Berbicara tentang film dokumenter khususnya dokumenter olahraga rasanya tidak akan pernah ada habisnya. Mulai dari cabang olahraga populer seperti sepakbola, basket, rugby, hingga balap sepeda semua memiliki sajian dokumenternya.Â
Entah membahas tentang sejarah cabang olahraganya itu sendiri, atlet berprestasi, atau bahkan membahas event khusus seperti piala dunia dan sebagainya. Banyak dari film tersebut yang memorable dan tentu saja menginspirasi siapapun yang menontonnya.
Namun tidak seperti film dokumenter olahraga pada umumnya, film dokumenter yang menyajikan kisah atlet difabel sejatinya tidak begitu banyak. Murderball menjadi salah satu film dokumenter atlet difabel terbaik. Murderball Menyajikan kisah atlet Amerika Serikat yang berjuang di gelaran Paralympic di Athena, Yunani tahun 2004 lalu pada cabang olahraga quad rugby.Â
13 tahun sejak Murderball dirilis, akhirnya pada tahun ini kita kembali disuguhi sajian dokumenter atlet difabel lainnya yang tak kalah inspiratif. Namun kali ini datang dari cabang olahraga gulat. Zion merupakan judul film dokumenter tersebut yang juga diambil dari nama tokoh sentral yang ada di film tersebut.
Zion Clark sendiri merupakan atlet peraih medali emas di gelaran Paralympic tahun 2016. Namun justru bukan gulat yang dimenangkannya, melainkan balap kursi roda di nomor 100 dan 400 meter. Film Zion sendiri bukan mengisahkan dirinya kala menjuarai Paralympic, film ini memulai cerita masa muda Zion di dunia gulat tingkat SMU hingga tingkat Distrik, cabor pertama yang digelutinya secara serius, jauh sebelum menyandang status juara Paralympic 2016.
Sinopsis
Zion Clark lahir di Columbus, Ohio pada tahun 1997. Dia mengalami Caudal Regression Syndrome, yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan organ tubuh bagian tengah sampai bawah. Karena kondisinya tersebut, Zion pun lahir tanpa kedua kakinya.Orangtuanya tidak menerima kondisinya, sehingga Zion pun diserahkan ke panti asuhan untuk diadopsi.
 Bakat Zion di cabang olahraga gulat memang sudah terlihat sejak usia 2 tahun. Sejak saat itu pula lah, Zion terus menekuninya dan fokus di olahraga gulat hingga masuk ke sekolah menengah atas di Massillon Washington High School.
Dan perjuangannya untuk menjadi juara lah yang kemudian ditampilkan sebagai menu utama pada film dokumenter ini.Â
Film Dokumenter yang Berbeda
Namun bukan berarti singkat tidak memiliki isi, justru dibalik singkatnya durasi film ini, Zion menyajikan cerita yang padat dan informatif. Jadi 11 menit pun kita sudah dapat banyak sekali informasi menarik yang dibutuhkan dan patut diketahui, meskipun memang di beberapa scene masih menimbulkan banyak pertanyaan karena durasi yang kurang untuk memberikan gambaran detail dari adegan tersebut.
Yang kedua, tampilan sinematik film ini sungguh luar biasa. Efek perpindahan antar adegan, efek slow motion hingga penggabungan adegan dengan footage asli pun sangat memanjakan mata penontonnya dan meningkatkan unsur dramatis.
 Tidak banyak memang film dokumenter olahraga yang saya saksikan, namun bisa saya pastikan tampilan sinematik Zion merupakan salah satu yang terbaik. Tampilannya membuat kita merasa sedang tidak menyaksikan tayangan dokumenter, namun seperti menyaksikan iklan olahraga brand Nike yang terkenal dengan iklan sinematiknya. Sangat menarik.
Part Zion yang Menginspirasi
"No Excuses", begitu bunyi tatonya. Tulisan pada tatonya diambil dari buku inspiratif karya Kyle Maynard, yang juga terlahir dalam kondisi serupa dengan Zion. Tentu saja tato ini menjadi penyemangat bagi Zion untuk terus berprestasi.
Ada satu kalimat yang sangat menginspirasi dan cukup memorable di film ini, yang coba saya sadur ke bahasa Indonesia sebagai berikut ;Â
"Saya tidak mengetahui apa artinya Zion, yang saya tahu itu adalah nama gunung di Alkitab, gunung yang besar dan kuat. Saya pun harus menjadi seperti itu."
Kekurangan Film Zion
Sebenarnya agak sulit menyebutkan kekurangan film dokumenter ini. Karena apa yang ditampilkan film dokumenter ini sudah lebih dari cukup menurut saya pribadi. Sinematik yang keren dan informasi yang padat sudah mampu ditampilkan di sepanjang film.
Hanya saja, di beberapa adegan terasa kurang lengkap karena memang terhalang durasi. Namun itupun sejatinya tidak mengurangi esensi menonton film ini.
Zion untuk Asian Para Games 2018
Tidak berlebihan jika saya mengatakan bahwa film ini sangat cocok untuk menyambut gegap gempita gelaran Asian Para Games 2018 yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
Bagi kita sebagai penonton dan pendukung gelaran Asian Para Games, film ini mampu meningkatkan keinginan kita untuk menyaksikan dan mendukung secara langsung atlet-atlet yang berlaga di gelaran Asian Para Games kelak. Saya pribadi pun jadi ingin menyaksikan langsung perjuangan para atlet difabel yang antusias membela bangsanya, setelah larut dalam rasa bangga dan haru usai menyaksikan Zion.
Penutup
Apa yang ditampilkan Zion dalam film ini mampu membuat segala keterbatasannya menjadi tampak sangat sempurna. Semangat dan fokusnya membuat Zion patut menjadi contoh bagi kita yang dianugerahi anggota tubuh yang sempurna. Dan bagi para penyandang disabilitas lainnya, Zion mampu membakar semangat untuk terus hidup dan berkarya tanpa memperdulikan segala kekurangan yang ada.
Pada akhirnya cobalah menonton Zion apalagi bagi teman-teman yang juga berlangganan layanan Netflix. Luangkan 11 menitmu, dan rasakan kisah inspiratif yang menyentuh sekaligus menggugah rasa bangga.
Salam kompasiana.