Asal Usul Hari Buruh
Tanggal 1 Mei selalu diperingati sebagai Hari Buruh di berbagai belahan dunia. Perayaan ini bermula dari perjuangan para buruh di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 yang menuntut jam kerja lebih manusiawi, yakni delapan jam sehari. Tuntutan itu memuncak dalam aksi besar di Chicago pada 1 Mei 1886, yang dikenal sebagai Tragedi Haymarket, dan menjadi tonggak penting bagi gerakan buruh global.
Di Indonesia, Hari Buruh pertama kali dirayakan pada tahun 1920. Namun, perjalanannya sempat terhenti selama masa Orde Baru sebelum akhirnya kembali dihidupkan di era reformasi. Sejak 2013, Hari Buruh resmi menjadi hari libur nasional, mempertegas arti pentingnya bagi para pekerja tanah air.
Makna Hari Buruh Lebih dari Aksi Massa
Peringatan Hari Buruh sering kali diasosiasikan dengan unjuk rasa atau pawai besar di jalanan. Meski begitu, maknanya jauh lebih luas. Ini adalah momentum untuk menghargai kerja keras para buruh yang menjadi tulang punggung perekonomian dan untuk mengingatkan semua pihak tentang pentingnya hak-hak pekerja.
Berbagai perusahaan dan organisasi kini memanfaatkan momen ini untuk memberikan apresiasi kepada pekerja melalui pelatihan, seminar motivasi, bahkan pemberian penghargaan. Semua bertujuan untuk mempererat hubungan antara pekerja dan dunia usaha dalam suasana yang lebih positif.
Hari Buruh di Era Media Sosial
Zaman terus berubah, begitu juga cara merayakan Hari Buruh. Di era digital, suara pekerja kini juga menggema di platform-platform media sosial. Kampanye dengan tagar-tagar seperti #MayDay, #HakBuruh, dan #BuruhBersatu ramai menghiasi jagat maya, menyebarkan semangat solidaritas lebih luas dan lebih cepat.
Bahkan, isu-isu yang diangkat sekarang lebih beragam. Selain soal jam kerja dan upah, muncul pula pembahasan tentang perlindungan pekerja di sektor informal, hak pekerja freelance, pentingnya kesehatan mental di tempat kerja, serta pemberdayaan pekerja dari kalangan perempuan dan penyandang disabilitas.
Cara Positif Merayakan Hari Buruh