Mohon tunggu...
Yosafati Gulö
Yosafati Gulö Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Warga negara Indonesia yang cinta kedamaian.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

"Pisau Cukur" Eddy Plontoskan Habis Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana

22 Juni 2019   11:27 Diperbarui: 22 Juni 2019   13:39 8257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Profesor Edward Omar Syarief Hiariej (Eddy) - Sumber : kumparan.com

Situasi Sidang MK tanggal 21 Juni 2019, membuat gerah Bambang Widjojanto (BW) dan Denny Indrayana (Denny). Mengapa? Karena kehadiran Profesor Edward Omar Syarief Hiariej (Eddy) dalam persidangan PHPU Pilpres 2019, seolah mencukur habis rambut lebat BW dan Denny. Bahkan mencincang habis konstruksi hukum yang dibangun BW dan Denny dalam permohonan gugatan yang diajukan di MK.

Ada beberapa poin yang dibabat habis Eddy yang kerap diwarnai dengan istilah-istilah Latin dalam mengemukakan postulat-postulat hukum. Kesemuanya membuat BW dan Denny terpaksa mencari celah dengan membangun argumen hukum yang makin melebar dalam sesi tanya jawab.

Marilah kita cermati beberapa poin di antaranya. Di awal presentasi, Eddy mengingatkan BW dan Denny tentang konstruksi hukum dalam gugatan. Dikatakannya, dalam menyusun konstruksi hukum suatu permohonan gugatan atau dakwaan dalam pengadilan haruslah didasarkan pada argumentasi hukum yang jelas dan logis.

Yang paling penting di situ ialah penguasaan hukum itu sendiri. Tapi bukan sekedar penguasaan peraturan hukum konkret. Melainkan penguasaan terhadap teori-teori hukum, termasuk asas-asas dan berbagai metode penemuan hukum. Penguasaan teori dan asas yang dangkal mengakibatkan argumentasi hukum yang dikonstruksi menjadi rapuh sehingga mudah dibantah.

Menurut Eddy, di bagian itulah kelemahan fatal permohonan pemohon. Uraian pokok perkara atau posita (Fundamentum petendi) yang dibangun kacau balau. Dasar hukum, hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan campur aduk.

Syarat wajib dalam permohonan

Hal berikutnya tentang interpretasi gramatika. Dalam memahami teks undang-undang (UU) hal yang paling dasar adalah interpretasi gramatika. Di sini Eddy meninggung ketentuan Pasal 22C UU 1945 tentang kewenangan MK. Salah satu di antaranya ialah mengadili perselisihan hasil Pemilu pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya final dan mengikat.

Kewenangan itu diuraikan secara detail pada Pasal 74 dan 75 UU MK. Yang utama bahwa permohonan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil Pemilu yang dilakukan secara nasional oleh KPU. Tidak boleh ada hal lain.

Dalam permohonan tersebut, dua hal yang wajib diuraikan. Satu, kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon. 

Dua, permintaan kepada MK untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun