Mohon tunggu...
Yoppie Christ
Yoppie Christ Mohon Tunggu... Lainnya - Alumni Pascasarjana Sosiologi Pedesaan IPB, Peneliti di Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut IPB

orang kecil yang terlambat belajar...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Lubang-lubang di Jalan Jokowi

17 Januari 2019   16:39 Diperbarui: 12 Februari 2019   11:54 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok: www.inews.co.uk/shutterstock

Namun bagi kaum 20%, itu tidak cukup, masih dibutuhkan bukti atau setidaknya simptom atau indikasi bahwa ideologi, visi dan garis perjuangan mereka juga dilindungi secara susbtansial, bukan hanya dengan merekrut kalangan non-government atau golongan kiri ke dalam ring 1 kekuasaan tapi tidak menghasilkan perubahan apa-apa. 

Hal inilah yang rezim saat ini luput untuk dipenuhi, namun sayangnya kelompok oposisi juga tidak memiliki artikulasi argumentasi yang memadai terhadap isu-isu ini dan atau menghindarinya karena takut sikapnya justru akan mengakibatkan mereka kehilangan pendukung kunci mereka.

Paradoksnya: rezim pemenang pun memiliki kesamaan dengan oposisi yakni sama-sama kanan terhadap isu-isu yang muncul dari kelompok kiri atau minoritas. Artinya sikap keduanya tak jauh beda. Contoh yang paling hangat adalah pada kasus penyitaan buku yang dinilai mengandung ajaran komunis. 

Praktik yang jelas-jelas bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang melarang penyitaan tanpa rekomendasi pengadilan. Contoh kedua, isu komunisme itu sendiri. Ketika dituduh PKI, yang terjadi adalah penghindaran dan seolah menempatkan PKI itu kudis busuk, diemohi oleh dua kubu akhirnya PKI di alam kuburpun jadi yang paling salah. 

Contoh ketiga, isu reforma agraria. Isu sepenting ini tak ditanggapi sama sekali oleh rezim Jokowi dan malah memamerkan bagi-bagi setifikat yang diklaim melebihi target. Semua orang yang belajar agraria tahu bahwa bagi-bagi sertifikat bukanlah reforma agraria. Ratusan konflik agraria tak terselesaikan, protes serta tangis tani dan nelayan yang kehilangan tanahnya bahkan nyawa tak direken, darah tumpah sia-sia. 

Contoh keempat, persekusi pada agama minoritas, tak ada tindakan riil untuk melindungi kaum minoritas oleh mayoritas yang menggunakan kekerasan dan jumlah besar. Yang ada hanya pernyatan menyayangkan sementara tindakan persekusi itu terus berjalan. Contoh keempat, pengingkaran Hak Asasi Manusia, termasuk hak kaum yang memiliki orientasi seksual berbeda (LGBTQ) dan persekusi fisik atas transgender. Sama sekali tidak terdengar suara pembelaan atas mereka dari kedua kubu atas nama Hak Asasi Manusia Universal. 

Contoh kelima, Diskriminasi terhadap perempuan yang menjadi korban di pengadilan karena UU ITE atau sikap misoginis patriarkhi, tak ada yang bersikap dan kuat membela, justru publik umum yang bersuara sendiri melalui jalur kampanye online mengkritisi putusan pengadilan. Silakan pembaca mencari contoh-contoh lain jika ada.

Contoh-contoh kasus di atas adalah yang masih membuat kaum 20% ragu,apakah perlu untuk memberikan suara atau membiarkan saja kompetisi ini layaknya aduan layangan, biarlah yang memang talinya kuat menang. Sebenarnya kembali pada pihak yang memerlukan suara lah karena moment 5 menit di bilik suara adalah kontrak politik. 

Sekali coblos maka rakyat akan memberikan kuasanya pada yang dipilih, bisa digunakan untuk membangun negara maupun untuk merampok negara. Atas nama pengalaman, berkali-kali kontrak ini tidak seimbang, pilih lima menit dan nasibmu di tangan penguasa, suara rakyat dirampas untuk 5 tahun dan dibujuk pengaruhi selama 5 tahun berikutnya untuk memilih lagi.

Golongan Putih dalam Analisis Para Pihak

Apabila menggunakan matriks analisis para pihak yang sering digunakan oleh para organisatoris, kita biasanya membuat kuadran antara tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh suatu aktor, dari kuadran tersebut kita menentukan apa sikap dan tindakan kita terhadap mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun