Ketegangan global semakin meningkat. Konflik Rusia--Ukraina tak kunjung usai, isu Taiwan dan Laut China Selatan memanas, sementara Timur Tengah kembali berdarah. Banyak analis mulai menyebut bahwa dunia sedang bergerak menuju potensi Perang Dunia Ketiga.
Di tengah kekacauan geopolitik ini, Indonesia berada dalam posisi yang sulit: tetap mempertahankan politik bebas aktif, atau ikut terseret dalam pusaran kepentingan blok besar dunia?
Sebagai negara dengan sejarah kuat dalam diplomasi damai---mulai dari Konferensi Asia Afrika hingga Gerakan Non-Blok---Indonesia seharusnya tampil sebagai jembatan dialog antarnegara, bukan sekadar pengamat pasif. Netralitas tidak berarti diam. Justru saat dunia membelah diri, Indonesia harus bersuara lebih lantang untuk perdamaian.
Namun di sisi lain, Indonesia juga harus memperkuat ketahanan nasional: pangan, energi, militer, dan digital. Perang modern bukan hanya soal senjata, tapi juga propaganda dan sabotase siber.
Dunia memang gelisah. Tapi sejarah menunjukkan, negara yang mampu menjaga prinsip dan ketahanan akan tetap berdiri, bahkan saat kekuatan besar runtuh. Kini saatnya Indonesia menegaskan sikap: berpihak pada perdamaian dan kemanusiaan, bukan dominasi kekuasaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI