Mohon tunggu...
Pena Wimagati
Pena Wimagati Mohon Tunggu... Mahasiswa dan Jurnalis

Tulis, Baca, Nyanyi dan Berolahraga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengemis Rohani dan Penjajah Religius

21 Juli 2025   23:24 Diperbarui: 21 Juli 2025   23:24 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Menguak Bisnis Air Mata Buaya dalam Rumah Tuhan) 

Oleh: Siorus Ewainaibi Degei

Seorang sahabat membagikan pengalamannya saat mengunjungi Kota Jakarta untuk menghadiri acara kelulusan dari salah satu anggota keluarganya. Pengalaman yang ia bagikan terkait fenomena para pengamen di lampu merah yang merajalela. Pengamen di kota-kota metropolitan di negeri ini memang menjadi isu klasik yang tidak mendapatkan perhatian serius pihak berwajib.

Saya bukan baru kali ini saja mendengarkan cerita tentang pengamen atau pengemis di kota-kota besar. Sudah berkali-kali saya mendengar cerita tentang mereka. Menarik bahwa para pengamen ini punya modus-modus yang menjadi strategi pengamenannya. Mereka berjualan koran saat lampu lalu lintas berwarna merah. Seperti gerombolan ikan kelaparan di dalam kolam yang disemburi pakan, mereka berebutan mobil yang parkir. Saya tidak tahu menahu perhitungan mereka seperti apa? Apakah semua mobil mereka datangi atau mobil-mobil tertentu yang menurut intuisi ala pengamen merupakan mobil-mobil orang berada, para sultan tajir.

Menurut cerita beberapa sahabat juga bahwa para pengemis ini adalah mereka yang ruang hidupnya terjepit di kota besar. Sebagian dari mereka adalah orang-orang kampung yang tersihir cerita-cerita enak dan hebat kota besar, tiba di tempat rupanya kenyataan tak semanis harapan, mereka harus bergulat, namun apa boleh buat, keterampilan mereka terbatas, ijazah mereka yang lulusan sekolah pinggiran tidak berafaedah untuk bersaing dengan anak konglomerat papan menengah ke atas.

Ada juga pengemis, ibu-ibu yang mengendong anak sesama pengemisnya seakan-akan adalah anaknya sendiri, kemudian ia merangkai alibi bahwa anaknya sedang sakit, belum makan beberapa hari. Sambil melakoni wajah memprihatikan ia mengais cuan. Ada juga pengemis yang memakai perban luka, mepertontonkan diri bak pasien kritis, heran sakit tapi bisa tadah hujan dan panas. Kemudian ada juga mulai menggunakan kursi roda atau tongkat menghampiri mobil-mobil, mengetuk-ngetuk jendela, meminta belas kasihan.

Banyak strategi para pengemis. Beda dengan para pengamen tentunya, yang muncul di dalam kendaraan angkutan umum, taksi, kereta, kapal, bis, dan lainnya, juga di pusat-pusat perbelanjaan, alun-alun kota, taman, dan pusat-pusat keramaian sejenisnya, mereka akan menyanyikan lagu-lagu favorit kebanyakan warga masyarakat yang sedang trending, setelahnya akan mereka jalankan kotak sumbangan.

Karena berlangsung lama, turun-temurun, dari generasi ke generasi, waktu lepas waktu, maka tidak heran bahwa aktivitas mengemis, mengamen, memulung, meminta-minta, memohon-mohon rasanya tela bermetafosa menjadi tradisi, budaya, cara berada beberapa insan manusia negeri ini untuk survive.

Para pengemis, pengamen, pemulung, dan peminta-minta tidak saja selalu ada di lampu merah atau pusat-pusat keramaian kota metropolitan, mereka sudah tersebar kemana-mana, di mana-mana. Dalam bentuknya yang lain namun isi yang sama, budaya itu juga dapat kita lihat dalam mentalitas para pejabat, para pemimpin, mereka yang sudah mapan secara ekonomi.

Mengemis jabatan dengan jalan munafik, menjadi penjilat yang sekali menjilat langsung kinclong. Pengemis berkedok agama. Ini yang mau saya soroti. Saya melihat bahwa ada banyak sekali unit karya sosial agama, seperti sekolah, asrama, panti asuhan, klinik, rumah sakit, dan sejenisnya yang digunakan pertama-tama bukan untuk misi kemanusiaan, melainkan misi bisnis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun