Mohon tunggu...
Yesi Hendriani Supartoyo
Yesi Hendriani Supartoyo Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tumbuh dan Bersenyawa Bersama Kompasiana

16 November 2017   08:06 Diperbarui: 16 November 2017   08:53 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok: Daftar Pustaka Disertasi S3 UGM

Saya dan Kompasiana seakan memiliki hubungan kompleks. Pasalnya, bulan lahir kami sama yaitu Oktober. Pun, berdasarkan zodiak yaitu Libra. Kompasiana lahir tanggal 22 Oktober, sedangkan saya lahir tanggal 11 Oktober. Selisih 11 hari tersebut bagi saya sangat unik, pun tanggal lahir yang sama-sama berulang angkanya.

Kompasiana lahir bertepatan ketika usia saya menginjak 19 tahun pada 2008 silam. Ketika itu saya masih duduk di bangku kuliah tahun kedua. Dan siapa juga yang akan menyangka bahwa 133 tahun sebelum kelahiran Kompasiana tepatnya di tahun 1875, saluran komunikasi telegraf mulai beroperasi untuk kali pertama di Argentina.

Telegraf sendiri merupakan sebuah mesin/alat yang menggunakan teknologi telegrafi untuk mengirim dan menerima pesan dari jarak jauh. Sama halnya dengan platform Kompasiana yang menjadi media untuk saling berkomunikasi antar Kompasioner (sebutan bagi para kontributor Kompasiana)

Tanggal 29 Maret 2012 merupakan cikal bakal awal mula saya sebagai seorang Kompasioner. Selang lima tahun berlalu, banyak kenangan tak terlupakan yang hadir bersama Kompasiana. Berdasar statistik, telah 159 artikel yang saya tuliskan di Kompasiana. Diantara ratusan artikel tersebut, 8 diantaranya menjadi headline dan 82 diantaranya merupakan pilihan. Saya merasa sangat bersyukur atas kepercayaan yang diberikan, apalagi bisa berkesempatan berada di posisi 200 besar dari ratusan ribu Kompasioner yang ada sudah menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya pribadi.

Selama berkarya bersama Kompasiana, beberapa artikel tulisan saya berkesempatan terpilih dan memenangkan beberapa kompetisi menulis. Kalau ditotal honor menulis yang saya peroleh lumayan. Ya, lumayannya bisa dipergunakan untuk pelesiran ke luar Negeri minimal ke salah satu destinasi Negara di Asia Tenggara. Lumayan, kan?

dok: pribadi
dok: pribadi
Kenangan berkesan lainnya ialah ketika artikel tulisan saya disitasi oleh beberapa mahasiswa. Siapa yang menyangka bahwa artikel di platform online dapat dijadikan rujukan referensi sebuah karya ilmiah yang tak tanggung-tanggung untuk kapasitas sebuah Disertasi. Such an honour!

dok: Daftar Pustaka Disertasi S3 UGM
dok: Daftar Pustaka Disertasi S3 UGM
Semisal, ketika artikel tulisan yang diposting tahun 2014 berjudul "Tri Hita Karana: Perangkat Lunak Pencapai Keharmonisan dan Kearifan Lokal Masyarakat Bali". Ide tulisan tersebut saya peroleh ketika melakukan kunjungan ke Bali. Saya begitu terpesona dengan konsep Tri Hita Karana yang menjadi prinsip hidup masyarakat Bali.

Artikel tersebut lantai disitasi dan dijadikan referensi untuk sebuah Disertasi berjudul "Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam Perspektif Filsafat Lingkungan dan Relevansinya bagi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia". Disertasi ini merupakan milik seorang mahasiswa Program Doktoral/S3 Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Selain itu, artikel tulisan saya yang berjudul "Lautku, Lautmu dan Laut Kita" yang diposting pada tahun 2012 juga dijadikan rujukan sebuah Makalah berjudul "Laut sebagai Faktor Integrasi Nasional" oleh seorang mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu pada 2013 silam.

dok: febijunaidi.blogspot.co.id
dok: febijunaidi.blogspot.co.id
Memang benar kata Pramoedya Ananta Toer bahwasanya "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian".

Kompasiana telah menjadi wadah saya untuk belajar menulis dan melatih saya bekerja untuk keabadian. Kepandaian saya tidaklah setinggi langit tapi saya ingin terus belajar agar tidak hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Bahkan yang terpenting adalah agar saya bisa belajar berdamai dengan diri saya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun