Mohon tunggu...
Yesri Saefatu
Yesri Saefatu Mohon Tunggu... Guru - Menulis saja

Menulis untuk kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Negara Indonesia dan Masalah Kebangsaan: Pemikiran Nurcholish Madjid tentang Islam dan Modernisasi Indonesia

20 Maret 2020   22:54 Diperbarui: 20 Maret 2020   22:59 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cak Nur - Nurcholish Madjid Foto realis

Dalam sejarah Indonesia, golongan intelektual adalah salah satu kelompok orang yang memegang peranan dalam menentukan politik negara ini. Nurcholish Madjid memaksudkan golongan intelektual ini sebagai orang-orang yang mempunyai seperangkat gagasan, sikap dan keyakinan yang berkiblat ke kebudayaan Barat. Faktor pendidikan Belanda dan faktor kedudukan sebagai kelas elit di zaman kolonial adalah dua faktor yang saling menyokong dan menguatkan.

Nurcholish Madjid menyoroti nasihat Snouck Hurgronje bahwa Pemerintah Kolonial harus mengembangkan sikap netral terhadap Islam sebagai agama, namun sikap keras dan tegas terhadap Islam sebagai gerakan politik.

Pada saat yang sama, Pemerintah Kolonial sekaligus harus merangkul golongan-golongan dalam masyarakat Indonesia yang agak tipis keislamannya, yaitu kaum elit tradisional, pemimpin-pemimpin kaum adat di luar Jawa dan kaum priyayi di Jawa.

Menurut Nurcholish Madjid, semua hal itu hanyalah permulaan politik Belanda lebih lanjut untuk sepenuhnya menghancurkan Islam. Lebih dari itu --- dan inilah intisari filsafat kolonialismenya Snouck Hurgronje --- Indonesia harus dimodernisasikan.

Seperti juga dikatakan oleh Snouck, "Oleh Indonesia modern itu, menurut batasannya, tidak mungkin merupakan Indonesia Islam, dan tidak pula merupakan Indonesia yang diperintah oleh adat, maka ia harus merupakan Indonesia yang dibaratkan".

Dalam analisisnya yang terakhir, Snouck Hurgronje mengatakan, "Pendidikan Barat adalah cara yang paling dapat dipercaya untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh Islam di Indonesia". Inilah yang disebut Snouckisme oleh Nurcholish Madjid.


Oleh karena itu mudah dipahami bahwa umat Islam menjadi golongan yang paling dirugikan sebagai objek politik. Sebagai akibatnya, karena kebenciannya kepada Belanda dan segala sesuatu yang berbau Belanda, umat Islam menempuh jalan non-kooperasi dan non-asosiasi.

Umat Islam meneruskan pendidikan tradisional mereka sendiri, dan mengembangkannya dalam suatu persaingan yang hebat dengan pendidikan Belanda.

Dengan demikian, justru semangat patriotisme dan antikolonialisme menjadi semakin berkobar di kalangan rakyat di bawah pimpinan kaum ulama, yang kelak menjadi bibit gerakan-gerakan politik revolusioner Islam, bahkan menjadi bibit seluruh gerakan patriotik bangsa Indonesia. 

Karena berhasil mempertahankan kepribadian Islamnya, mereka ikut serta dengan rakyat dalam perjuangan patriotik melawan Belanda, bahkan memimpinnya. Mereka itu, untuk menyebutkan beberapa orang saja, ialah H. O. S. Cokroaminoto, Haji Agus Salim, K. H. M. Mansyur, Dr. Sukiman, Moh. Natsir, dan lain-lain.

Sekalipun pelaksanaan Snouckisme tidak menghasilkan seluruh apa yang digambarkan oleh penciptanya, tetapi segi-segi yang berhasil tetap dirasakan sampai masa-masa Indonesia merdeka, yang terutama diteruskan dan diwarisi oleh suatu lapisan sempit masyarakat Indonesia yang merupakan kelas atas (elit) secara politik maupun intelektualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun