Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Cerdiknya KPU Gagalkan Aksi 22 Mei

21 Mei 2019   09:40 Diperbarui: 21 Mei 2019   13:09 7767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua paslon peserta Pilpres 2019. Foto: KOMPAS.com/Kristianto Purnomo

Mungkin hanya segelintir orang yang tahu rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pemenang Pilpres 2019 di luar jadwal. Keputusan KPU berimbas pada rencana Aksi 22 Mei yang akan dilakukan pendukung Prabowo Subianto. Jika pun tetap terjadi, aksi tersebut hanya akan mendemo "piring kotor" karena pesta telah usai.

Sesuai jadwal yang selama ini beredar, penetapan pemenang Pilpres 2019 baru akan dilakukan tanggal 22 Mei. Tetapi sejatinya tanggal tersebut hanya batas akhir (deadline) dari rangkaian berjenjang rekapitulasi suara mulai dari tempat pemungutan suara, desa/kelurahan, kecamatan, dan seterusnya hingga KPU Pusat.

Dengan demikian tidak ada yang dilanggar ketika penetapan dilakukan tanggal 20, 21 atau bahkan sebelum tanggal itu selama proses rekapitulasi di semua tingkatan telah selesai. Tidak ada juga aturan yang membatasi waktu kerja KPU terkait rekapitulasi suara. Bisa dilaksanakan 8 jam per hari, namun juga bisa 24 jam nonstop. Tidak ada aturan baku yang mengatur hal itu.

Dari fakta-fakta itu maka penetapan pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019 dalam rapat pleno KPU Selasa (21/5) dinihari, setelah selesainya penghitungan suara Provinsi Papua sebagai provinsi terakhir yang direkap, hal yang lumrah dan tidak melanggar apa pun.

Tetapi menjadi menarik jika dikaitkan dengan rencana aksi pendukung pasangan nomor urut 02 Prabowo -Sandiaga Uno ke kantor KPU untuk menolak hasil penghitungan suara dan penetapan pemenang Pilpres 2019. Mereka memilih tanggal 22 Mei sesuai jadwal rapat pleno penetapan pemenang.

Tidak mengherankan jika kemudian muncul anggapan KPU sengaja memajukan pleno untuk menghindari demo massa pro Prabowo. Sebuah langkah yang sangat cerdik dan cukup mengejutkan, meski Ketua KPU Arief Budiman membantah adanya kaitan tersebut.

Terlepas ada tidaknya "konspirasi" di balik majunya penetapan pemenang pilpres, ada beberapa hal yang menarik untuk dikritisi.

Pertama, peran saksi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi yakni Aziz Subekti dan Didi Hariyanto yang ternyata tetap bertahan mengikuti proses rekapitulasi. Padahal sebelumnya BPN sudah mewacanakan akan menarik saksinya dari KPU.

Meski proses rekapitulasi tidak batal manakala tidak ada saksi dari peserta kontestasi, tetapi penarikan saksi bisa menghambat proses rekapitulasi dan memperbesar kecurigaan adanya “kecurangan” manakala proses tersebut tetap dilakukan tanpa kehadiran saksi lawan.

Tidak ada gunanya saksi BPN menyatakan menolak hasil pilpres usai rekapitulasi suara selesai karena hal itu tidak mempengaruhi apa pun. Ibarat berteriak di tengah gurun pasir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun