Komponen dari turai diantara nya adalah bungo aut (semacam kayu pilihan yang diraut, sehingga tampak mengembang. Tidak semua orang kerinci bisa membuat nya dan tidak semua jenis kayu bisa dipakai untuk membuatnya), seruput, dan pabung yang terbuat dari empulur batang tumbuhan yang bersembunyi. Para penari juga menggunakan kain bawahan yang biasa disebut tehhap, kain yang digunakan adalah kain songket.
Tentunya kostum yang digunakan memiliki makna simbolis tersendiri bagi tokoh-tokoh dalam tarian asik mahligai kaco itu sendiri. Pertunjukkan tarian tari asik mahligai kaco jarang di tampilkan pada acara-acara yang biasa seperti acara resepsi pernikahan atau semacamnya karena sifat dari tarian ini sakral dan berbahaya.
Selepas dari tahun 2002 eksistensi dari tarian asik mahligai kaco berangsur pudar yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain dikarenakan personilnya banyak yang sudah meninggal dunia dan tidak ada lagi penggantinya.
Penutup
Tari asik mahligai kaco ditemukan oleh Siti Haris atau nduk siarni. Tari ini merupakan tarian sakral (tari tradisional yang mengandung unsur mistik atau kesaktian) yang ditarikan oleh bukan sembarang orang, artinya tarian ini hanya bisa ditarikan oleh orang-orang tertentu saja yang telah mendapatkan wangsit atau pesan gaib dari roh nenek monyang nya.
Gerakan tarian asik mahligai kaco tidak beraturan, hanya mengikuti irama musik yang dimainkan oleh kaum laki-laki. Semakin cepat tempo musik yang dimainkan oleh kaum laki-laki, maka semakin cepat pula lah gerakan tari yang dimainkan. Hal ini membuat penari makin tersugesti untuk masuk ke alam bawah sadar dengan demikian tarian asik mahligai kaco akan semakin sakral dan unsur mistiknya terlihat dengan jelas.
Tari ini sudah beberapa kali di undang ke beberapa tempat, bukan saja di dalam daerah tapi juga ke beberapa negara seperti Malaysia. Dan sayang nya, tarian ini tidak lagi diundang dan di tampilkan lagi karena personil atau anggota nya yang sudah tua dan ada beberapa yang telah meninggal dunia.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Hafiful Hadi Sunliensyar. (2016). Ritual Asyeik Sebagai Akulturasi Antara Kebudayaan Islam Dengan Kebudayaan Pra-Islam Suku Kerinci. Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128. http://repositori.kemdikbud.go.id/7182/1/Siddhayatra%20Vol%2021%20%282%29%20November%202016.pdf
Mahendra, Agustia (2020) Tari Niti Mahligai Kaco Masyarakat Siulak Kerinci Sebagai Sumber Belajar Sejarah. S1 thesis, Universitas Jambi. https://repository.unja.ac.id/12792/