Abstrak
Pada Juli 2025, Amerika Serikat melalui pemerintahan Presiden Donald Trump memberlakukan tarif impor sebesar 19% terhadap produk asal Indonesia, termasuk sektor perikanan. AS merupakan pasar ekspor utama produk perikanan Indonesia. Kebijakan ini menimbulkan potensi kerugian ekonomi yang signifikan namun sekaligus mendorong diskursus mengenai kebutuhan transformasi sektor. Mari kita kaji dampak tarif tersebut terhadap ekspor, tenaga kerja, dan respon pemerintah, serta menambahkan pandangan dari analis independen penulis yang menyoroti pentingnya SDM dan diplomasi teknis.
Latar Belakang dan Signifikansi Ekspor
Indonesia mengekspor produk perikanan senilai USD 1,9 miliar ke Amerika Serikat pada 2024, menjadikan AS sebagai pasar tunggal terbesar (32 % dari total ekspor perikanan RI). Produk utama termasuk udang beku, tuna, kepiting, dan olahan rumput laut.
Tarif sebesar 19 % yang diumumkan oleh Trump pada 15 Juli 2025 merupakan hasil renegosiasi dagang bilateral yang awalnya mengarah pada tarif 32 % . Meskipun lebih rendah dari perkiraan awal, kebijakan ini tetap memberikan tekanan pada harga jual dan daya saing ekspor Indonesia.
Signifikansi Ekspor Perikanan Indonesia ke AS
Ekspor produk perikanan ke AS mencapai US$1,90 miliar pada 2024, menjadikan AS sebagai pasar terbesar dengan porsi 32 % dari total ekspor perikanan Indonesia
Industri olahan seafood Indonesia mengalami penurunan nilai ekspor antara 2020-2024, misalnya: shrimp processed dari US$998 juta ke US$716 juta; frozen crustaceans turun dari US$1,13 miliar ke US$685 juta.
Dampak Ekonomi dan Harga
- Tekanan Margin dan Penurunan Harga: Tarif 19 % langsung mengurangi daya saing harga produk perikanan Indonesia di pasar AS. Eksportir kemungkinan besar menurunkan harga jual di AS hingga 10-15 % atau lebih hanya untuk tetap kompetitif, menyebabkan tekanan harga di hilir dan ujungnya menekan pendapatan nelayan lokal.
- Risiko PHK dan Penurunan Lapangan Kerja: Diperkirakan ekspor udang ke AS senilai US$1,3 miliar (2023) bisa turun antara 20-30 %, yang berpotensi menyebabkan 40.000-60.000 tenaga kerja di sektor pembesaran udang seperti di Jawa Timur dan Lampung mengalami PHK bila pemerintah tidak cepat beradaptasi.
Respons Pemerintah Indonesia
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya mengalihkan ekspor ke pasar alternatif seperti Jepang, China, dan Uni Eropa, serta mendorong efisiensi di tingkat produksi. Namun, belum ada langkah besar dalam perbaikan struktural seperti sertifikasi ekspor, standar mutu global, dan traceability digital.
Analisis Ilmiah dan Rekomendasi Kebijakan
Masalah utama Indonesia adalah lemahnya kualitas SDM dan strategi dagang. Perang dagang dan perang tarif bukan hanya bentuk tekanan, tapi juga bisa menjadi peluang jika Indonesia mampu merespons dengan reformasi SDM dan penguatan standar mutu.
Oleh karena itu, pemerintah baiknya menggunakan tarif ini sebagai momentum reformasi struktural agar Indonesia tidak sekadar mengekspor bahan mentah, tapi juga produk bernilai tambah tinggi.
Dari hasil analisis, strategi berikut direkomendasikan:
- Penguatan pendidikan vokasi dan pelatihan teknis bagi nelayan, pembudidaya, dan eksportir.
- Akselerasi digitalisasi rantai pasok (blockchain traceability, sertifikasi HACCP).
- Diplomasi bilateral agresif untuk memperoleh akses tarif preferensial dan teknologi ekspor.
- Peningkatan produk bernilai tambah dan eco-labeled untuk pasar Eropa dan Timur Tengah.
- Indonesia perlu agresif dalam perjanjian dagang bilateral/multilateral.
- Gunakan kekuatan geopolitik (ASEAN, BRICS) untuk mendorong negosiasi tarif yang adil.
Kesimpulan
Penerapan tarif 19% oleh AS merupakan tantangan besar bagi sektor perikanan Indonesia. Namun, melalui pendekatan sistemik, termasuk peningkatan kualitas SDM, transformasi produk, dan diplomasi teknis, maka Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan daya saing global secara berkelanjutan. Penulis menekankan pentingnya investasi jangka panjang pada manusia, bukan hanya pada komoditas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI