Aku membagikan tugas di hari Jumat untuk dipelajari selama hari-hari di rumah, Sabtu dan Minggu. Di hari Senin, mereka akan melaksanakan tugas itu secara bertanggung jawab penuh. Dan ternyata ia tidak melakukan kesalahan apapun.
Selesai melaksanakan tugas baru dia datang kepadaku dan menyampaikan ucapan terima kasih. Ia datang dengan orangtuanya (mamanya). Saat itulah aku diberitahukan bahwa tugas itu sudah diidamkannya sejak lama tapi tidak pernah diberi. Dan aku orang pertama yang mempercayakannya. Dan dia sangat bangga dengan tugas itu. Sejak saat itu ia menjadi orang yang percaya diri.
Tidak Menghina
Sekiranya aku tak mampu memberitahukan kelebihannya, aku akan berusaha untuk tidak menghina. Atau aku menghindari sikap merendahkan orang. Sebab ketika menghina atau merendahkan orang, itu sudah merusak percaya dirinya. Malah sudah menghancurkan harkat kemanusiaan seseorang.
Aku pernah mendengar argumentasi bahwa untuk membangkitkan seseorang, hina atau rendahkan. Dengan begitu ia kan bangkit memperbaiki kehinaannya. Mungkin benar menurut orang itu. Tapi bagiku, ucapanku adalah doa yang memiliki kekuatan. Ia memiliki kekuatan mencipta yang dahsyat.
Bila ucapan adalah doa yang mendobrak, berhati-hatilah dalam berucap. Bertekadlah mengeluarkan kata-kata yang membangun bukan sebaliknya apalagi asal bicara. Orang Jakarta bilang: Asal nyablak. Kenapa? Sebab sesudah kita mengucapkannya, biasanya ia akan maujud. Dia berubah menjadi kenyataan.
Melarang Orang Menghina/Merendahkan
Kebiasaan kita yang tak terkontrol adalah secara spontan merendahkan atau menghina orang yang keliru. Bila seseorang salah mengucapkan atau melakukan sesuatu ia akan mendapat hinaan atau ejekan. Karena dengan bersikap seperti itu, kita merasa diri lebih hebat. Padahal belum tentu ia mampu ketika berada di posisi itu.
Nah, sebagai guru aku melarang anak menertawai apalagi menghina anak lain yang membuat kekeliruan. Biasanya kubilang: "Kalau ada teman yang tidak bisa (menjawab atau melakukan), tidak boleh ditertawai. Kalau ada, yang tertawa saya suruh menggantikan yang membuat kesalahan tadi."
Hal menertawakan bukan hanya dominasi anak-anak. Justru lebih banyak orang dewasa yang melakukannya. Entah dengan maksud sengaja ataupun tidak. Menurutku, orang dewasalah yang harus mampu menahan diri dari menertawakan orang yang keliru.
Lewat Yel-yel