Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

3 Dampak yang Berpotensi Muncul Pasca Kemenag Keluarkan Daftar Mubalig

19 Mei 2018   08:22 Diperbarui: 20 Mei 2018   18:55 4994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ustad Abdul Somad. Foto: tribunnews.com

Mengejutkan. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais dan Ustad Abdul Somad, dai kondang asal Riau ternyata tidak masuk dalam daftar mubalig atau penceramah yang dikeluarkan Kementerian Agama. Nama Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab juga tidak muncul. Dikotomi kyai pemerintah versus kyai rakyat bakal mencuat dan dapat menimbulkan ketegangan yang sebenarnya bisa dihindari.

Rilis 200 nama penceramah yang direkomendasikan Kementerian Agama dilakukan kemarin sore. Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, ada tiga indikator yang digunakan untuk menilai penceramah sesuai kriteria Kemenag yakni memiliki kompetensi tinggi terhadap ajaran agama Islam, pengalaman yang memadai, dan terbukti memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi.

Menag mengaku melibatkan tokoh-tokoh agama, masyarakat dan ormas sebelum merilis 200 nama-nama yang dianggap memenuhi kriteria tersebut. Nama Ketua MUI Ma'ruf Amin, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Ketua PBNU Said Agil Siradj hingga Dedeh Rosidah atau yang dikenal sebagai Mamah Dedeh, termasuk di antara 200 nama yang lolos verifikasi.

Namun mengapa Amien Rais, Rizieq Shihab, dan Ustad Somad tidak ada dalam daftar penceramah yang direkomendasikan Kemenag. Apakah Kemenag tidak mengenal penceramah kondang ini atau mereka tidak lolos kriteria yang ditetapkan?

Lukman menjelaskan, daftar 200 nama penceramah yang direkomendasikan bersifat dinamis dan akan terus di-update. Kader PPP itu menambahkan, para penceramah yang belum ada dalam daftar bukan berarti dilarang melakukan ceramah. Masyarakat juga tidak wajib memakai penceramah yang sudah didaftar tersebut.

Lalu untuk apa dilakukan verifikasi terhadap mubalig?

"Kami banyak mendapat pertanyaan dari sejumlah kalangan terkait kebutuhan untuk bisa mendapat penceramah yang baik," ujar Lukman seperti dikutip dari KOMPAS.com.

Bagaimana tanggapan ustad yang tidak masuk list Kemenag? Mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Bachtiar Nasir tidak terlalu mempersoalkan hal itu. Meski demikian, Nasir akan melakukan klarifikasi. Nasir pun pesimis Kemenag sanggup mendata seluruh penceramah yang jumlahnya sangat banyak karena untuk melakukan verifikasi membutuhkan proses dan waktu yang lama.

Kita sepakat, terhadap penceramah yang ilmunya pas-pasan dan memprovokasi jamaahnya dengan paham radikal hasil tafsir keliru terhadap kitab suci, harus ditindak. Namun kita pun berharap pernyataan Menag tidak bias, dalam artian tidak ada kepentingan yang disembunyikan. Sebab pendataan mubalig bukan isu baru. Sejumlah kalangan sempat menentang ketika Kemenag mewacanakan hal itu, awal 2017 lalu.

Ada tiga hal yang harus diwaspadai di balik "pengesahan" mubalig oleh Kemenag. Pertama, akan muncul dikotomi penceramah pemerintah dan penceramah liar karena tidak ada di daftar Kemenag.

Bagaimana jika kelak ada ustad yang digandrungi masyarakat namun tidak bisa memenuhi satu atau dua kriteria yang ditetapkan Kemenag? Meski tetap diperbolehkan berceramah, tapi tentu akan mencoreng wajah Kemenag karena kriteria yang dibuatnya tidak sesuai "aspirasi" umat.

Kedua, rawan ditunggangi kepentingan politik. Pengertian "komitmen kebangsaan yang tinggi" bisa dipelintir sebagai dukungan terhadap pemerintah. Saat ini saja, penceramah yang kerap menyerang kebijakan pemerimtah dianggap "musuh bangsa" oleh sebagian kalangan. 

Sebagai contoh, bagaimana sikap Kemenag terhadap penceramah yang mengulas soal politik di masjid yang sebelumnya telah "dilarang" oleh Presiden Jokowi namun diperbolehkan oleh Majelis Ulama Indonesia? Akankah ustad model ini dianggap tidak memenuhi kriteria "memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi"?

Ketiga, mendistorsi peran tokoh agama yang selama ini menjadi panutan dan bahkan guru ngaji para calon mubalig. Bukankah belum tentu penceramah yang sudah selesai berguru kepada kyai khos dan sudah "dibaiat" sebagai ustad, otomatis lolos verifikasi di Kemenag? Misalnya karena dia belajar nonformil dan gurunya tidak memiliki lembaga formil sehingga tidak bisa mengeluarkan "ijazah" kepada santrinya untuk memenuhi syarat "kompetensi". Hal-hal seperti ini juga harus dipikirkan dengan baik agar kelak tidak menimbulkan masalah.

Dan jika tetap akan dipaksakan, Kemenag harus lebih dulu steril dari kepentingan agama terkait mazhab individu yang menangani urusan tersebut, dan juga politik praktis. Jangan sampai ustad yang lolos verifikasi mayoritas "berkiblat" ke partainya Menteri Agama atau partai penguasa. Lebih parah lagi jika hanya penceramah dari mazhab tertentu yang diloloskan.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun