Mohon tunggu...
Yoga Suganda
Yoga Suganda Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Inikah "Quo Vadis" Ojek?

27 April 2018   16:41 Diperbarui: 27 April 2018   16:43 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Pada Pasal 138 ayat 2 pun menjelaskan bahwa "angkutan umum dan/atau barang hanya dilakukan dengan kendaraan bermotor umum". Artinya, kendaraan roda dua tidak dikategorikan sebagai kendaraan bermotor umum. Dengan kata lain, bisnis jasa ojek roda dua sejatinya adalah bisnis yang terlarang di negeri ini.

Lantas apakah dengan terlarangnya bisnis ojek membuat masyarakat menjauh? Berbanding terbalik dengan pemerintah, dewasa ini masyarakat justru menjadikan jasa ojek (terlebih ojek daring) menjadi semacam candu. 

Kebutuhan akan jasa ojek seakan tidak terhindarkan, utamanya di kota-kota besar. Jika pada awalnya jasa ojek daring hanya berfungsi untuk antar dan jemput manusia, kini bertransformasi mempertemukan berbagai pihak yang saling membutuhkan. 

Peluang bisnis pun jadi semakin terbuka lebar. Di sisi lain, aspek keamanan bagi kedua belah pihak menuai kritik dari banyak pihak. Baik penumpang maupun pengemudi sama sekali tidak mempunyai standar baku keselamatan. 

Tentu ini bukanlah suatu kondisi ideal dan diinginkan. Karena bukan tidak mungkin, ketika terjadi insiden yang fatal dan merugikan, pada akhirnya pemerintah yang mengambilalih peran.  

Kolaborasi teknologi dengan transportasi pada akhirnya terjadi pada tahun 2009 di San Fransisco, Amerika Serikat dengan Uber sebagai pionirnya. Kehadiran jasa transportasi berbasis online (daring) tersebut sejak awal ditolak oleh banyak negara bagian disana, mengingat longgarnya regulasi terhadap pola bisnis ini. 

Akan tetapi, nyatanya Uber terus berkembang pesat. Tercatat, 81 negara di seluruh benua sudah mereka singgahi dan berbagi manfaat dengan mitra disana. Beragam jasa bisnis transportasi ride sharing ini juga menjamur di Indonesia sejak 2010, dengan diawali oleh kehadiran Gojek. 

Selanjutnya beberapa pemain lokal seperti Blue-Jek, Ojesy, Transjek, Golek, dan lainnya sempat berkompetisi berebut penumpang di negeri ini. Seleksi alam pada akhirnya menyisakan Gojek dengan pesaing tunggal, Grab, dari Malaysia, yang mendominasi pasar Indonesia, setidaknya sampai hari ini.

Era kolaborasi transportasi dengan teknologi sesungguhnya hanyalah awal, atau pintu masuk bagi masyarakat untuk terkoneksi dan terlayani secara digital. Karena sesungguhnya pola digital ini akan memiliki impact yang besar dalam kehidupan secara menyeluruh. 

Semakin luasnya jaringan internet dan terjangkaunya harga gawai sebagai media untuk mengakses layanan digital membuat layanan wireless jadi hal yang lazim serta dianggap mudah dan murah.

Aplikasi yang dibangun oleh Gojek, misalnya, saat ini sudah bisa melayani berbagai kebutuhan, mulai dari pulsa ponsel, pindah rumah, hingga menghilangkan pegal di badan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun