Mohon tunggu...
Yoana Dwi
Yoana Dwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlunya Menjaga Sikap Caring, Demi Kepuasan Klien

20 Desember 2021   14:51 Diperbarui: 20 Desember 2021   14:58 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tak pernah luput dari keadaan sehat maupun sakit. Berbagai pelayanan kesehatan telah dibentuk dan dibangun demi keberlangsungan hidup manusia. Dari sanalah profesi yang mulia muncul dan menjadi salah satu profesi penting dalam kehidupan manusia yaitu perawat. Terkadang, perawat dipandang sebagai penyelamat kehidupan manusia karena peran holistiknya dalam pemenuhan kehidupan manusia yang ikut berperan di kehidupan manusia. Perawat menemani manusia baik dari masih berada di kandungan seorang ibu hingga menjelang ajal.

Lalu, apa itu perawat? Siapa Sih Mereka? Yuk Kenalan Sama Salah satu profesi yang bergerak di bidang kesehatan ini!

Perawat didefinisikan sebagai seorang atau sekelompok orang yang memberikan layanan kesehatan dengan cara merawat dan mengasuh orang (Mughira, 2015). International Council of Nursing (ICN) pada tahun 1965 mendefinisikan perawat sebagai seseorang yang telah usai melakukan pendidikan keperawatan dan memenuhi persyaratan serta wewenang dalam memberikan asuhan keperawatan dengan tujuan untuk mengoptimalkan kesehatan klien dan menjauhkan penyakit (Mughira, 2015). Dari sini, dapat dikatakan bahwa perawat memiliki kemampuan, tanggung jawab serta wewenang dalam melakukan serta memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang memiliki masalah dalam kesehatannya.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawat berpedoman pada sikap caring. Perilaku caring ini dapat menentukan nilai moral perawat benar atau salah. Selain itu, sikap ini dapat menentukan tingkat kepuasan klien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. 

Lalu, apa beda caring dan curing dalam lingkup keperawatan? 

Di Dalam Ranah Keperawatan, caring lebih mengarah pada perawatan untuk pasien sebagai bentuk tugas pokok atau primer perawat. Sedangkan curing lebih mengacu pada pengobatan masalah kesehatan klien sebagai tugas sekunder (Gultom, 2014). Dari sinilah dapat kita lihat bahwa curing merupakan tugas primer seorang dokter, dan bukan perawat. Sehingga, perawat menjadikan caring sebagai tugas pokok disamping curing yang menjadi penyokong dalam asuhan keperawatan dengan tujuan untuk memberikan pengobatan kepada klien.


Darimana istilah caring itu? 

Banyak Ahli Teori Keperawatan mendefinisikan caring dari berbagai pandangan dengan arti yang berbeda-beda. Patricia Benner mendefinisikan caring sebagai jantung dari praktik keperawatan, di mana perawat memiliki peran untuk menolong pasien agar pulih dari sakitnya, menjelaskan penyakit yang dideritanya serta membangun suatu hubungan dengan klien maupun keluarganya (Potter & Perry, 2009). Tak hanya Benner, Leininger pun menggambarkan tindakan caring memiliki hubungan dengan aktivitas, proses, serta pengambilan keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan keterampilan yang cakap saat memberikan tindakan (Potter & Perry, 2009). Di sisi lain, Watson mengungkapkan bahwa caring memiliki tujuan dalam mendukung proses penyembuhan secara menyeluruh karena dapat memelihara kesehatan manusia melalui sistem pelayanan yang mengarah pada pengobatan. Teori caring yang dikemukakan oleh Watson sangat terkenal karena hubungan perawat-klien dalam pelayanan keperawatan (Potter & Perry, 2009). Selain itu, Swanson juga mengartikan caring sebagai hubungan dengan menghargai orang lain diiringi dengan perasaan dan tanggung jawab (Potter & Perry, 2009).

Jadi, dapat dikatakan bahwa caring merupakan bentuk perhatian sepenuh hati yang diberikan perawat kepada klien dengan rasa peduli, empati, kasih sayang serta lemah lembut untuk menciptakan sebuah hubungan terapeutik. Hal ini akan menyebabkan pasien merasakan perasaan nyaman, aman, dan lega karena berkurangnya rasa stress yang mereka rasakan saat menderita suatu penyakit (Gultom, 2014). Sehingga, perilaku caring yang diberikan perawat akan membuat klien merasa puas. Tak hanya akan sembuh dari masalah kesehatannya, klien akan merasa senang dan nyaman ketika diberikan asuhan keperawatan (Amali, 2019). 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepuasan diartikan sebagai kondisi dimana seseorang merasa senang karena kebutuhannya terpenuhi. Dari sini, kepuasan klien dalam pelayanan keperawatan dapat dikatakan sebagai rasa senang ataupun lega dari seorang klien karena kebutuhan psikisnya terpenuhi dengan baik. Ridwan dan Anto (2014) mengungkapkan bahwa klien dikatakan puas jika kebutuhan, keinginan, serta harapannya telah terpenuhi dengan maksimal. Tak hanya itu, klien akan merasa puas jika layanan kesehatan yang diterimanya diperoleh sesuai ataupun melebihi harapannya (Utami, 2019). Sehingga, jika perawat tidak mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan ekspektasi klien, perasaan tidak puas dan kecewa akan muncul pada diri klien.

Untuk tahu lebih jauh mengenai rasa puas klien karena sikap perawat, ada berbagai macam penelitian yang menunjukkan rasa puas klien pada pelayanan yang mereka terima, lho!

Citizen Report Card melaporkan hasil survei dari 23 Rumah Sakit baik Umum maupun Swasta pada lima kota besar di Indonesia menunjukkan 65,4% merasa perawat tidak sepenuh hati saat memberikan asuhan keperawatan dengan jarang tersenyum, kurang simpatik hingga kurang ramah (Utami, 2019). Tak hanya itu, Departemen Kesehatan RI melakukan survei mengenai kepuasan klien pada beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Survei tersebut menunjukkan angka 14% dimana klien merasa tidak puas pada pelayanan yang diberikan oleh  perawat. 

Salah satu klien mengungkapkan bahwa sikap perawat yang kurang memperhatikan klien, dimana mereka kurang dalam melakukan interaksi bersama klien dan hanya mengunjungi klien sebagai rutinitas ketika terdapat tindakan keperawatan yang akan diberikan saja. Selain itu, berbagai macam kritik dan saran disuarakan klien melalui kotak saran yang menyatakan rasa ketidakpuasannya pada layanan keperawatan. Mereka menyebutkan sikap perawat yang judes saat memberikan asuhan keperawatan, kurang ramah, dan kurang peduli pada klien yang kemudian dapat membuat citra perawat dan mutu pelayanan keperawatan menjadi menurun (Nurbiyati, 2013). Oleh karena itu, penting bagi para calon perawat untuk memahami dan mulai membiasakan diri untuk menerapkan caring dalam kehidupan sehari-hari, dimana sikap ini merupakan inti dari praktik keperawatan. 

Padahal, ada berbagai macam manfaat yang akan dirasakan seseorang baik itu perawat maupun calon perawat jika menerapkan sikap caring. Apa aja sih manfaatnya? 

Menurut Widyawati (2009), sikap caring Jika dilakukan dapat memberikan manfaat bagi perawat tersebut. 

Pertama, klien akan menunjukkan respon positif. Jika seorang perawat memperlakukan klien dengan sikap caring, maka klien tersebut akan memberikan respon yang positif kepada perawat tersebut, dan begitupun sebaliknya (Rahmayani, 2020). Misalnya, banyak respon-respon negatif di kalangan masyarakat yang menyatakan bahwa perawat memperlakukan seorang klien dengan judes. Disini, perawat tidak memberlakukan sikap caring dan respon yang diberikan klien pun respon negatif. Respon tersebut akan berbeda jika perawat memperlakukan klien dengan kasih sayang dan lemah lembut, maka klien akan merasa senang dan akan mengatakan bahwa perawat di Rumah Sakit A menyenangkan atau sepenuh hati dalam melayani klien.

Kedua, lancar berkomunikasi dengan klien. Hal ini dapat menjalin rasa saling percaya antara perawat dengan klien karena komunikasi dapat berjalan lancar sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan menjadi mudah (Rahmayani, 2020). 

Ketiga, klien menghargai kita. Klien akan lebih menghargai perawat yang memperlakukan mereka dengan sepenuh hati karena perawat ada disaat mereka memerlukannya dan merasa lebih diperhatikan (Rahmayani, 2020). 

Keempat, dapat belajar banyak hal mengenai manusia. Dengan menerapkan sikap caring secara terus menerus kepada orang lain dengan baik, ia dapat menempatkan dirinya untuk berada pada posisi yang orang lain rasakan (Rahmayani, 2020). 

Kelima, perkembangan diri. Menerapkan sikap caring terus menerus dalam kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan kualitas diri menjadi lebih baik. Selain itu, jika suatu hal dilakukan secara terus menerus akan memunculkan rasa tanggung jawab akan aktivitas yang dilakukannya.

Bagaimana jika caring pada perawat rendah? Apakah Ada Dampaknya? Tentu Saja Ada!

Rendahnya sikap caring yang dimiliki seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan citra perawat serta mutu pelayanan keperawatan menurun. Hal inilah yang akan menjadi 'bom waktu' bagi perawat karena dapat menyebabkan rasa puas klien saat menerima pelayanan kesehatan akan menurun. Tak hanya itu saja, klien yang merasa kurang puas pada layanan yang diberikan perawat dapat meningkatkan hari rawat karena asuhan yang tidak maksimal dalam merawat klien (Purwaningsih, 2018).

Jika caring sangatlah penting, apa saja faktor-faktornya? 

Gibson, James Dan John (2000) membagi faktor yang dapat mempengaruhi sikap caring menjadi tiga bagian. 

Pertama, Faktor Individu. Faktor individu ini dapat berupa kemampuan seseorang, kecerdasan, emosional, latar belakang, ciri-ciri demografis nya, serta keterampilan yang dimiliki oleh orang tersebut (Livianita, 2015). Biasanya, faktor individu ini berbeda bagi tiap-tiap orang sehingga sikap caring yang ditunjukkan juga ikut berbeda-beda. Misalnya, A memiliki latar belakang keluarga yang cenderung cuek jika dibandingkan dengan B yang berasal dari keluarga harmonis yang selalu memperhatikan tiap-tiap hal kecil akan berpengaruh pada sikap caring orang tersebut. Dalam hal ini, A akan sulit untuk menerapkan sikap caring dalam kehidupan sehari-hari karena sikap tersebut belum menjadi suatu kebiasaan dalam hidupnya.

Kedua, Faktor Psikologis. Faktor psikologis ini berupa kepribadian yang dimiliki seseorang, sikap, serta motivasi yang mereka jalani. Biasanya, faktor ini akan dipengaruhi oleh keluarga, masyarakat, dan ciri-ciri demografis. 

Ketiga, Faktor Organisasi. Pada faktor ini, perilaku caring dapat terpengaruh karena sumber daya manusia, kepemimpinan, pekerjaan, serta imbalan (Livianita, 2015).

Disamping itu, Watson yang sebelumnya mencetuskan teori caring juga memiliki faktor-faktor pembentuk sikap caring yang kemudian dikenal dengan "10 Faktor Karatif Caring". 

Pertama, membangun suatu sistem nilai altruistik. Dalam faktor ini, perawat dapat memberikan kasih sayang serta memiliki sikap yang terbuka pada klien (Yuda, 2018). 

Kedua, membangun rasa kepercayaan dan harapan. Hal ini dilakukan perawat dengan menjalin hubungan terapeutik bersama klien dengan tujuan untuk menawarkan suatu bantuan. 

Ketiga, mengembangkan rasa sensitif baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Faktor ini dapat dilakukan dengan belajar untuk menerima keadaan diri sendiri serta orang lain. 

Keempat, membentuk sikap pertolongan dan kepercayaan. Hal ini dapat dilakukan perawat melalui komunikasi efektif bersama klien untuk membentuk dan menopang pertolongan-kepercayaan. 

Kelima, menawarkan serta mengungkapkan perasaan negatif maupun positif. Perawat dapat membantu dan menerima perasaan klien dengan menunjukkan bahwa kita siap untuk berbagi perasaan.

Keenam, dalam menyelesaikan masalah perlu menggunakan proses caring yang inovatif. 

Ketujuh, menawarkan kegiatan belajar dan mengajar. Dalam faktor ini, perawat belajar secara bersama-sama ketika mengajarkan klien untuk melakukan perawatan diri. Selain itu, klien juga memiliki tanggung jawab untuk belajar bersama dengan perawat. 

Kedelapan, memfasilitasi dukungan, perlindungan, serta perbaikan secara fisik, mental, sosial, serta spiritual dengan membangun suasana yang nyaman, damai, dan adanya rasa kebersamaan, keindahan, serta kepercayaan pada semua tingkatan fisik maupun non-fisik. 

Kesembilan, Mendapatkan bantuan manusia dengan membantu klien untuk memenuhi kebutuhan dasar dengan mengacu pada sikap caring. 

Kesepuluh, memperkenankan adanya kekuatan fenomena yang bersifat spiritual. Dalam hal ini, perawat memberikan pengertian secara spiritual untuk memberikan gambaran yang lebih baik mengenai kondisi yang sedang dirasakan. Biasanya, hal ini dilakukan perawat dalam menangani klien dengan kondisi menjelang ajal (Potter & Perry, 2009).

Dalam melakukan caring perawat menggunakan berbagai macam pendekatan saat melakukan asuhan keperawatan tiap kali bertemu klien. Menurut Potter dan Perry (2009), terdapat empat sikap keperawatan yang berhubungan dengan caring yaitu kehadiran, sentuhan, mendengarkan, serta memahami klien.

Kehadiran didefinisikan sebagai dua orang atau lebih yang berjumpa dengan tujuan untuk merengkuh serta mengutarakan sesuatu. Menurut Fredriksson (1999), kehadiran dibagi menjadi dua dimensi yaitu "ada di" yang berarti komunikasi serta kehadiran secara fisik dan "ada dengan" berarti hubungan interpersonal dimana perawat selalu ada untuk klien sehingga mereka akan menyetujui perawat untuk melihat ataupun menyentuh sisi rapuh dalam diri dan penderitaan mereka (Potter & Perry, 2009). Adanya kehadiran membuat klien mengerti dirinya sendiri. Hal ini bertujuan agar tercipta suasana yang terbuka dan saling mengerti antara perawat dan klien.

Sentuhan didefinisikan sebagai pendekatan yang dapat membuat seseorang rileks dan tenang karena perawat mendekatkan diri untuk memberikan sebuah perhatian serta dukungan. Sentuhan sendiri dibagi menjadi dua jenis, yakni sentuhan kontak dan non-kontak. Sentuhan kontak dapat berupa sentuhan secara langsung antara kulit dengan kulit. Sedangkan sentuhan non-kontak digambarkan menjadi tiga kategori (Potter & Perry, 2009). 

  1. Sentuhan yang berorientasi-tugas. Perawat akan menggunakan sentuhan ini ketika sedang menjalani tugasnya. Misalnya, jika seorang klien merasa khawatir dan gelisah saat akan menjalani suatu tindakan --seperti pemasangan NGT-- perawat perlu memberikan rasa aman dan nyaman kepada klien dengan menjelaskan secara rinci tentang tindakan tersebut dan manfaat melakukannya (Potter & Perry, 2009). 
  2. Sentuhan caring yang menjadi komunikasi non-verbal yang berpengaruh pada rasa aman dan nyaman klien, peningkatan harga diri, serta perbaikan dalam orientasi pada kenyataan. Sentuhan caring dapat berupa menggenggam tangan klien, memberikan pijatan, atau hati-hati saat memposisikan klien (Potter & Perry, 2009). 
  3. Sentuhan perlindungan yang digunakan dalam menjaga klien agar terhindar dari kecelakaan-kecelakaan yang berkemungkinan terjadi, misalnya terjatuh (Potter & Perry, 2009).

Mendengarkan yang menjadi perhatian penuh karena perawat perlu "mengerti" apa yang klien katakan dengan cara memberikan suatu umpan balik. Dengan mengerti apa yang klien katakan dapat membangun sebuah hubungan yang saling menguntungkan baik antara perawat maupun klien. Dalam sikap ini, perawat perlu memfokuskan perhatiannya secara penuh kepada klien ketika klien menceritakan kisahnya (Potter & Perry, 2009).

Memahami klien menjadi salah satu proses caring yang Swanson utarakan. Seiring berjalannya waktu, pemahaman akan terus menerus berkembang selama perawat meninjau kondisi klinis, perilaku, dan respon klien. Dengan memahami klien secara penuh, perawat akan lebih mudah dalam memilih intervensi selanjutnya untuk memaksimalkan kebutuhan klien (Potter & Perry, 2009). Memahami klien menjadi salah satu proses caring yang Swanson utarakan. Seiring berjalannya waktu, pemahaman akan terus menerus berkembang selama perawat meninjau kondisi klinis, perilaku, dan respon klien. Dengan memahami klien secara penuh, perawat akan lebih mudah dalam memilih intervensi selanjutnya untuk memaksimalkan kebutuhan klien. Memahami klien menjadi salah satu proses caring yang Swanson utarakan. Seiring berjalannya waktu, pemahaman akan terus menerus berkembang selama perawat meninjau kondisi klinis, perilaku, dan respon klien. Dengan memahami klien secara penuh, perawat akan lebih mudah dalam memilih intervensi selanjutnya untuk memaksimalkan kebutuhan klien (Potter & Perry, 2009).

Dari berbagai macam penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa caring menjadi dasar, pokok, inti, ataupun jantung dalam praktik keperawatan. Tak hanya 1 teoritis, bahkan lebih mengutarakan bahwa caring sangatlah penting. Dengan membentuk, membangun, menerapkan serta memahami sikap caring perawat maupun calon perawat akan mudah dalam menjalani tugasnya nanti. Berbagai macam cara yang dapat dilakukan seseorang dalam meningkatkan sikap caring. Tak hanya itu, berbagai macam faktor dapat mempengaruhi sikap caring. Dari sinilah, kita perlu memahaminya lebih jauh untuk mengenal pondasi utama dari praktik keperawatan. 

Referensi

Amali, L. S. (2019, September 11). Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Kepuasan Pasien di RSUD Karanganyar. STIKES AISKA Repository. http://eprints.aiska-university.ac.id/678/

Gultom, Y. R. (2014). PENGARUH MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUANGRAWAT INAP TERHADAP KEPUASAN PASIENDI RUMAH SAKIT UMUM SARI MUTIARAMEDAN TAHUN 2014. http://114.7.97.203:8123/inlislite3/uploaded_files/dokumen_isi/Monograf/CHAPTER%20II_057.pdf

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (n.d.). Arti kata puas - Kamus Besar Bahasa Indonesia. Retrieved December 19, 2021, from https://kbbi.web.id/puas

Livianita, F. (2015). HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU CARINGPERAWAT DI RUMAH SAKIT PETALA BUMI - Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Repository. Repository UIN SUSKA. http://repository.uin-suska.ac.id/6878/

Mughira, C. L. (2015). Hubungan antara Gaya Kepemimpinan Demokratis Kepala Ruangan Rawat Inap dengan Kepuasan Kerja Perawat di Puskesmas Lhoksukon Kab. Aceh Utara. REPOSITORY UNIVERSITAS MEDAN AREA. http://repository.uma.ac.id/handle/123456789/920?locale=ru

Nurbiyati, T. (2013). Persepsi Pasien Tentang Perilaku Caring Perawat Dalam Pelayanan Keperawatan. Jurnal Unimus. https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/viewFile/888/942

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental Keperawatan (A. Ferderika, Trans.; 7th ed., Vol. 1). Salemba Medika.

Purwaningsih, D. F. (2018). PERILAKU CARING PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP. Jurnal Ilmiah Kesehatan. https://ojs.unsiq.ac.id/index.php/jik/article/download/152/61/

Rahmayani, S. N. (2020). GAMBARAN PERILAKU CARING DENGAN TEORI SWANSON PADA MAHASISWA NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang. Repository Unimus. http://repository.unimus.ac.id/4606/

Utami, V. (2019). HUBUNGAN CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN. Jurnal Publikasi. http://repository.itspku.ac.id/91/1/2016011916.pdf

Yuda, S. A. M. (2018, December 11). HUBUNGAN ANTARA CARING PERAWAT DALAM PEMBERIAN PELAYANAN DENGAN MOTIVASI PENGOBATAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS (studi di ruang hemodialisa rumkit Tk. II Dr.Soepraoen Malang). UMM Institutional Repository. http://eprints.umm.ac.id/41798/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun