Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menimbang Modal Politik Veronica Tan

24 Mei 2017   02:19 Diperbarui: 24 Mei 2017   14:39 4391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tampil dengan rambut (lebih) pendek, dan tangis yang menyayat, Veronica Tan mampu menyihir emosi publik. Tangis tulus seorang istri yang begitu trenyuh membaca larik-larik suara hati suaminya, Basuki Tjahaja Purnama, yang tengah mendekam di rumah tahanan Mako Brimob Depok, Jawa Barat. Tanpa mengurangi rasa simpati, tangisan Veronica bisa menjadi modal berharga ketika kelak dirinya melangkah ke mimbar politik.

Veronica Tan bukan tipe istri pejabat yang pasif dan hanya menjalankan peran karena “terpaksa”. Sebagai ketua Tim Penggerak PKK Provinsi DKI Jakarta, Veronica berupaya mengubah stigma anggota PKK sebagai “perempuan kurang kerjaan” menjadi lebih produktif dengan dilibatkan pada kegiatan-kegiatan yang di luar ruangan.  Salah satunya gagasan Veronica yang cukup fenomenal adalah membangun “supermarket” PKK di taman-taman publik.

Veronica juga rajin mengikuti rapat-rapat kerja di Balai Kota. Akibatnya, tudingan miring sempat menerpa karena dianggap intervensi pada kebijakan Pemprov DKI karena secara struktural, Veronica bukan pegawai yang memiliki kapasitas untuk mengikuti rapat-rapat tersebut. Salah satu yang mencuat dan ramai adalah dugaan intervensi Veronica pada kebijakan revitalisasi Kota Tua.

Namun Ahok membiarkan dan membela Veronica, meski pada beberapa kesempatan juga “memarahinya”. Satu satu video yang diunggah di Youtube, menjadi bukti bagaimana Ahok tidak ragu-ragu memberikan sindiran tajam kepada istrinya sehingga Veronica langsung meninggalkan ruang rapat.

Terlepas dari kontroversi yang mengiringi, Ahok secara sadar telah memberikan ruang kepada Veronica untuk berkiprah lebih jauh. Bukan mustahil, Ahok juga sudah menyiapkan Veronica untuk menjadi “penerus” kiprahnya di blantika politik anah air. Kesempatan itu kini terbuka lebar karena Veronica telah memiliki modal politik yang cukup berharga. Para politisi yang jeli pasti tidak akan ragu-ragu untuk menggandeng Veronica maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah, bahkan presiden.

Mari kita lihat modal politik Veronica Tan.

Pertama, representatif Ahok. Setelah Ahok kehilangan kesempatan untuk berlaga pada pilpres 2019, para pendukungnya tentu membutuhkan sosok lain untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Ahok memang memiliki peluang untuk bebas bersyarat pada pertengahan tahun 2018 dengan catatan jaksa penuntut mencabut permohonan banding sebagaimana yang dilakukan Ahok sehingga putusan 2 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Utara langsung inkrah. Dengan demikian Ahok bisa mendapatkan remisi Natal 2017. Jika remisi tersebut berdurasi 3 bulan (angka moderat dari kelaziman masa remisi antara 1-6 bulan), maka Ahok hanya perlu menjalankan masa hukuman selama 2/3 dari 21 bulan alias hanya 14 bulan.

Namun sulit bagi Ahok untuk kembali ke gelanggang politik nasional, kecuali menjadi anggota legislatif atau kepala daerah di wilayah yang penduduknya mayoritas non Muslim. Hanya saja langkah tersebut terlalu beresiko. Di samping mendegradasi kepasitasnya yang sudah menasional, bahkan internasional, tetapi juga membawa beban moral yang sangat tinggi karena jika sampai kalah makan akan menuai cibiran bukan hanya kepada dirinya, tetapi juga pengikutnya di daerah lain.

Satu-satunya jalan untuk menampung suara pendukungnya adalah dengan memajukan Veronica. Sangat mungkin PDI Perjuangan mau mendukung duet Jokowi-Veronica. Meski tidak mudah karena Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tentu ingin mendorong Puan Maharani ke level yang lebih tinggi, tetapi kemungkinan itu lebih besar dibanding duet Jokowi-Ahok.

Kedua, smart, muda dan cantik. Jika smart masih mungkin diperdebatkan, karena tolok-ukurnya berbeda-beda, tetapi dua hal yang terakhir sulit untuk dibantah. Perempuan kelahiran Medan 14 Desember, 41 tahun lalu itu, masih cukup untuk muda untuk memulai kiprah politik.

Ketiga, pengalaman. Veronica sudah kenyang pahit-manis politik karena sudah mendampingi Ahok sejak masih menjadi Bupati Belitung Timur, anggota DPR/DPRD, hingga Wakil Gubernur dan Gubernur DKI Jakarta. Terlebih, seperti sudah disinggung di atas, Ahok memang cenderung memberi kesempatan kepada istrinya untuk membantu dan terlibat secara aktif dalam urusan pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun