Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya mengalihkan ekspor ke pasar alternatif seperti Jepang, China, dan Uni Eropa, serta mendorong efisiensi di tingkat produksi. Namun, belum ada langkah besar dalam perbaikan struktural seperti sertifikasi ekspor, standar mutu global, dan traceability digital.
Analisis Ilmiah dan Rekomendasi Kebijakan
Masalah utama Indonesia adalah lemahnya kualitas SDM dan strategi dagang. Perang dagang dan perang tarif bukan hanya bentuk tekanan, tapi juga bisa menjadi peluang jika Indonesia mampu merespons dengan reformasi SDM dan penguatan standar mutu.
Oleh karena itu, pemerintah baiknya menggunakan tarif ini sebagai momentum reformasi struktural agar Indonesia tidak sekadar mengekspor bahan mentah, tapi juga produk bernilai tambah tinggi.
Dari hasil analisis, strategi berikut direkomendasikan:
- Penguatan pendidikan vokasi dan pelatihan teknis bagi nelayan, pembudidaya, dan eksportir.
- Akselerasi digitalisasi rantai pasok (blockchain traceability, sertifikasi HACCP).
- Diplomasi bilateral agresif untuk memperoleh akses tarif preferensial dan teknologi ekspor.
- Peningkatan produk bernilai tambah dan eco-labeled untuk pasar Eropa dan Timur Tengah.
- Indonesia perlu agresif dalam perjanjian dagang bilateral/multilateral.
- Gunakan kekuatan geopolitik (ASEAN, BRICS) untuk mendorong negosiasi tarif yang adil.
Kesimpulan
Penerapan tarif 19% oleh AS merupakan tantangan besar bagi sektor perikanan Indonesia. Namun, melalui pendekatan sistemik, termasuk peningkatan kualitas SDM, transformasi produk, dan diplomasi teknis, maka Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan daya saing global secara berkelanjutan. Penulis menekankan pentingnya investasi jangka panjang pada manusia, bukan hanya pada komoditas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI