Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencari Lalat Politik yang Dimaksud Moeldoko

12 Juli 2021   17:51 Diperbarui: 13 Juli 2021   00:57 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala KSP Moeldoko. Foto: kompas.com

Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko meminta semua pihak bekerjasama, bahu membahu di tengah krisis saat ini. Mantan Panglima TNI itu mengingatkan semua pihak agar jangan menjadi lalat-lalat politik.

Dalam tayangan video yang diunggah di channel Youtube KSP, Moeldoko  menyebut lalat-lalat politik mengganggu konsentrasi tenaga kesehatan hingga ASN yang sedang bekerja keras agar kita keluar dari krisis.

Moeldoko meminta semua pihak melepaskan perbedaan, dan memberi kritik membangun agar bisa berkontribusi kepada kemajuan bangsa ini. Moeldoko menegaskan pemerintah tidak anti-kritik, namun harus disertai dengan solusi.

Sebelumnya Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin menyebut para pihak yang meminta Presiden Joko Widodo mundur sebagai sampah demokrasi. Melalui cuitan di Twitter, Ngabalin menuding mereka barisan sakit hati yang belum iklas dengan kemenangan Jokowi dalam kontestasi pilpres 2019.

Jika dikaitkan dengan pernyataan Ngabalin, yang notabene anak buahnya di KSP, apakah lalat-lalat politik yang dimaksud Moeldoko juga sosok yang sama?

Ada dua kemungkinannya. Pertama, pernyataan Moeldoko ditujukan kepada Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Edhie Baskoro Yudhoyono yang mengingatkan pemerintah agar jangan sampai menjadi failed nation atau negara gagal karena tidak mampu menyelamatkan rakyatnya.

Pernyataan Ibas untuk menyoroti kasus penularan Covid-19 yang terus meningkat. Seperti biasanya, Ibas mendapat serangan balik dari berbagai pihak, termasuk akun-akun anonim di media sosial.

Permintaan Moeldoko  agar semua pihak optimis karena pesmis, "membuat otak kreatif buntu" sangat mungkin berkaitan dengan pernyataan Ibas yang dapat ditafsir sebagai cerminan sikap pesimis.

Terlebih sebelumnya Moeldoko berusaha mengambilalih Partai Demokrat melalui kongres luar biasa (KLB) namun tidak disahkan Menkum HAM. Saat ini Moledoko tengah menggugat keputusan Menkum HAM ke pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Kemungkinan kedua, pernyataan Moeldoko ditujukan kepada semua pihak, termasuk para mahasiswa yang memberi berbagai macam gelar kepada Presiden Jokowi seperti The King of Lip Service yang disematkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI). Bahkan BEM Universitas Gajah Mada (UGM) menyebut Jokowi juara umum  Ketidaksesuai Omongan dengan Kenyataan.

Jagat Twitter juga sempat diramaikan #BapakPresidenMenyerahlah yang oleh pakar Hukum Tata Negara Refli Harun dianggap wajar karena Jokowi telah gagal menjalankan amanat konstitusi yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indoensia. Menurut Refly, kegagalan pemerintah terlihat dari kondisi masyarakat yang saat ini tak terlindungi akibat pola penanganan Covid-19 yang  mengecewakan.

Kita sangat menyayangkan pernyataan Moeldoko. Siapa pun pihak yang dimaksud sebagai lalat politik, hal itu tidak semestinya diucapkan dalam konteks pejabat negara. Ada sebagian masyarakat yang telah jenuh dan lelah dengan berbagai aturan tanpa tahu kapan kondisi ini akan berakhir. Wajar jika mereka kritis terhadap para pengambil kebijakan karena kondisi saat ini benar-benar menyusahkan sebagian besar masyarakat.

Mestinya para pejabat tidak ikut-ikutan memproduksi narasi seperti yang dikecamnya. Pejabat yang digaji duit rakyat cukup menjawab dengan kinerja. Jika kinerja pemerintah bagus dan mencerminkan keadilan, berbanding lurus dengan fakta di lapangan, pasti juga akan menuai pujian.

Jangan meminta masyarakat menghentikan kritik karena sedang pandemi, tetapi lahir kebijakan-kebijakan yang mencederai  rasa keadilan. Menyelenggarakan vaksin berbayar adalah bentuk pengingkaran paling telanjang terhadap rasa keadilan.

Jangan berdalih vaksin berbayar hanya untuk golongan berduit, yang tidak mau antri dan enggan berpanas-panasan. Sebab justru di situ esensi ketidakadilannya. Mereka yang punya duit dimanjakan dengan fasilitas vaksin yang cepat, tanpa antri, di ruangan sejuk. Masyarakat miskin dipaksa vaksin di stadion.

Mengapa tidak dibalik cara berpikirnya, bahwa vaksin tanggungjawab negara karena pandemi sudah dinyatakan sebagai bencana nasional non alam. Oleh karenanya beri pelayanan yang mudah dan cepat kepada seluruh warga bangsa tanpa melihat apakah dia kaya, miskin, cantik, kumuh atau bodoh.      

Ini mengelola negara, Bung,   di mana ruhnya adalah keadilan, bukan profit. Sungguh tidak elok di tengah pandemi yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat, lebih khusus masyarakat kecil, negara mau berbisnis.

Benar sekali, semua orang berhak berbisnis. Tetapi di mana logika kemanusiaannya jika bisnis itu dengan cara memanfaatkan pandemi yang menyusahkan masyarakat dan "kekeliruan" kebijakan?

Kita sudah mengurut dada melihat ada proyek yang terus dibiarkan, bahkan mendatangkan tenaga kerja dari luar, sementara pada saat yang sama, sebagian besar pekerja disuruh di rumah. Sebagian besar usaha ditutup. Jangan sampai embel-embel strategis nasional dimanfaatkan untuk tujuan berbeda karena di dalamnya ada kepentingan swasta atau pejabat tertentu.

Persoalan saat ini bukan lagi soal strategis atau tidak, bukan soal jumlahnya banyak atau sedikit, bukan masalah terampil atau tidak terampil. Ini soal perut dan rasa keadilan.

Jika memang harus menderita, menderitalah semua. Jangan ada pengecualian atas nama apa pun. Jangan tumpangi kebijakan dengan kepentingan satu dua orang. Dengan demikian akan lahir solidaritas kolektif atas nama kebersamaan.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun