Dewasa ini media sosial memang telah merubah cara berinteraksi antar manusia. Media sosial mampu mendekatkan yang jauh, namun tak jarang juga menjauhkan yang dekat karena terlalu asyiknya berselancar di media sosial hingga melupakan keberadaan orang-orang di sekelilingnya.Â
Media sosial pun memiliki banyak kegunaan mulai dari sekadar menyapa teman lama yang jarang bertemu, bergabung dengan berbagai komunitas yang sesuai dengan hobi, hingga mencari pasangan.
Bahkan untuk poin yang terakhir, media sosial kerap digunakan untuk melakukan kegiatan mencari tahu atau stalking orang-orang yang kita sayang atau bahkan baru sekadar calon pasangan kita. Karena lewat media sosial itulah setiap kegiatan bahkan kepribadian tiap orang bisa dengan mudah ditemui, terlebih jika orang tersebut cukup aktif bermedia sosial.
Adalah You, sebuah serial televisi yang kemudian membahas fenomena stalking di sosial media dalam balutan thriller yang segar serta tak lupa menyindir aktifitas sosial media yang jamak dilakukan banyak orang. Ditayangkan pertama kali pada Lifetime Channel, Netflix akhirnya mengambil alih penayangan season 1 dan kemungkinan season-season berikutnya sejak tahun 2018 lalu.

Namun apakah serialnya juga semenarik novelnya? Jujur, karena saya baru membaca beberapa bab dalam novelnya setelah menyelesaikan serial ini, maka saya belum bisa membandingkan sepenuhnya kualitas serial dengan novelnya. Jadi tulisan ini hanya sekadar membahas serialnya saja.
So, berikut poin-poin pembahasan serial yang sayang untuk dilewatkan ini.
Sinopsis
Hari demi hari kemudian diisi Joe dengan mencari tahu siapa Beck ini lewat laman media sosial miliknya. Hingga waktu berlalu dan pertemuan mereka selanjutnya pun tak terelakkan.
Saling tertarik satu sama lain membuat mereka akhirnya berpacaran dan menjalani kisah cinta yang tak hanya romantis namun juga erotis. Begitu membaranya hubungan mereka hingga membuat Joe begitu posesif dan terobsesi dengan segala gerak-gerik Beck. Joe tak mau kehilangan Beck.
Namun di satu sisi Beck semakin merasa ada yang aneh dari diri Joe. Sesuatu yang begitu menakutkan dan berbeda dari Joe yang pertama kali dikenalnya. Terlebih ketika satu per satu teman dekatnya mulai menghilang tanpa sebab yang jelas. Beck pun harus segera mencari tahu sebelum semuanya terlambat.
Thriller yang Segar dan Berbeda
Beruntung novel ini diadaptasi ke dalam serial televisi bukan film. Karena tentu saja, detail dan perkembangan masing-masing karakter pada novel lebih bisa dimaksimalkan pada serial televisi yang memiliki banyak episode dibanding film yang hanya sekitar 2 jam. Jika saya boleh membandingkan, detail dan dinamika serial ini mirip dengan serial thriller Fargo yang sudah mengudara sebanyak 3 season.
Begitupun pada serial ini. Meskipun sejak awal kita sudah diperkenalkan dengan sosok Joe yang agak bermasalah dengan kepribadiannya, namun dengan cerdasnya serial ini juga membawa kita untuk sedikit bersimpatik kepada tokoh Joe ini. Ada kebaikan dalam dirinya yang sejenak membuat kita berpikir dan bertanya, mungkinkah dia tokoh antagonis utama serial ini?


Antara Literasi dan Realita Media Sosial
Untuk itulah di sepanjang film kita akan menerima banyak referensi judul bacaan, tampilan cover buku-buku klasik langka, nama penulis populer bahkan quotes dari buku klasik semisal Wuthering Heights, Count of Monte Cristo hingga buku-buku karya Dan Brown. Bahkan narasi yang disampaikan melalui voice over Joe Goldberg di beberapa adegan juga begitu indah dan terkadang cukup romantis. Ya bisa dibilang Joe Goldberg memiliki intelektual literasi seperti Dilan, namun versi dewasa dan psikopat heuheuheu.
Bahkan fenomena writer's block hingga potret negatif industri buku di Amerika benar-benar disampaikan secara blak-blakan di serial ini. Tak hanya sekadar menyampaikan, namun juga sekaligus menyindir banyak penerbit buku yang nakal dan kerap memanfaatkan para penulis pemula. Ya, sepertinya cocok untuk disaksikan kompasianer yang tertarik terjun secara penuh ke industri buku dan penulisan, heuheu.

Pun sindiran terhadap kehidupan ganda yang kerap terjadi pada pengguna media sosial juga menjadi sorotan pada serial ini. Bagaimana banyak orang saat ini sibuk menampilkan citra terbaik padahal sebenarnya batinnya tersiksa melakukan hal-hal tersebut karena tak sesuai dengan jati diri. Privasi tak lagi terjaga dan kehidupan tak lagi bisa biasa, hanya demi aktualisasi diri di dunia maya.
Penampilan Brilian Para Pemain
Begitu seriusnya serial ini digarap juga dibuktikan dengan kualitas visual pada film ini yang cukup memukau. Tak hanya dari sisi sinematografi dan penggunaan tone warna yang cukup detail, dari tampilan visual kala mengakses media sosial pun ditampilkan dengan sangat baik.Â
Tampilan kala melakukan kegiatan stalking sekilas mirip tampilan pada film Searching. Kita disuguhi satu layar penuh media sosial sambil mengikuti apa yang sebenarnya ingin dilakukan si tokoh tersebut. Cukup menarik dan menimbulkan ketegangan bahkan rasa ingin tahu lebih, kala mengikuti alur yang disajikan.
Penutup
Kita dibiarkan ikut larut dalam setiap kisah di masing-masing episode hingga tak sabar untuk terus mengikuti episode lanjutannya. Maka tak heran banyak orang (seperti saya juga,heuheu) yang sengaja menghabiskan satu hari menyelesaikan 10 episode serial ini hanya demi mengetahui endingnya akan seperti apa.
Plot twist di akhir season yang sangat-sangat menggantung juga dipastikan akan membuat siapapun yang menontonnya akan kesal dan tak sabar menunggu season berikutnya. Ya, ibaratnya ditinggal waktu masih sayang-sayangnya. Sakit tapi tak berdarah, heuheuheu.

Berhubung masih 1 season dan hanya 10 episode, maka belum terlambat menyaksikan serial ini sambil menunggu season 2 yang kabarnya segera rilis pertengahan tahun ini.
Skor: 8/10
Selamat menonton. Salam Kompasiana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI