Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tragedi Grogol

2 Agustus 2020   14:57 Diperbarui: 2 Agustus 2020   14:53 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Aku mulai mengajar ketika usiaku menginjak sembilan belas tahun. Pada waktu itu aku baru memasuki semester lima di FPOK-IKIP Jakarta. Tepatnya pada bulan Juli. Awal tahun ajaran delapan lima delapan enam. Ini merupakan awal karir keguruanku.

Aku mengajar dengan alasan: (1) mencari pengalaman sebelum lulus, dan (2) karena aku membutuhkan uang untuk bertahan hidup. Waktu itu aku ditawari oleh Drs. Abner Bangu Radjah untuk menggantikannya. 

Abner adalah kakak kelasku sejak di SGON Kupang dan di kampus FPOK-IKIP Jakarta. Ia sendiri mengajar Penjaskes (Pendidikan Jasmani dan Kesehatan) di SMPK 2 Penabur yang beralamat di jalan Pembangunan, Jakarta Barat.

Lokasinya di samping gedung Gajah Mada Plaza. Kemudian ia pindah ke SMPK Penabur Sun Rise, Jakarta Barat. Dan terakhir sampai pensiun di SMPK Penabur Gading Serpong, Tangerang, Banten. Bung Abner, demikian aku memanggilnya pensiun tahun dua ribu sembilan belas. 

Tempatku mengajar berlokasi di Teluk Gong, Jakarta Barat. Tempat tinggalku di Rawamangun, Jakarta Timur. Maka, untuk menempuh jarak Rawamangun -- Teluk Gong aku membutuhkan waktu sekitar satu jam lebih.

Nama sekolah tempatku bergabung adalah SMEA Bethel. Bernaung di bawah bendera Yayasan Ora Et Labora. Bangunan sekolahnya berada di belakang bioskop Fajar. Kalau dari arah Kota ke Pesing sesudah jembatan layang kali jodoh di kanan jalan.

Di sekolah ini aku hanya mengajar selama satu semester. Ya, aku hanya mengajar enam bulan karena kesibukan kuliah yang lumayan padat. Kondisi kuliah yang memerlukan perhatian dan konsentrasi optimal. Aku memilih dan memutuskan berhenti mengajar.

Dari hasilku mengajar selama enam bulan itu, aku membeli sebuah jam tangan seharga dua puluh lima ribu rupiah dari gaji pertamaku. Besar upahku sebulan adalah tiga puluh ribu rupiah ditambah susu bubuk satu dus seberat satu kilogram. Itu saja. Lumayan untuk menambah gizi.

Ada satu pengalaman pahit yang aku alami sewaktu mengajar di sekolah ini. Pengalaman yang tak akan pernah aku lupakan. Pengalaman yang cukup tragis. Pengalaman yang hampir merenggut nyawaku.

Hari itu aku harus mengajar renang di kolam renang Pluit, Jakarta Utara. Aku hanya punya waktu sempit karena harus mengikuti kuliah dahulu. Untuk mengatasi mengejar waktu aku pinjam motor teman. Namanya Theny Pattikawa.

Ia tidak sempat menyelesaikan studinya di FPTK-IKIP Jakarta karena kesibukannya. Sebagai orang Ambon, ia memiliki penampilan dan suara yang keren. Penampilan dan suara yang diidolakan banyak wanita. Sampai kini aku tidak tahu di mana rimbanya.

Sewaktu kuliah kami sempat membentuk grup musik dengan nama Trio Petra. Trio ini beranggotakan Theny Pattikawa, pemain gitar utama dan menyanyi dengan suara alto. Almarhum Oktovianus Fufu sebagai lead vocal atau sopran. Dan aku sendiri sebagai pemain gitar kedua plus nyanyi dengan suara tenor.

Aku berangkat dari Rawamangun dengan mengendarai motor Theny. Aku menuju kolam renang Pluit melalui rute: Cempaka Putih, Senen, Harmoni, Roxy dan Grogol. Untuk selanjutnya aku akan belok kanan ke arah yang kutuju.

Sampai di lampu merah di kolong jembatan layang Grogol aku stop. Aku berada paling depan di belakang zebra cross. Aku mengambil lajur paling kanan untuk kemudian berbelok ke arah Pluit, Jakarta Utara.

Ketika motor kuarahkan ke kanan tiba-tiba tanpa kuduga sebuah truk tanah dengan kecepatan tinggi menyerempet menyeretku dari sebelah kanan. Untung aku masih mempunyai refleks yang baik. Aku melompat melewati stang motor lalu jatuh berguling di aspal.

Aku selamat dari maut. Hanya jaket satu-satunya yang kumiliki yang melekat di badan yang agak lecet. Jaket training almamater ini lecet di bagian yang membungkus tulang belikat kanan. Motor yang kukendarai lumayan hancur. Tuhan menyelamatkan aku.

Agak tertatih aku melangkah berjalan menuju motor yang terlempar cukup jauh. Kustater dan melanjutkan perjalanan walaupun dengan kondisi badannya yang agak miring. Aku berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi motor yang tidak normal.

Aku seperti seorang petinju yang habis terkena KO. Sedang berusaha berdiri setelah hitungan ke sembilan untuk melanjutkan pertarungan. Demikianlah motor itu berjalan dalam keadaan setengah sadar. Ia terseok sempoyongan merayap membawa diriku.

Keesokan harinya baru terasa pegal seluruh tubuhku. Padahal tak ada yang lecet sedikit pun di badan. Rasa sakit itu semakin menjadi karena di kolam renang ternyata tak ada satupun anak murid. Sial! Mau untung, malah buntung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun