Mohon tunggu...
Yogie Pranowo
Yogie Pranowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Jakarta

Lahir di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1989. Kemudian lulus dari magister Filsafat di Stf Driyarkara tahun 2017. Buku yang sudah terbit antara lain: Perempuan, Moralitas, dan Seni (Ellunar Publisher, 2018), dan Peran Imajinasi dalam Karya Seni (Rua Aksara, 2018). Saat ini aktif menjadi sutradara teater, dan mengajar di beberapa kampus swasta, serta menjadi peneliti di Yayasan Pendidikan Santo Yakobus, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengenal Metode Penafsiran Naskah Teater ala Paul Ricoeur

31 Maret 2020   09:30 Diperbarui: 31 Maret 2020   09:40 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teater niscaya politis, karena semua kegiatan manusia itu politis dan teater merupakan salah satunya. Begitulah introduction buku Theatre of the opreessed yang ditulis oleh Agusto Boal. Untuk menelisik "kepolitisan" dari teater, dibutuhkan usaha dan daya juang yang lebih. Bukan semata-mata memandang teater sebagai seni penghiburan duka lara kaum tertindas, melainkan teater dalam hal ini dapat pula dipandang sebagai sarana penguat (segala) posisi sebagaimana yang telah diungkap oleh Marx dalam teori kelasnya.

Paul Ricoeur (1913), sebenarnya tidak menulis secara eksplisit mengenai cara atau metode pennafsiran naskah teater, sebab sejatinya ia adalah seorang hermeneut dan filsuf. Namun lewat teori interpretasinya, dapat membantu kita semakin memahami apa yang dimaksud oleh pengarang ataupun sutradara lewat bahasa yang disampaikan, baik tertulis maupun lisan. Menurut Ricouer, karya-karya tertulis itu memiliki makna karena mereka merupakan refleksi dari kehidupan, dan kehidupan sendiri menghasilkan makna-makna yang diperoleh melalui kemampuannya untuk mengejawantahkannya dalam karya-karya tertulis.

Manusia pada dasarnya merupakan makluk berbahasa dan bahasa adalah syarat utama bagi semua pengalaman manusia. Melalui bahasa, maka kita bergaul dengan masyarakat, mengungkapan tentang dirinya, mengerti atau memahami sesuatu dengan mempergunakan istilah-istilah yang terdapat di dalam bahasa. Meskipun di sisi lain bahasa juga mempunyai kelemahan, sebab kita memahami melalui bahasa, kita salah paham juga melalui bahasa. Akan tetapi, melalui hermeneutic Ricouer ini, segala problem yang terdapat di dalam naskah dapat dijawab, yaitu melalui interpretasi/penafsiran.

Mengenal metode penafsiran ala Ricouer

Pertama-tama mari kita simak terlebih dahulu paparan Ricouer mengenai metodenya yang disebut sebagai metode penafsiran atas teks. Ricoeur mendefinisikan teks sebagai setiap diskursus yang dibakukan lewat tulisan. Menurut definisi ini, pembakuan lewat tulisan merupakan sesuatu yang konstitutif di dalam teks itu sendiri.

Dalam pembahasannya tentang analisis struktural, Ricoeur (kembali) menegaskan perlunya untuk mempertimbangkan bahasa sebagai suatu peristiwa (parole) dan bahasa sebagai sistem tanda (langue). Perkataan adalah hasil ungkapan yang bersifat individual dari seseorang pembicara yang juga individual, dan itu terwujud dalam dimensi peristiwa dari diskursus. Ricoeur berpendapat bahwa dalam hubungannya dengan langue, setiap teks memiliki kedudukan yang sama seperti perkataan. Apa yang dibakukan lewat tulisan tentu saja adalah diskursus yang mungkin untuk dikatakan, tetapi hal itu dituliskan justru karena tidak dikatakan. 

Jadi, pembakuan lewat tulisan persis menggantikan tempat dari perkataan yang terjadi pada sisi di mana perkataan mungkin untuk dimunculkan. Ada suatu hubungan yang langsung antara makna dari sebuah pernyataan dengan makna dari tulisan. Teks hanya sungguh-sungguh menjadi teks kalau tidak dilihat sebagai salinan dari perkataan yang mendahuluinya, melainkan sebagai sesuatu yang langsung menuliskan, dalam huruf-huruf, apa yang menjadi maksud diskursus.

Hubungan langsung ini oleh Ricoeur diperjelas lewat refleksinya atas fungsi dari kegiatan membaca dalam hubungannya dengan kegiatan menulis. Kegiatan menulis mengundang munculnya kegiatan membaca lewat suatu jalan yang akan diperkenalkan oleh Ricoeur sebagai konsep interpretasi/penafsiran. Relasi antara kegiatan menulis dan membaca bukanlah suatu momen dialog. 

Kita tidak cukup hanya mengatakan bahwa membaca berarti berdialog dengan penulis Di dalam dialog terjadi skema tanya-jawab. Skema ini tidak ada di dalam relasi antara penulis suatu karya dengan pembacanya. Apabila muncul pertanyaan di pihak pembaca, sang penulis tidak menjawabnya. Si pembaca kemudian memang dapat berjumpa dengan si penulis dan bisa berdialog dengannya, tetapi perjumpaan itu merupakan pengalaman yang berbeda karena relasi yang terjadi bukan lagi dengan tulisan.

Dari pembahasan tentang hubungan antara teks dengan perkataan kita bisa menarik beberapa kesimpulan mengenai karakteristik dari teks yang sejajar dengan empat kriteria.

Pertama, di dalam tutur kata sehari-hari, diskursus sebagai peristiwa itu bersifat temporal dan berlalu begitu saja. Diskursus semacam itu muncul dan hilang silih berganti. Disinilah keunggulan dari teks atau diskursus yang dibakukan dengan tulisan. Teks membakukan diskursus yang sifatnya cepat berlalu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun