Mohon tunggu...
Yopi Ilhamsyah
Yopi Ilhamsyah Mohon Tunggu... Dosen - Herinnering

Herinnering

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Si Adik Manis Jalan Fatahillah

17 November 2022   11:40 Diperbarui: 30 November 2022   09:21 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Robur, angkutan primadona mahasiswa di Banda Aceh pada masanya. Foto: Dokpri.

Tahun 2002-2003, situasi politik di Aceh memanas. Konflik antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memuncak hingga akhirnya pemerintah pusat memberlakukan operasi militer di Aceh.

Banyak pemilik rumah di Geuceu Iniem yang pindah sementara ke Jakarta. Jadilah rumah-rumah besar ini kosong. Rumah-rumah laksana gedung ini terkonsentrasi di Jalan Fatahillah. Jalan ini berupa jalanan lurus ke selatan dengan hanya beberapa belokan ringan ke arah barat daya.

Jalan ini berujung di kompleks Zeni TNI di Keutapang Dua. Rumah paman saya berada hampir di ujung jalan Fatahillah yang bersebelahan dengan asrama tentara tersebut.

Saban pagi saban malam saya melintas di sepanjang jalan Fatahillah nyaris dari ujung ke ujung baik saat hendak atau pulang dari kampus.          

Jalanan lengang di malam hari diikuti suasana sepi senyap, saya mengayuh pedal sepeda dengan cepat ketika memasuki Jalan Fatahillah. Roda pun berputar kencang. Sesekali kaki ini beristirahat di atas pedal setelah kayuhan cepat. Perlahan-lahan, laju sepeda ikut melambat. Wajah saya berpaling ke kanan dan kiri mengamati rumah-rumah mewah yang telah ditinggal hijrah pemiliknya.

Halaman depan rumah gedung ini gelap gulita, beberapa ada yang sedikit diterangi lampu jalan bersinar oranye. Nah, di salah satu rumah yang terkena cahaya lampu jalan ini saya kerap melihat penampakan bocah kecil. Saya menaksir usianya sekitar 4-5 tahun. Ia berdiri di teras di depan pintu.

Samar-samar saya melihat adik kecil ini mengenakan baju terusan anak-anak berwarna krim dengan rok mengembang di bawahnya.

Pernah saya menghentikan sepeda guna mengamati lebih detil penampakan adik kecil ini. Wajahnya putih pucat, matanya putih, tidak tampak bulatan hitam di bola mata. Saya juga tidak melihat kakinya, ia seperti mengambang di teras.

Ia tersenyum terkadang diikuti lambaian tangan, mempertontonkan gestur "dag-dag" khas anak kecil dengan badan bergoyang. Saya membalas senyumannya seraya melambaikan tangan. Hampir setiap malam saya melihat si adik kecil di sana. Kadang-kadang ada perasaan khawatir juga selepas melihat si adik di sana. Khawatir kalau-kalau si adik tiba-tiba berdiri di belakang di besi pijakan kaki untuk boncengan (jalu sepeda) atau duduk dengan kaki menyilang di batang depan sepeda pria, hehe…

Rumah adik kecil ini berada di sebelah kiri (timur) jika kita memasuki Jalan Fatahillah dari arah Geuceu Kayee Jato. Tidak jauh di belakang rumah adik kecil itu terdapat Krueng (sungai) Daroy.

Saya ingat, paman kerap berpesan agar jangan membawa main anak balitanya yang berumur 4 tahun ke sekitar sungai. Suatu ketika, si bocil mengaku kalau ia melihat taman di sana dengan banyak anak-anak yang bermain. Nah!    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun