Mohon tunggu...
Yoga Arya P.
Yoga Arya P. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pegawai Negeri Sipil

Mahasiswa PKN STAN

Selanjutnya

Tutup

Financial

Penyesuaian PTKP untuk Meningkatkan Penerimaan Negara

2 Mei 2024   08:38 Diperbarui: 2 Mei 2024   08:52 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Istilah PTKP mungkin sudah tidak asing bagi masyarakat, terutama yang pernah berurusan dengan kantor pajak. Apa itu PTKP? PTKP adalah singkatan dari Penghasilan Tidak Kena Pajak yang besarannya ditentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk menghitung PPh 21. Pemerintah memberikan pengurangan dalam bentuk Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk tujuan menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) wajib pajak orang pribadi. PTKP juga dapat didefinisikan sebagai ambang pendapatan tertentu yang dibebaskan dari perpajakan. Misalnya, dalam kasus di mana penghasilan kena pajak berada di bawah ambang batas PTKP, maka tidak ada kewajiban PPh yang muncul. Sebaliknya, jika pendapatan melebihi batas PTKP, sisa penghasilan pasca pengurangan PTKP berfungsi sebagai dasar untuk menghitung PPh.

Selain diri sendiri, pemerintah memberikan tambahan PTKP kepada wajib pajak yang sudah menikah. Jika istri wajib pajak mendapatkan penghasilan yang digabungkan, PTKP tambahan diberikan untuk pasangan yang bekerja. Selain itu, wajib pajak dengan anggota keluarga dalam garis keturunan langsung yang sepenuhnya menjadi tanggungan, seperti orang tua, mertua, kandung, atau anak angkat, juga menerima tambahan PTKP untuk maksimal 3 orang. "Anggota keluarga yang sepenuhnya menjadi tanggungan" mengacu pada anggota keluarga yang tidak memiliki penghasilan dan yang seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh wajib pajak.

Dalam kerangka PTKP, penting untuk menyoroti bahwa pemerintah tidak memberlakukan pajak atas penghasilan orang pribadi secara langsung. Sebaliknya, pemerintah telah mempertimbangkan standar kehidupan minimum dalam bentuk PTKP. Sehingga, ketika wajib pajak perorangan melampaui ambang PTKP, mereka baru memiliki kewajiban atas PPh Pasal 21 atau Pasal 25. Disebutkan dalam UU PPh bahwa menteri keuangan diberikan wewenang untuk menyesuaikan besarnya PTKP, dengan mempertimbangkan dengan cermat perkembangan ekonomi dan moneter, serta harga komoditas penting yang terus berkembang.

Pemerintah diketahui telah mengubah besaran PTKP sebanyak 9 kali, dengan aturan yang berlaku dan perkembangannya sebagai berikut:

  • UU No.7 Tahun 1983 (berlaku mulai 1 Januari 1984 sampai dengan 31 Desember 1994)
  • UU No.10 Tahun 1994 (berlaku mulai 1 Januari 1995 sampai dengan 31 Desember 2000)
  • UU No. 17 Tahun 2000 (berlaku mulai 1 Januari 2001 sampai dengan 31 Desember 2004)
  • PMK No.564/KMK03/2004 (berlaku mulai 1 Januari 2005 sampai dengan 31 Desember 2005)
  • PMK No.137/PMK.03/2005 (berlaku mulai 1 Januari 2006 sampai dengan 31 Desember 2008)
  • UU No.36 Tahun 2008 (berlaku mulai 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2012)
  • PMK No.162/PMK.011/2012 (berlaku mulai 1 Januari 2013)
  • PMK No.122/PMK.010/2015 (berlaku mulai tahun pajak 2015)
  • PMK No.101/PMK.010/2016 (berlaku mulai tahun pajak 2016 sampai sekarang)

Besar PTKP setiap tahunnya dapat berubah-ubah tergantung dari kebijakan yang dibuat pemerintah melalui PMK sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Pajak Penghasilan. Namun, besarnya PTKP saat ini masih sama sejak tahun 2016 dan tidak dilakukan perubahan oleh Pemerintah meskipun isu terkait penyesuaian besar PTKP ini beberapa kali diangkat.

Saat ini besarnya PTKP masih sama dengan yang tercantum dalam PMK No. 101 Tahun 2016 tentang Penyesuaian PTKP. Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk WP Orang Pribadi dengan status tidak kawin dan tanpa tanggungan masih sebesar Rp54.000.000 per tahun atau sebesar Rp4.500.000 per bulan. Sehingga apabila WP memiliki penghasilan lebih dari Rp4.500.000 sebulan, maka WP harus membayar PPh 21 karena penghasilan tahunannya melebihi ambang batas PTKP.

Dikutip dari situs news.ddtc.co.id, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut persentase nilai ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) terhadap pendapatan per kapita penduduk Indonesia menjadi yang tertinggi di dunia. Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah beberapa kali menaikkan PTKP untuk mendorong konsumsi masyarakat. Menurut Sri Mulyani, kenaikan PTKP tersebut menjadi bagian dari reformasi perpajakan pada 2008-2016. Pada periode tersebut, pemerintah mulai fokus pada kemudahan berusaha setelah melewati masa perlambatan ekonomi dunia pada 2008.

Topik kenaikan PTKP kembali muncul pada tahun politik ini dengan kebijakan perpajakan yang diusulkan Prabowo-Gibran, pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ditetapkan sebagai pemenang pemilu tahun 2024, adalah kenaikan batas penghasilan tidak kena pajak. Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengeklaim kenaikan penghasilan tidak kena pajak tidak serta merta menggerus penerimaan pajak dan rasio pajak (tax ratio) melainkan akan meningkatkan disposable income dan konsumsi rumah tangga. Dua hal tersebut diyakini dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan sejalan dengan meningkatkan penerimaan pajak.

Kebijakan untuk menaikkan PTKP mungkin bisa dipertimbangkan kembali untuk diterapkan, mengingat PTKP yang berlaku sekarang besarnya masih sama sejak tahun 2016. Perlu adanya kajian untuk memastikan apakah PTKP yang berlaku masih sesuai dengan kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Menurut penulis, mendukung kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) di Indonesia adalah langkah yang dapat memiliki berbagai manfaat bagi masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan. Kenaikan PTKP dapat memberikan manfaat langsung kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah dengan membebaskan mereka dari beban pajak penghasilan, hal ini akan mendorong redistribusi pendapatan yang lebih adil dan membantu mengurangi kesenjangan sosial. jika masyarakat memiliki lebih banyak penghasilan bersih setelah kenaikan PTKP, hal ini dapat memberikan dorongan positif bagi pertumbuhan ekonomi, karena konsumsi akan meningkat dan mendorong aktivitas ekonomi sehingga menjadi stimulus ekonomi yang efektif dengan meningkatkan konsumsi domestik.

Menaikkan PTKP juga dapat memberikan efek positif kepada sektor usaha kecil dan menengah, karena dengan meningkatnya daya beli masyarakat, investor dan pengusaha mungkin melihat peluang yang lebih besar untuk menginvestasikan modal mereka atau memulai usaha baru. Kenaikan PTKP bisa menjadi langkah pemberdayaan ekonomi bagi kelompok rentan, seperti pekerja buruh, petani kecil, dan pedagang kecil. Dengan lebih banyak uang yang tersedia, mereka bisa mengembangkan usaha kecil mereka, memperoleh akses ke modal lebih mudah, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka. Kondisi ini dapat memberikan dorongan positif bagi sektor usaha kecil dan menengah, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dukungan finansial yang lebih besar akibat kenaikan PTKP dapat memungkinkan masyarakat untuk lebih fokus pada inovasi dan pengembangan bisnis mereka. Ini dapat membuka peluang untuk penciptaan produk atau layanan baru serta peningkatan efisiensi yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya investasi yang lebih besar dan peningkatan aktivitas kewirausahaan, sektor ekonomi tertentu bisa mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hal ini dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan rumah tangga, serta memberikan kontribusi positif dalam menggerakkan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dapat meningkatkan pendapatan nasional secara keseluruhan dan secara langsung berkontribusi pada peningkatan penerimaan negara dari pajak.

Meskipun begitu, untuk menaikkan besarnya PTKP perlu pertimbangan yang matang dan kajian lebih lanjut sehingga bisa memberikan dampak positif yang diinginkan. Mengingat kenaikan PTKP juga mungkin dapat menyebabkan penyusutan pendapatan negara dari pajak penghasilan. Jika pendapatan yang diterima oleh pemerintah dari pajak terus menurun, hal ini bisa mengakibatkan kesulitan dalam membiayai program-program pemerintah, termasuk dalam sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun