Mohon tunggu...
Ragil Sumantri
Ragil Sumantri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Saya adalah seorang remaja laki-laki. Hobi saya tidur dan bersepeda.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Risiko Pemanasan Global

12 Agustus 2022   11:41 Diperbarui: 12 Agustus 2022   11:42 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Risiko Pemanasan Global

            Pemanasan Global menjadi fenomena yang selalu menarik perhatian warga masyarakat. Dampak dari pemanasan global dapat menjalari hampir seluruh aspek kehidupan manusia, khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan. Dari sebab itulah, Pemanasan Global atau Global Warming ini sering memicu banyak respon dari penduduk, terutama bagi para pecinta lingkungan hidup. Secara sederhana, pemanasan global dapat diartikan sebagai proses meningkatnya suhu permukaan bumi. Gejala pemanasan global muncul karena banyak faktor, salah satu faktor yang paling mempengaruhi adalah aktivitas manusia. Dari perspektif ilmiah, pemanasan global dapat terjadi akibat menumpuknya radiasi sinar matahari yang terperangkap di atmosfer. Dampak pemanasan global telah dan sedang kita rasakan efeknya sampai detik ini. Bila kita amati, efek domino dari pemanasan global yang nyata telah dialami adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas gelombang panas dan suhu ekstrem.

            Gelombang panas dan suhu ekstrem yang melanda sebagian belahan bumi menjadi fenomena pemanasan global yang saat ini sedang aktual. Gelombang panas dan suhu ekstrem telah melanda hampir seluruh bagian dunia yang mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem mahkluk hidup. Tren pemanasan global memperlihatkan bahwa bumi semakin mengalami kenaikan suhu meski tidak begitu signifikan. Berdasarkan data BMKG, kenaikan suhu permukaan di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah rata-rata di atas 0.3 derajat celcius per dekade, sedangkan lautan memanas 0.2 derajat celcius per dekade. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan suhu di permukaan bumi. Kenaikan suhu ini dapat terjadi karena hutan dan segala ekosistem alam di bumi yang notabene sebagai paru-paru dunia, semakin terkikis oleh karena penyalahgunaan yang semakin tidak terkendali.

            Tidak hanya Indonesia, tren peningkatan suhu juga dialami oleh negara-negara di dunia. Bahkan, kenaikan suhu yang dialami oleh negara-negara subtropis lebih ekstrem daripada negara-negara tropis. Berdasarkan bukti yang ada, Inggris menjadi salah satu contoh negara yang cukup terdampak parah. Suhu maksimum tercatat hingga 40 derajat celcius di daerah Inggris bagian tengah. Suhu minimumnya juga sangat tinggi, yaitu mencapai 25,8 derajat celcius di daerah Kenley, Surrey. Tidak hanya di negara Inggris, tren kenaikan suhu yang ekstrem juga dialami oleh negara-negara lainnya. Salah satu negara yang paling terdampak adalah Spanyol. Kenaikan suhu di beberapa wilayah Spanyol hampir mencapai separuh dari titik didih air, yaitu hingga 46 derajat celcius. Tingkat kenaikan suhu yang dapat dikatakan tidak normal ini pada akhirnya menyebabkan timbulnya kerugian lain. Beberapa daerah di Spanyol mengalami kekeringan dan terjadi kebakaran hutan. Berdasarkan pengamatan organisasi-organisasi Internasional, salah satunya adalah WHO, gelombang panas dan suhu yang ekstrem ini menyebabkan jatuhnya ribuan korban jiwa di benua Eropa.

            Standar minimum suhu rendah dan maksimum suhu tinggi manusia sudah lewat di atas batas rata-rata. Di negara-negara Eropa, kenaikan suhu dapat mencapai hingga 46 derajat celcius. Sedangkan suhu rendah menyentuh angka 25 derajat celcius. Bisa dibayangkan, betapa panasnya udara yang menyelimuti kawasan Eropa. Salah satu dampak yang dapat diakibatkan dari kenaikan suhu yang tidak normal ini adalah matinya beberapa spesies mahkluk hidup yang membutuhkan suhu lingkungan rendah. Selain itu, fenomena ini tentu juga akan mengganggu aktivitas manusia. Panas memperburuk kesenjangan sosial, menyebabkan warga yang berada pada posisi rentan menjadi terancam, seperi orang yang telah lanjut usia, orang yang menderita penyakit, termasuk orang yang tidak mampu membeli pendingin ruangan.

            Fenomena gelombang panas dan suhu ekstrem tentunya akan berlangsung dalam waktu yang tidak singkat. Gejala alam ini akan menjadi sesuatu yang berdampingan dengan kehidupan manusia. Artinya adalah, manusia akan mengalamai “new normal” dalam konteks geografis. Manusia mau tidak mau harus berhadapan dengan gejala alam negatif jangka panjang yang sebenarnya pemicu dari fenomena ini adalah akibat dari perbuatan manusia itu sendiri.  Manusia dituntut untuk bisa beradaptasi terhadap risiko gelombang panas yang ekstrim. Sampai kapan tanda-tanda gejala bencana ekologi ini akan teratasi, tidak ada yang tahu. Prediksinya adalah, jika manusia gagal memperlambat laju meningkatnya konsentrasi atau kadar gas karbon dioksida di atmosfer, maka dalam 10-12 tahun mendatang, keseimbangan alam kemungkinan akan berada di titik terendah. Emisi gas rumah kaca oleh aktifitas manusia mengakibatkan cuaca ekstrim yang mempengaruhi kehidupan mahkluk hidup. Manusia harus memitigasinya dengan mengurangi aktivitas-aktivitas yang berpotensi menyumbang gas tidak ramah lingkungan terhadap alam. Gas tidak ramah lingkungan ini adalah komponen terbesar penyebab terjadinya bencana ekologi, seperti pemanasan global.

            Lalu, Apa tindakan konkret yang dapat dilakukan?

            Masyarakat dunia, secara khusus dalam tingkat individu, dapat melakukan perubahan gaya hidup dan perilaku untuk memperlambat dampat pemanasan global. Ada 2 cara utama yang dapat dilakukan, pertama adalah dengan mengurangi konsumsi daging dan kedua adalah memakai kendaraan ramah lingkungan, seperti sepeda. Mengapa mengurangi konsumsi daging perlu dilakukan? Alasannya adalah daging menyumbang emisi setara dengan 36,4 kg CO2. Pemeliharaan ternak hingga pengangkutan sepotong daging sapi, domba, atau babi membutuhkan energi setara dengan energi untuk menyalakan 100 watt lampu selama 3 minggu. Memelihara ternak untuk konsumsi telah menjadi salah satu penghasil gas karbon dioksida terbesar sera menjadi satu-satunya sumber emisi gas metana dan nitro oksida terbesar. Peternakan juga telah menjadi penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air. Setelah itu, penggunaan kendaraan ramah lingkungan perlu dilakukan. Berjalan kaki atau bersepada praktis nihil emisi CO2. Namun bersepeda khususnya di masyarakat kita masih dipandang kurang praktis. Butuh kesadaran akan tanggung jawab setiap liter bensin yang menyumbang 2,5 kg CO2 di atmosfer kita hingga dapat memotivasi kita untuk secara bertahap beralih ke sepeda atau kendaraan umum dan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi. Dengan demikian, kita memiliki peran yang penting untuk melestarikan kelangsungan kehidupan di bumi. Kesadaran kita menentukan masa depan bumi kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun