Mohon tunggu...
Pena Wimagati
Pena Wimagati Mohon Tunggu... Mahasiswa dan Jurnalis

Tulis, Baca, Nyanyi dan Berolahraga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menulis Etnografi Papua: Antara Tradisi, Globalisasi, dan Peran Pemuda

28 September 2025   23:49 Diperbarui: 28 September 2025   23:49 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret budaya gunung Papua 

Oleh :Yeremias Edowai

Papua adalah rumah besar yang penuh warna, sebuah bentangan tanah di ujung timur Indonesia tepatnya kawasan Melanesia yang dihiasi oleh gunung bersalju abadi, laut biru dengan ombak yang menggulung, hutan rimba yang lebat, serta rawa-rawa yang tenang. Tetapi keindahan itu bukan hanya milik alam, melainkan juga milik manusia yang menjadikannya ruang hidup. Papua adalah rumah budaya, tempat di mana manusia, alam, dan roh-roh leluhur saling bertemu dalam satu kesatuan.

Dalam peta antropologi, wilayah ini dikenal memiliki sembilan kawasan budaya, dua di antaranya berada di Papua Nugini, sehingga yang tersisa di Papua Indonesia ada tujuh. Angka tujuh itu bukan sekadar penanda geografis, melainkan simbol bagi kekayaan identitas. Ketujuh kawasan itu Mamta, Saireri, Domberai, Bomberai, Meepago, Lapago, dan Ha Anim ibarat tujuh pintu yang jika kita masuk ke dalamnya, kita akan menemukan dunia yang berbeda-beda, namun tetap satu dalam nama Papua.Orang Papua percaya, budaya adalah napas kehidupan. Ia hadir dalam tarian, dalam ukiran, dalam suara tifa, dalam cara menokok sagu, dalam tradisi bakar batu, dalam nyanyian malam di bawah cahaya api unggun. Semua itu bukan sekadar hiasan, melainkan cara manusia menyatu dengan dunia yang lebih luas.Namun, sering kali wajah Papua dilihat dengan kacamata sempit. Negara Indonesia dan beberapa negara luar seperti Amerika Serikat lebih sering menyebut wilayah Papua sebagai daerah konflik atau wilayah kaya sumber daya yang mereka jadikan sebagai dapur. Perspektif semacam ini membuat budaya Papua seakan-akan terpinggirkan, seolah-olah hanya ornamen yang tidak penting. Padahal, Papua adalah gudang pengetahuan manusia yang bisa menjadi cermin bagi kita semua.Etnografi hadir untuk membuka jendela itu. Memahami Papua tanpa etnografi ibarat membaca buku hanya dari sampulnya: kita tahu judul, tapi tidak pernah mengerti isi.

Tujuh Dunia Budaya Papua

Penulis selami tujuh dunia budaya Papua satu per satu.

Mamta adalah rumah bagi orang Sentani dan Jayapura. Danau Sentani bukan sekadar air yang membentang, melainkan halaman hidup yang memberi makan, tempat manusia berenang bersama sejarah. Perahu lesung adalah lambang identitas, dan pesta danau bukan hanya atraksi wisata, melainkan doa panjang untuk keseimbangan alam.

Saireri, di Biak, Yapen, Waropen, adalah tanah bahari. Tarian wor bergema di pesisir, mengisahkan hubungan manusia dengan laut dan bintang-bintang. Tradisi mansorandak, penyambutan tamu, memperlihatkan betapa orang Saireri memuliakan kehidupan.

Domberai di Fakfak dan Kaimana dikenal dengan semboyan "satu tungku tiga batu." Falsafah itu sederhana, tetapi penuh makna: hidup bersama hanya bisa kokoh jika tiga batu agama, adat, dan pemerintah berdiri seimbang menopang periuk kehidupan.

Bomberai memiliki kearifan ekologis yang disebut sasi, yaitu aturan adat untuk melarang mengambil hasil laut atau hutan pada waktu tertentu. Dengan sasi, alam mendapat kesempatan untuk bernapas, dan manusia belajar sabar menunggu saat panen.

Meepago di pegunungan Paniai, Dogiyai, dan Deiyai menjadikan keladi sebagai pusat kehidupan. Bakar batu adalah pesta solidaritas: batu dibakar, daging babi dan umbi ditaruh di atasnya, lalu dimakan bersama. Filosofi "Dou, Gai, Ekowai" mengajarkan orang Mee untuk hidup jujur, baik hati, dan setia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun