Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Menunggu PDIP, Ganjar Terancam Kehabisan Tiket

8 Oktober 2022   13:32 Diperbarui: 8 Oktober 2022   13:34 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puan Maharani bersma Airlangga Hartarto di MOnas. Foto: Kompas.com

Safari politik yang dilakukan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani untuk memuluskan langkah menuju kursi presiden, sepertinya membuat pendukung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Prabowo senam jantung.  

Terbaru, hari ini Puan bertemu Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Monas setelah sebelumnya menemui Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.

Pertemuan dengan Airlangga cukup mengejutkan karena sebelumnya Menko Perekonomian itu terlihat "ogah-ogahan" bertemu Puan. Beberapa kali rencana pertemuan keduanya dibatalkan tanpa alasan yang jelas.

Sikap Airlangga kian menguatkan prediksi sejumlah pengamat jika Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bentukan Airlangga dengan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Ketua Umum PPP (saat itu) Suharso Monoarfa, akan dijadikan sekoci bagi Ganjar jika tidak diusung PDIP.

Di sinilah mengapa pertemuan dengan Puan akan menyulitkan posisi Airlangga. Sebab kemungkinan Puan akan meminta Airlangga tidak menjanjikan perahu kepada Ganjar, baik calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) dengan imbalan politik tertentu. Misalnya mengajak berpasangan untuk menghadapi Prabowo -- Muhaimin.

Terlebih Puan, dan PDIP, sepertinya masih berambisi untuk mengegolkan skenario dua pasangan dalam kontestasi Pilpres 2024  seperti pernah dikatakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Skenario dua pasangan ini akan mempertemukan Prabowo versus Puan.

Namun jika Nasdem, PKS dan Demokrat bisa membentuk koalisi, maka Puan akan menjadi cawapres bagi Ptrabowo untuk menghadapi calon yang diusung pihak oposisi.

Skenario yang diinginkan PDIP yang kemudian ditindaklanjuti melalui safari politik Puan, mendapat penolakan sejumlah pihak, bukan hanya para penggiat civil society yang menolak demokrasi dibajak oleh segelintir orang, kubu istana pun kurang sreg.

Tidak berlebihan manakala kehadiran KIB ditengarai sebagai "mainan" Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan diketahui Presiden Joko Widodo.

Tidak hanya pihak Istana, termasuk relawan Jokowi yang terang-terangan mendukung, sejumlah media besar pun terang-terangan memberikan space lebih besar untuk mencitrakan Ganjar. Jangan tanya berapa banyak lembaga survei yang secara provokatif merilis hasil survei dengan disertai narasi yang terkesan mem-fait accompli PDIP.

Narasi seperti "jika ingin hattrick, PDIP harus mengusung Ganjar", "hanya Ganjar yang bisa mengalahkan Anies", "PDIP akan ditinggal kader jika capreskan Puan" dengan mudah ditemukan baik pada judul media massa maupun cuitan di media sosial.

Mereka seolah yakin, pendirian Megawati akan goyah dengan hasil survei, desakan akun-akun anonim dan pemberitaan media massa.

Terkesan ada amnesia berjamaah di sini, untuk menolak bahwa Megawati merupakan politisi yang sangat berpengalaman dan tidak pernah terpengaruh dengan hal-hal demikian itu.

Terlebih saat ini sulit untuk mempercayai hasil survei. Bukan rahasia lagi jika banyak lembaga survei yang menjadi tim politik kandidat untuk menaikkan citra positif, termasuk mengkantrol elektabilitas.

Fakta menunjukkan, hasil survei tidak pernah linier dengan real count, baik pilkada maupun pilpres. PKS adalah salah satu "korban" lembaga survei di mana sebelum gelaran pemilu selalu diposisikan "di tepi jurang" di mana elektabilitasnya di bawah parliementary threshold. Namun faktanya, sejak pemilu 2004, PKS secara konsisten mampu menempatkan kader-kadernya di Senayan.

Dari perspektif ini, peluang Ganjar untuk naik perahu PDIP di Pilpres 2024 semakin kecil, sekedar tidak mengatakan mustahil. Sialnya, PDIP selalu mengumumkan calon yang akan diusung dalam gelaran kontestasi elektoral, di menit-menit akhir.

Jika Ganjar tidak berani lompat pagar, naik perahu KIB maka sangat mungkin akan kehabisan tiket capres.

Namun demikian Ganjar juga harus berkaca pada sejumlah tokoh yang keluar dari PDIP setelah berseteru dengan Megawati. Nyaris tidak ada di antara mereka yang bisa bersinar setelah keluar dari kandang banteng.

PDIP memiliki kader dan simpatisan yang sangat loyal. Mereka tidak melihat figur di luar Megawati dan lambang partai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun