Mohon tunggu...
Politik

Ketuhanan Pancasila dan Syariat Islam

3 Juni 2017   01:07 Diperbarui: 3 Juni 2017   01:13 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pancasila identik dengan Indonesia, dan sudah menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika kita mengingat sejarah, pada sila pertama pernah terdapat usulan tambahan kata yang telah dihapus, yaitu “dengan menjalankan syariat islam bagi para pemeluknya”. Dari hasil diskusi panjang, kesepakatan tersebut pada akhirnya kita saksikan sebagai kesepakatan yang mufakat antara para negarawan termasuk ulama.

Logika sederhananya, apakah dengan dihapusnya kalimat 'tambahan' tadi menjadikan pancasila bertentangan dengan syariat? Jika iya, mengapa para ulama mau menerima pancasila jika bertentangan dengan syariat? Apakah ulama jaman dulu diragukan tingkat perjuangan keislamannya? Dalam suasana genting, kaidah memilih pilihan yang lebih sedikit mudhorotnya bisa berlaku. Apa mungkin itu keputusan terbaik saat itu?

Atau, logikanya bisa kita balik, apakah dengan diusulkannya kalimat 'tambahan' tersebut, berarti pencetus pancasila dipenuhi kelompok radikal? Jika begitu, mengapa Bung Karno meminta pertimbangan ke kelompok yang mengancam keutuhan NKRI? Mengapa setelah kata-kata itu dihapus, mereka tidak memberontak? Radikal tapi sekaligus pahlawan, aneh? Tidak.

Dari sini kita lihat dalam tujuan awal Pancasila dibuat oleh pemrakarsanya, pancasila bukan diciptakan untuk bertolak belakang dan berlawanan dengan syariat. Syariat sangat mungkin digunakan sebagai 'penyeimbang' dalam hal menentukan hukum yang akan berlaku, ditengah ideologi-ideologi lain yang bertentangan dengan pancasila. Saat ini dengan hukum yang ada tidak dipungkiri banyak yang menciderai nilai tujuan pancasila. Subjektivitas penyusun Undang-Undang bisa dibilang menjadi penyebabnya. Oleh karenanya saat ini imperialis kapitalis sangat mudah masuk ke segala aspek kehidupan bernegara. Bukan hal yang mudah saat ini dalam merubah segala bentuk undang-undang yang sudah terlanjur pro imperialisme. Lantas apakah menjadikan 'pejuang syariat' patah arang, dan melakukan sesuatu yang diluar batas dan merugikan orang lain? Masih banyak cara yang benar untuk merubah menjadi lebih baik.

Rumusan Pancasila sebagai falsafah negara disusun dengan cukup cerdas. Para penyusunnya ibarat menyediakan kertas kosong yang sebelumnya tidak disediakan di jaman kolonialisme, kita sebagai generasi penerus yang wajib melanjutkan perjuangannya. Mau diisi apa? Sekarang tinggal bagaimana perjuangan masing-masing manusianya mau diisi syariat islam, nasionalis, kapitalis, sosialis, liberal? Bung Karno pernah berkata “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."

Memandang radikalisme bagaikan ketika saat lapar dihadapkan pada masakan yang rasanya tidak enak, ada beberapa pilihan radikal dalam menanggapinya :
1. Makan saja apa yang disajikan enak atau enggak.
2. Kasih saran yang masak, bumbu apa yang kurang, bantu masak sampai jadi enak
3. Protes & maki2 minta ganti, ludahi makanannya, kalau perlu langsung lempar ke muka yang masak.

Hari lahir pancasila kita peringati pada 1 Juni, walaupun final isi pancasila kita dapati pada rumusan 18 Agustus 1945. Mari tetap kita peringati sebagai pengingat perjuangan dalam mempertahankan kemurniannya.

Wallahu A'lam Bishawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun