Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kenaikan Cukai Bikin Perokok Kapok? Ngomong Opo To Kowe!

5 November 2022   11:44 Diperbarui: 8 November 2022   08:42 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Sri Mulyani | Foto: Kompas.com

Pendapatan negara dari tarif cukai tembakau, dengan porsi terbesar dari rokok, sangat besar. Sebagai gambaran, sumbangan cukai tembakau kepada APBN Tahun 2020 sebesar 10.11 persen (eq. Rp 205,68 triliun). Luar biasa.

Sampai dengan Juli 2022, penerimaan negara dari cukai tembau mencapai 122,14 triliun, naik 21 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah menaikan cukai rokok. Bahkan saat pandemi, pendapatan negara dari cukai tembakau tidak goyah.

Lalu mari kita sandingkan dengan jargon pemerintah bahwa kebijakan kenaikan cukai bertujuan agar masyarakat kecil tidak merokok, yang berarti akan mengurangi pendapatn negara dari sektor cukai tembakau?

Masuk akalkah sementara negara sedang ngos-ngosan mencari dana untuk menggarap proyek-proyek mercusuar. Meski awalnya dikampanyekan tidak sepeser pun menggunakan APBN, fakta menunjukkan sebaliknya. Justru APBN yang kemudian dijadikan penopang utama.

Kita justru melihat pemerintah sedang berusaha mengumpulkan cukai tembakau sebanyak-banyaknya karena berharap ada kenaikan pajak dari sektor lain sudah menthok. Dana segar dari hasil pencabutan subsidi BBM, sepertinya belum mencukupi sehingga Sri Mulyani masih sibuk mencari tambahan pemasukan. Menaikkan cukai rokok adalah hal yang paling mudah karena tidak akan menimbulkan protes berkepanjangan.

Kita bahkan sudah lupa, entah sudah berpa kali pemerintah menaikkan cukai rokok. Hanya saja sebelumnya tidak disertai embel-embel "demi kesehatan rakyat". Sebagai contoh, harga rokok mild dari merek terkenal, di tahun 2012 masih di kisaran  Rp 11.500-12.000 per bungkus, saat ini sudah di kisaran Rp 27.000-29.000 per bungkus.

Apakah jumlah perokok turun? Silakan lihat faktanya.

Berdasarkan survei   Global Tobacco Survey-GATS, tahun 2011 ada 60,3 juta perokok aktif. Sepuluh tahun kemudian, tepatnya tahun 2021, jumlah perokok aktif meningkat menjadi 69,1 juta orang.

Apakah kenaikan harga rokok berkorelasi dengan penurunan jumlah perokok?

Sudahlah, jangan menggunakan retorika pembodohan. Kita sepakat, bahayanya nikotin. Kita pun mendorong dan mendukung kampanye anti-rokok. Tetapi tidak dengan memanipulasi data.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun