Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Tiru Cara China Mengelak Serangan

22 Mei 2020   10:57 Diperbarui: 22 Mei 2020   10:51 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Shutterstock

Amerika Serikat (AS) dan China di ambang perang sanksi yang sangat mungkin menjurus menjadi perang lain. Indonesia boleh saja netral, tetapi cara China mengelak tuduhan jangan ditiru.

Saat ini Senat AS tengah membahas UU yang akan menjadi landasan Presiden Donald Trump untuk menjatuhkan sanksi kepada China karena jika tidak bertanggungjawab penuh atas terjadinya pandemi virus korona atau Covid-19 di seluruh dunia.  Di sisi lain, negeri komunis itu akan membalas sesuai  sanksi yang dijatuhkan.  

Sejak merebaknya pandemi virus korona Trump gencar menyerang China dengan berbagai tuduhan, terutama menyangkut asal mula virus dan tanggung jawab China dalam memberikan informasi kepada Badan Kesehatan Dunia (WHO).  Trump menuding WHO "terlalu dekat" dengan China dan mengabaikan laporan awal sebelum virus berbahaya ini menyebar ke seluruh dunia.

Trump juga menuding Covid-19 berasal dari laboratorium di Wuhan, China. Meski pernyataannya sering menuai kritik- bahkan dari dalam negeri, tetapi Trump tetap pada pendiriannya.  Terbaru, Trump mencuit melalui akun Twitter --nya, China harus bertanggungjawab atas "pembunuhan massal di seluruh dunia".

Awalnya, pemerintah China sangat keras dalam menanggapi berbagai tuduhan Trump dan koleganya. Bahkan sempat menyebut Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo "gila" karena mendukung teori Trump.  

Namun China mulai "melunak" setelah tekanan semakin dan bukan hanya datang dari Amerika. Terlebih setelah sejumlah negara, termasuk Indonesia, mendukung upaya penyelidikan independen dan komprehensif terhadap asal mula Covid-19 yang digalang Australia dan Uni Eropa.
China  yang sempat berang dan menuduh Australia tengah melakukan serangan politik, akhirnya iku mendukung penyelidikan dengan catatan menunggu virus hilang.

China, melalui Liu Dengfeng dari Komisi Kesehatan Nasional China, juga mengakui telah menghancurkan beberapa sampel di awal munculnya wabah.  Menurut Liu, penghancuran itu bukan untuk menghilangkan bukti seperti tuduhan Amerika, melainkan untuk keamaman laboratorium dan mencegah bencana yang disebabkan oileh patogen  tak dikenal.

Adalah pemimpin Komisi Kesehatan Nasional China DR Zhong Nanshan (NHC) yang akhirnya membuka tabir gelap yang salah satunya pernah dilontarkan Trump. Zhong mengakui ada keterlambatan memberikan informasi terkait data sebaran virus korona.

Namun Zhong memiliki dalih jika keterlambatan itu bukan "kebijakan" pemerintah China melainkan kelalaian otoritas lokal di Wuhan. Disebutkan oleh Zhong, sebenarnya sejak tanggal 20 Januari sudah diketahui virus korona dapat menular antar manusia. Namun otoritas Wuhan menutupinya. Angka positif yang tercatat selama berhari-hari hanya 41 orang padahal saat itu Covid-19 sudah mulai menyebar ke luar negeri.

Terlepas mana yang kelak terbukti, kita melihat cara bertahan China dari serangan cukup militan dan tidak ssegan-segan menyerang balik. Namun ketikia  "bukti-bukti" yang melandasi tuduhan mulai terkuak, dan terancam "dikucilkan", China melokalisir isu dengan menyalahkan otoritas lokal alias pemerintah daerah yakni Wuhan.

Pernyataan Zhong membantah adanya "kesengajaan" pemerintah China menyembunyikan data awal seperti yang dituduhkan. Kesalahan bukan berada di Beijing, melainkan otoritas Wuhan!

Cara mengelak dan melokalisir isu dengan melempar kegagalan kepada  pemerintah daerah, mungkin akan menginspirasi pemerintahan di  belahan dunia lainnya. Ketidakmampuan pemerintah pusat  dibebankan kepada pemerintah daerah atas nama demi menjaga citra negara.

Padahal dalam sistem hierarki kekuasaan, terlebih bagi China yang sentralistik, pemerintah daerah tunduk dan mengikuti arahan pusat. Sulit dipercaya otoritas Wuhan berani menahan data dan informasi kepada Beijing. Motifnya terlalu lemah.

Bagaimana di Indonesia? Data bantuan sosial dapat dijadikan contoh. Pemerintah pusat dengan mudah menuding kesalahan data ada di pemerintah daerah. Logika ini benar manakala situasinya normal.

Dalam kasus pandemi Covid-19 yang memunculkan banyak orang miskin baru, tidak elok melempar tudingan ke pemerintah daerah karena data warga miskin bertambah bukan hanya dalam hitungan bulan, namun hari. Warga yang semula masuk kategori sejahtera, mungkin saja mendadak miskin setelah usahanya ditutup atau di-PHK.

Beranjak dari itu pula, kita berharap andai (semoga tidak terjadi) penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) gagal, pemerintah pusat tidak menyalahkan pemerintah daerah.  

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun