Mohon tunggu...
Yolanda Ayu
Yolanda Ayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan

Artikelku

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Jihad Berkedok Bom Bunuh Diri Bukanlah Identitas Bangsa Indonesia

8 April 2021   15:57 Diperbarui: 8 April 2021   16:01 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bangsa Indonesia merupakan bangsa besar yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, dan ras. Para pendiri bangsa sadar jika hal tersebut dapat menimbulkan sebuah konflik karena adanya perbedaan pandangan dan budaya, oleh karena itu mereka menciptakan suatu ideologi yang dinamakan Pancasila.  Pancasila sendiri memiliki 5 makna penting dan salah satu diantaranya adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian dan keadilan tanpa membedakan suku, agama, dan ras tertentu.

Ditengah-tengah perbedaan tersebut, sejatinya ikatan kekeluargaan dan kebersamaan di Indonesia lebih dihormati dan dihargai daripada kepentingan pribadi. Identitas bangsa Indonesia seharusnya adalah berbeda-beda tetapi tetap satu, namun konfik SARA selalu menjadi masalah kebangsaan yang harus dihadapi Indonesia setiap tahunnya. Salah satu masalah kebangsaan yang perlu diperhatikan yaitu adalah radikalisme.

Radikalisme adalah suatu paham yang dibuat berdasarkan agama, sosial dan politik yang bertujuan untuk mengubah pemahaman dan ideologi yang ada dengan menggunakan kekerasan dan paksaan. Aksi radikalisme juga membuat munculnya aksi terorisme yang saat ini tengah marak terjadi di negara Indonesia.

Radikalisme tidak memandang gender serta usia, siapapun dapat terkena dan menjadi pengikut baik secara langsung maupun tidak langsung terutama para generasi muda yang memiliki pemahaman agama yang rendah.

Baru-baru ini terjadi aksi radikalisme agama yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab di depan Gereja Katedral Makassar. Entah apa yang dipikirkan orang tersebut hingga memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan bom bunuh diri. Ironisnya, perilaku yang bertentangan dengan ajaran agama tersebut justru dianggap sebagai jihad.

Aksi teror tersebut sudah jelas tidak mencerminkan nilai-nilai tentang kemanusiaan apalagi agama. Ideologi yang menyesatkan seperti ini telah menghilangkan akal logika seseorang yang akhirnya dapat menyebabkan seseorang tidak tahu mana perilaku dan ajaran yang baik dan mana yang buruk. Tidak lama dari aksi tersebut, muncul Kembali aksi radikalisme yang dilakukan oleh seorang wanita. Wanita tersebut masuk ke Mabes Polri dengan membawa senjata pistol.

Paham yang ada di masyarakat saat ini merupakan paham yang tidak sesuai dengan paham negara Indonesia yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan meskipun bukan berasal dari suku, agama, ras, dan golongan yang sama. Adanya hak kebebasan berpendapat dan menjalankan apa yang ingin dijalankan merupakan hal yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Namun dengan adanya hak kebebasan tersebut tidak serta merta harus menghilangkan hak hidup dari orang lain, hak menganut kepercayaan dan hak dipandang yang baik di hadapaan lingkungan sosial.

UU No. 5 Tahun 2008 menjelaskan bahwa "Setiap Orang yang memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme dan dengan sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan yang dapat mengakibatkan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun"

Meskipun sudah terdapat hukum yang jelas mengenai pelarangan aksi radikalisme dan terorisme, tetapi masih ada saja pihak-pihak yang melakukan aksi tersebut. Maka dari itu, sudah seharusnya seluruh elemen masyarakat baik pemerintah maupun masyarakat harus terus menjunjung tinggi hukum yang ada supaya tindakan radikalisme dapat diatasi.

Mereka yang dinyatakan bersalah harus mendapatkan hukuman yang tegas tanpa terkecuali mesikupun itu pejabat, Ulama, atau tokoh masyarakat. Petugas kepolisian sebagai penjaga keamanan publik tidak perlu takut dan ragu terhadap kelompok radikal. Keraguan dari penegak hukum untuk menindak tegas pelaku teror dapat membuat pelaku teror terus mengulangi aksinya tersebut.

Bagi mereka yang memiliki potensi  untuk menjadi kelompok radikal harus segera diantisipasi dan diluruskan pemahamannya dari awal. Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama dapat berkolaborasi untuk menciptakan sistem pendidikan yang efektif terutama untuk memberikan pemahaman mengenai pluralisme dan makna-makna keagamaan seperti jihad pada pendidikan formal dan non formal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun