaksakan agar orang lain mengakui keberadaannya, namun proses aktualisasi diri itu tercipta karena karya nyata, produktivitas, kreativitas dan keberhasilan. 

Bijak Menghadapi Tren Budaya Baru

Munculnya budaya populer baru memang tidak salah. Namun yang harus menjadi perhatian bersama adalah, apakah seluruh budaya populer baru itu sudah sesuai dengan nilai budaya Indonesia? Tentu tidak. Media sosial adalah produk dari luar negeri dan tentunya membawa nilai budaya yang universal. Sebagai pengguna media sosial, hendaknya kita tidak menyerap semua tren budaya baru tersebut ke dalam budaya Indonesia. 

Globalisasi memang sangat baik untuk menyatukan cara pandang manusia di seluruh dunia. Namun itu semua harus diimbangi dengan tetap memegang teguh budaya asli kita sebagai orang Indonesia. Semua itu dilakukan agar kita tidak kehilangan identitas dan jati diri dalam menghadapi pesatnya arus budaya baru.

Kekuatan new media memang di satu sisi sangat menggiurkan. Hanya bermodal internet, banyak keuntungan bahkan popularitas yang dapat kita raih. Sayangnya, new media tidak memberi batasan untuk menghargai budaya lokal. Disinilah kita dituntut untuk berperan aktif dalam menyaring segala bentuk budaya baru tersebut agar tetap sesuai dengan adat yang dianut masyarakat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun