Mohon tunggu...
Yohanes Ari Purnomo
Yohanes Ari Purnomo Mohon Tunggu... lainnya -

Berpikir besar, tanpa harus menjadi orang besar....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Film Soegija dan Kongres Ekaristi Keuskupan II Keuskupan Agung Semarang 2012

24 Juni 2012   18:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:34 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1340562615719461565

Pada bulan Juni 2012, Gereja Indonesia, khususnya Keuskupan Agung Semarang mempunyai dua peristiwa bersejarah yang berkaitan dengan penghayatan hidup beriman Katolik. Meski satu peristiwa tidak sangat berkaitan dengan ungkapan iman Katolik, namun paling tidak telah mengangkat khasanah kekatolikan ke tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat. Dua peristiwa tersebut adalah pemutaran film Soegija dan Kongres Ekaristi Keuskupan II Keuskupan Agung Semarang yang berlangsung pada tanggal 22-24 Juni 2012. Film Soegija yang diproduksi oleh Studio Audio Visual Puskat ini disutradarai oleh Garin Nugroho. Film ini mengkisahkan tentang perjuangan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ sebagai uskup pribumi pertama yang turut berjuang bagi kemerdekaan bangsa Indonesia dari segala macam bentuk penjajahan. Film Soegija diputar di bioskop-bioskop umum yang dapat ditonton juga oleh masyarakat umum. Ada banyak tanggapan dan komentar yang muncul setelah penayangan film tersebut. Paling tidak, munculnya film tersebut memberi sedikit sentilan bagi perjuangan terhadap kemanusiaan agar terus menjadi agenda utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apakah film tersebut dapat disebut sebagai film Katolik atau tidak? Mungkin film tersebut dapat disebut sebagai film Katolik karena symbol-simbol yang digunakan dan juga tokoh yang dikisahkan adalah seorang tokoh Katolik. Meski begitu, film ini jauh dari unsur sebuah misi dalam mewartakan kekatolikan. Film ini hendak menegaskan bahwa perjuangan iman tidak pernah lepas dari perjuangan kemanusiaan, dan salah satu tokoh bangsa ini yang gigih berjuang dalam hal itu adalah Mgr. Soegija. Perjuangan Mgr. Soegija dalam membela kemanusiaan ini berakar dari iman dan itulah sejatinya peran penting iman dalam kehidupan. Setiap orang beriman diajak untuk sungguh menghayati imannya yang sejati dengan selalu berpihak kepada kemanusiaan, tanpa memandang latar belakang dan identitas apapun. Dalam film tersebut, terungkap jelas bahwa segala bentuk penderitaan manusia dan segala bentuk penjajahan tidak disebabkan oleh perbedaan, tetapi lebih pada kepentingan politik yang sumbernya adalah keserakahan manusia. Dan iman diharapkan mampu membebaskan manusia dari keserakahan ini. Itulah sebenarnya panggilan sejati dari hidup beriman. Menjadi semakin relevan dan signifikan bagi penghargaan atas martabat manusia. Film Soegija adalah sebuah hasil kebudayaan. Film ini merupakan sebuah potret sejarah yang merekam kegigihan seorang uskup pribumi dalam memperjuangkan kemerdekaan jiwa manusia Indonesia dari segala macam penjajahan. Jika Mgr. Soegija di masanya adalah melawan kekejaman perang, maka sebenarnya hal itu adalah wujud dari kesetiaannya dalam merealisasikan panggilan sebagai seorang beriman sejati. Sebagai seorang Katolik 100%, berarti juga menjadi orang Indonesia 100%. Artinya, orang Indonesia berhak untuk menjunjung tinggi martabat kebangsaannya yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain pula. Perjuangan Mgr. Soegija ini hendak mengungkapkan bahwa segala macam bentuk penjajahan itu melukai kemanusiaan, dan itu mencemarkan hidup beriman. Dan salah satu hal yang bisa dilakukan untuk semakin berjuang bagi kemanusiaan adalah menghentikan perang, kekerasan, dan juga balas dendam. Selain itu, membiarkan hati terus berekspresi melalui kebudayaan yang semakin menjalin persatuan, persaudaraan dan perdamaian sejati. Pada titik ini pulalah yang diajarkan, dilakukan dan diteladankan oleh Mgr. Soegijapranata bagi para umatnya. Menjadi seorang Katolik, adalah menjadi seorang beriman yang sesungguhnya, yang memandang manusia sebagai citra Allah. Dengan mengangkat martabat manusia, berarti ia memuliakan Allah. Bagi kalangan Katolik, perjuangan itu bersumber dari iman akan Kristus, berpijak pada nilai-nilai Injil yang dasarnya adalah Kristus, Sang Cinta Sejati. Peristiwa kedua adalah Kongres Ekaristi Keuskupan II Keuskupan Agung Semarang yang dilaksanakan pada tanggal 22-24 Juni 2012. Kongres Ekaristi ini bertemakan: “Tinggal dalam Kristus dan Berbuah”. Kongres Ekaristi sendiri adalah salah satu wujud devosi terhadap Ekaristi, yang adalah puncak dan sumber hidup umat beriman Katolik. Kongres Ekaristi ini dibagi ke dalam tiga kategori usia dan satu kategori jaringan kelompok doa. Tiga kategori usia tersebut adalah kategori anak dan remaja, kategori kaum muda dan kategori dewasa. Selama Kongres, para peserta yang terdiri dari wakil/utusan dari paroki-paroki serta undangan dari luar keuskupan Semarang, diajak untuk semakin mendalami makna tinggal dalam Kristus dan menghasilkan buah-buah kehidupan. Arahnya juga jelas yakni bagaimana hidup beriman Katolik sungguh menjadi relevan dan signifikan bagi kehidupan. Dan sumber inspirasi serta daya dorong dari perwujudan iman ini ditimba dari pengalaman tinggal di dalam Kristus yang terjadi dalam Perayaan Ekaristi dan Adorasi Ekaristi. Setiap kali merayakan Ekaristi, segenap umat Katolik diajak untuk menyadari bahwa saat itu mereka merayakan Perayaan Cinta Kasih Sejati Allah yang berpihak pada manusia. Cinta Kasih Allah bagi manusia yang dialami dalam perayaan Ekaristi ini menggerakkan segenap umat beriman untuk berani berbagi hidup bagi sesamanya, tanpa memandang perbedaan sebagai penghalang. Dengan demikian, harapannya segenap umat Katolik digerakkan oleh cinta sejati itu yang telah mereka terima dalam perayaan Ekaristi. Kongres Ekaristi Keuskupan II Keuskupan Agung Semarang ini dilaksanakan di empat tempat yakni di Paroki Ganjuran untuk kategori dewasa (orang tua), Paroki Klodran Bantul untuk kategori kaum muda, Paroki Pugeran Jogjakarta untuk kategori Anak dan Remaja, serta paroki Klepu untuk kategori Jaringan Kelompok Doa. Selama kongres, segenap umat beriman Katolik di Keuskupan Agung Semarang diajak untuk semakin mencintai ekaristi dan adorasi ekaristi sebagai sumber hidup beriman, agar semakin signifikan dan relevan dalam berbagi hidup di tengah masyarakat. Dengan semakin mencintai Ekaristi dan adorasi Ekaristi, segenap umat beriman Katolik diajak untuk menjadi seperti Kristus, Sang Cinta Sejati, Sang Roti Hidup yang dipersembahkan di altar dunia bagi kehidupan orang lain. Segenap umat beriman diajak untuk menjadi seperti Kristus yang dipilih, diberkati, dipecah-pecah dan dibagikan demi keselamatan banyak orang, sebagaimana dulu juga dihayati oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dan sekian banyak misionaris yang berjuang mewartakan Injil Keselamatan Allah di bumi Indonesia ini. Kongres Ekaristi Keuskupan II Keuskupan Agung Semarang ditutup dengan Perayaan Ekaristi Agung di Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran. Sudah sejak dulu, Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran dikenal sebagai Gereja inkulturatif yang mengangkat budaya Jawa sebagai bagian dari proses hidup beriman Katolik. Menjadi Katolik 100% bukan berarti meninggalkan kebudayaan Jawa namun justru semakin menghargai dan menerima kebudayaan Jawa sebagai bagian dari kekayaan ekspresi iman Katolik. Hal ini sungguh menjadi peristiwa iman yang indah ketika kemanusiaan serta keunikan setiap budaya yang menyertainya diangkat dan semakin dimurnikan dalam iman. Dan peristiwa ini semakin meneguhkan bahwa kebudayaan adalah bagian dari iman. Dengan kata lain, penghargaan terhadap kebudayaan adalah bagian dari wujud penghayatan iman. Dari dua peristiwa bersejarah ini, segenap umat Katolik di Indonesia, khususnya di Keuskupan Agung Semarang diajak untuk semakin menyadari panggilan dan perutusannya dalam menghayati imannya secara penuh. Bahwa hidup beriman Katolik pertama-tama bukan soal identitas dan symbol-simbol, tetapi lebih pada perjuangan untuk menjunjung tinggi martabat kemanusiaan yang mengalir dari Perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi yang diadakan di Gereja pun akhirnya mengalir ke tengah-tengah dunia dengan altarnya adalah panggung kehidupan masyarakat dan rotinya adalah segenap umat beriman. Sumber, Puncak dan Pemersatunya adalah Tuhan, Sang Cinta Sejati.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun