Mohon tunggu...
Yolanda
Yolanda Mohon Tunggu... Mahasiswa Aktif Prodi Ilmu Pemerintahan, Universitas Jambi

Dinamis, humoris, fleksibel(ekstrovert/introvert) dengan jiwa seni dan petualangan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Proyek Waste-to-Power: Antara Harapan dan Tantangan Indonesia Kelola Sampah

2 Oktober 2025   23:45 Diperbarui: 3 Oktober 2025   00:22 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Danantara Indonesia (Sumber: Wikipedia.org)

Sampah sudah lama menjadi persoalan serius di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup, total sampah yang dihasilkan di tingkat nasional bisa mencapai lebih dari 60 juta ton setiap tahunnya. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan menghadapi situasi darurat TPA yang penuh sesak, sementara masyarakat masih kesulitan memilah sampah dari rumah tangga. Di sisi lain, kebutuhan listrik juga terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk, industri, dan digitalisasi. Dalam kondisi inilah, pemerintah melalui Danantara — sebuah lembaga investasi negara yang baru diluncurkan, mengumumkan akan membangun proyek Waste-to-Power atau sampah menjadi listrik.

Sekilas, ide ini terdengar sangat menarik. Bayangkan, sampah yang biasanya menumpuk di TPA bisa di ubah menjadi energi listrik yang berguna untuk masyarakat. Dua masalah besar terselesaikan sekaligus: sampah berkurang dan pasokan listrik bertambah. Lebih dari itu, proyek ini sejalan dengan target global energi terbarukan dan bisa memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang serius mengembangkan solusi ramah lingkungan. Jika dikelola dengan baik, proyek ini berpotensi membuka lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, dan mengurangi ketergantungan pada batu bara. 

Namun, antusiasme tidak boleh mengalihkan kita dari tantangan yang ada. Pengolahan sampah menjadi energi bukanlah proyek yang sederhana. Teknologinya mahal, operasionalnya rumit, dan yang paling penting, butuh sistem pengelolaan sampah yang disiplin. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa pemisahan limbah di Indonesia masih sangat jauh dari harapan. Masyarakat masih belum terbiasa memilah sampah organik, plastik, dan logam sejak dari rumah. Akibatnya, sampah yang terkumpul di TPA bercampur aduk dan sulit diolah. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi, mesin Waste-to-Power bisa tidak optimal atau bahkan mangkrak.

Selain itu, kita juga perlu memperhatikan aspek transparansi dan akuntabilitas. Proyek ini melibatkan dana investasi yang sangat besar, mencapai miliaran dolar AS. Dalam sejarah pembangunan di Indonesia, tidak jarang proyek megah berakhir sia-sia karena kurangnya pengawasan atau praktik korupsi. Jangan sampai proyek ini hanya menjadi "Pencitraan Hijau" yang gencar dipublikasikan tapi tidak memberikan hasil nyata untuk masyarakat. Oleh karena itu, publik berhak mempertanyakan: bagaimana pemerintah menjamin bahwa dana tersebut digunakan secara efektif? Siapa yang akan mengawasi jalannya proyek? Dan bagaimana evaluasi akan dilakukan secara teratur?

Di sisi lain, ada peluang yang bisa dimanfaatkan. Proyek Waste-to-Power dapat menjadi momentum untuk mendidik masyarakat secara nasional tentang pentingnya memilah limbah. Pemerintah bisa menjadikannya sebagai langkah awal untuk mendorong perubahan prilaku masyarakat. Bayangkan jika kampanye memilah sampah di rumah dikaitkan dengan insentif ekonomi, misalnya sampah organik diakui nilainya untuk pengolahan, atau plastik tertentu bisa ditukar dengan token listrik. Dengan cara ini, masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga berperan aktif dalam keberhasilan proyek. 

Kesimpulannya, proyek Waste-to-Power dari Danantara adalah gagasan besar yang penuh potensi dan menjanjikan, tetapi juga penuh resiko. Harapan publik tentu besar, Indonesia bisa lebih bersih, listrik bertambah, dan energi hijau semakin berkembang. Namun harapan itu hanya bisa terwujud jika pemerintah serius membenahi fondasi, mulai dari sistem pengelolaan sampah, transparansi pendanaan, hingga partisipasi masyarakat. Jika semua aspek ini diperhatikan, proyek ini bisa menjadi warisan penting bagi masa depan Indonesia. Sebaliknya, jika hanya dijalankan setengah hati, proyek ini hanya akan berakhir sebagai monumen mahal yang tidak memberikan manfaat nyata. Oleh karena itu, suara publik harus terus lantang. Kita mendukung inovasi, tapi menuntut keseriusan, transparansi, dan keberlanjutan. Hanya dengan begitu, proyek Waste-to-Power benar-benar bisa menjadi solusi, bukan sekedar wacana indah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun