Mohon tunggu...
Yeni Dewi Siagian Psikolog
Yeni Dewi Siagian Psikolog Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog

Professional Training Organizer, Human Capital Practitioner, Digital Marketing ,Trainer dan Assessor BNSP Licensed | Coach, Productivity and Women Empowerment Psychologist | Member of APA (American Psychological Association) | WeSing @yenidewisiagianpsikolog | Twitter @yenidewisiagian | FB/IG @yenidewisiagianpsikolog | YouTube @yenidewisiagianpsikologtv | Pernah bekerja sebagai Journalist di Majalah Intisari (KKG) | Business Inquiries Contact 0812-9076-0969 | Founder of www.butterflyconsultindonesia.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Selamat Ulang Tahun Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia!

23 Juli 2023   23:37 Diperbarui: 23 Juli 2023   23:38 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto  dari www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=10958

Sebentar lagi, tepatnya tanggal 13 Agustus 2023 Bangsa Indonesia akan merayakan ulang tahun ke-20 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.Kalau kita lihat ke belakang, banyak prestasi dan doa yang dipanjatkan saat Mahkamah Konstitusi (MK) didirikan. Di tahun itu Indonesia merupakan negara ke-78  di dunia yang memiliki Mahkamah Konstitusi. Selain itu, di tahun yang sama Indonesia adalah negara pertama di abad 21 yang mendirikan Mahkamah Konstitusi dengan Bapak Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. sebagai Ketua MK Pertama.

Jika diibaratkan dengan manusia, maka menurut Pakar Psikologi Erik Erikson dalam tulisannya yang berjudul "Stages of Psychosocial Development" (Tahapan Perkembangan Psikosial), manusia akan memasuki fase yang dinamakan dengan isolation vs intimacy (isolasi vs keintiman) (https://kampuspsikologi.com/perkembangan-psikologis-wanita-usia-20-an-tahun/).

Tantangan pada fase ini adalah bagaimana menciptakan hubungan jangka panjang yang membuatnya merasa nyaman. Keberhasilan melewati fase ini akan membuat hubungan yang terjadi akan dipenuhi dengan komitmen dan cinta.

Ini tampaknya berlaku juga untuk hubungan antara MK dengan Bangsa Indonesia. Berdasarkan website MKRI (https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=10958) berikut ini kewenangan MK :
1. Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945

2. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945

3. Memutus pembubaran Partai Politik


4. Memutus Perselisihan tentang hasil Pemilu

Kalau membaca kewenangan di atas, tampak jelas tantangan yang dihadapi MK sebagai Lembaga di Bidang Hukum ini untuk menghadapi tantangan yang ada saat ini. Apalagi tahun depan kita sudah akan melakukan Pemilu (Pemilihan Umum) untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Apalagi fungsi dan peran utama MK adalah adalah menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum dan MK dibentuk dengan fungsi untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga terjaga dan konstitusi itu sendiri terkawal konstitusionalitasnya. (https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=10958).

Dengan suhu politik yang sedang naik dan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia, tentu saja semua mata akan memandang kepada MK.

Mereka yang bersikap positif akan memandang MK sebagai lembaga yang memang menyuarakan keinginan rakyat akan supremasi hukum di Negeri Indonesia (mengingat kita adalah negara hukum), tapi yang bersikap negative akan berpikir sebaliknya.

Kembali ke Teori Erik Erikson tentang Perkembangan Manusia, saat usia 20 tahun, kalau ia berhasil membangun hubungan yang penuh komitmen dan cinta, maka ia akan semakin mantap melangkah ke fase perkembangan berikutnya. Lain halnya, jika ia gagal, maka ia akan merasa kesepian dan sendiri (https://kampuspsikologi.com/perkembangan-psikologis-wanita-usia-20-an-tahun/).

Tentu saja kita tidak mau hal ini terjadi pada MK.

Keberanian pendahulu kita mendirikan MK 20 tahun lalu sebenarnya sudah menjadi dasar bagi kita untuk terus bersikap positif akan keberhasilan MK dalam melaksanakan wewenangnya yang 4 (empat) tadi.

Walaupun sama seperti lembaga yang lain, tentu saja Mahkamah Konstitusi bukanlah lembaga yang tidak memiliki kekurangan.

Kita belajar dari kasus-kasus seperti "Aku Muntah", kasus Patrick Wah, kasus Kutaraja, serta kasus-kasus lainnya di mana terdapat tuntutan pidana atau pembelajaran bagi para hakim Konstitusi, Panitera, atau staf Mahkamah Konstitusi.

Namun sampai hari ini, MK tetap mampu bertahan dan tetap dihargai dan didengar suaranya.

Padahal pembuat undang-undang berusaha beberapa kali untuk melemahkan MK melalui dua perubahan undang-undang yang pernah dilakukan, Mahkamah Konstitusi tetap dapat melakukan apa yang dibutuhkan untuk menjalankan tugasnya dengan baik.

Hal ini perlu kita hargai, karena menjadi Hakim itu tidak mudah, apalagi Hakim yang bekerja di MK. Ada banyak kepentingan yang MK hadapi, dan banyak tantangan eksternal dan internal yang MK harus selesaikan supaya berdiri tegak seperti sekarang.

Saya teringat dulu semasa SMA saya ingin sekali menjadi seperti Tante (Namboru/Bou saya) Ibu Titi Nurmala Siagian, SH., MH.

Saat di Medan beliau bekerja sebagai Hakim di Pengadilan Negeri Medan, lalu lanjut jadi Hakim Ketua PT TUN dan pensiun sebagai Hakim Agung RI.

Saya melihat Bou saya berangkat dengan senyum dan pulang dengan senyum setiap hari, memakai baju yang rapi dan melakukan pekerjaan yang mulia : menolong yang benar dan menghukum yang salah. Hanya dengan ketok palu di meja hakim.

Keinginan itu saya sampaikan kepada Ibu saya, dan saya giat belajar sehingga selalu jadi juara kelas di kelas. Nilai saya selalu bagus dan saya sering terpilih menjadi Ketua Kelas, Pengibar Bendera dan diikutkan ke berbagai perlombaan mewakili sekolah saya, SMA Negeri 1 Medan yang merupakan sekolah favorit di Medan.  

Suatu hari saya lihat Bou datang ke rumah dan berbincang dengan Ibu saya.

Saat melihat saya Bou tersenyum dan bertanya : "Iya Yen, kata Mami kau mau jadi hakim ?"

"Iya Bou," kata saya sambil memandangnya dengan kagum.

Kata Bou saya, "jadi Hakim itu banyak tantangannya. Bou selalu berusaha memberikan hukuman yang seringan-ringannya kepada terdakwa, tapi belum tentu dia senang dengan hukuman yang Bou berikan."

"Keluarga yang dimenangkan juga belum tentu senang dengan hukuman yang Bou berikan kepada terdakwa."

"Oh iya juga." Pikirku.

Bou lanjut bercerita "Bou pernah menjemput Sam (anaknya) di sekolah. Waktu di jalan Bou bingung, kok ada mobil ikuti Bou terus di jalan. Pas sudah sampai sekolah Sam, Bou langsung bilang 'cepat-cepat Sam, masuk.'"

"Dari sekolah Sam, kami gak langsung pulang, saya bilang supir supaya mutar-mutar dulu sampai mobil yang mengikuti itu sudah ada tidak ada lagi. Bou sempat lihat, yang menyetir mobil itu adalah terdakwa yang pernah Bou hukum 2 (dua) tahun, tapi sekarang sudah bebas."

Aku terkejut mendengarnya.

Bou lalu melanjutkan. "Bou pernah menangani kasus anak yang membunuh temannya (sebaya) karena pengen dapat sepedanya." "Oh iya Bou, aku tahu peristiwa itu," kataku. "Lalu Bou melanjutkan, "Suatu hari dia dibawa ke ruang siding untuk dibacakan hukumannya. Tapi pas sampai di ruang sidang ternyata tubuhnya lemah mungkin karena tempat tidurnya seadanya. Lalu Bou bilang 'bawa kembali, bagaimana mau diadili kalau kondisinya seperti ini ?"

Aku terkesiap mendengarnya, terbayang harus mengadili anak-anak, bukan hal yang gampang.

Bou melanjutkan lagi, "Biasanya ruang pengadilan itu sudah steril. Tidak ada yang boleh membawa senjata tajam. Tapi pas bou mau membacakan dakwaan, tiba-tiba tersangka mengeluarkan silet dan menyileti tubuhnya sampai berdarah-darah. Entah darimana siletnya. Bou langsung minta sidang ditunda."

Jantungku berdebar-debar, mataku terbelalak dan nafasku tertahan ketika mendengarnya.

"Jadi Yen, tidak usahlah kau bekerja sebagai hakim ya." kata Bouku dengan lembut.

Aku tertunduk dan  menjawab "iya" dalam hatiku.

....

Buat sebagian orang, kerja sebagai Hakim terkesan gampang. Mungkin karena cara berpikirnya sama seperti aku sebelum mendengar tantangan yang dihadapi Bouku ketika menjalankan tugasnya sebagai Hakim.


"Ketok palu dan beres."

Ternyata tidak.

Ada banyak hal yang perlu dipikirkan, ada banyak hal yang perlu diteliti.

Kadang saya melihat Bou saya jam 11 malam masih membaca semua materi dakawaan sambil terkantuk-kantuk.

Tujuannya apa ?

Supaya bisa menjadi Hakim yang adil untuk semua perkara yang dihadapinya.

Jadi kalau orang melihat Hakim hanya sekedar memutuskan perkara semaunya saja, ternyata tidak demikian dinamikanya.

Keputusan yang keliru akan berdampak positif dan negative bagi pihak-pihak yang terlibat.

Sebagai contoh, kalau MK melakukan kekeliruan ketika menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945 apa akibatnya ?

Tentu saja seluruh Bangsa Indonesia yang akan dirugikan. Padahal Mahkamah Konstiitusi punya peran dalam memastikan bahwa hak-hak individu tetap terlindungi.

Karena dalam banyak kasus, hak-hak individu dapat terancam oleh undang-undang atau kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusional. Oleh karena itu, tugas mahkamah adalah untuk memastikan bahwa hak-hak ini dihormati dan tidak dikorbankan atas nama kepentingan politik atau sosial.

Seperti waktu saya KKN dulu, warga desa minta kami untuk melakukan penyuluhan hukum, karena alasannya "Supaya kami tidak sedikit-sedikit dihukum, padahal kami tidak mengerti hukum (undang-undang)."

Karena itu ulang tahun Mahkamah Konstitusi adalah waktu yang tepat untuk merefleksikan sejauh mana institusi ini telah berkembang dan berkontribusi bagi masyarakat.

Peran Mahkamah Konstitusi semakin relevan dalam menghadapi beragam tantangan di tengah dunia yang terus berubah. Globalisasi, teknologi, dan dinamika sosial telah memberikan dampak pada sistem hukum dan memberikan tantangan baru bagi Mahkamah Konstitusi untuk tetap berada di garis depan dalam memutuskan perkara yang kompleks dan inovatif.

Sama seperti manusia yang berulang tahun ke-20, disinilah tantangan Mahkamah Konstittusi untuk merangkul Bangsa Indonesia dalam komitmen dan cinta, sehingga terjadi keintiman yang mesra antara MK dan masyarakat.

Saya percaya, anggota MK adalah orang-orang terpilih dari Bangsa Indonesia yang dipercaya untuk mengemban tugas yang tidak gampang, tapi juga tidak susah. Asal ada keinginan untuk bersatu padu di dalamnya dan kesiapan serta kesigapan untuk mendengarkan aspirasi rakyat.

Walaupun dalam mengerjakan tugasnya semua pihak yang terlibat di MK pasti mengalami hal yang cukup menegangkan dan mungkin tidak nyaman, tapi kehadiran berbagai tokoh MKRI cukup membantu memuaskan kebutuhan Bangsa Indonesia akan tegaknya supremasi hukum yang adil dan beradab di Negara tercinta ini.

Yang menjadi tantangan adalah, bagaimana di usianya yang ke-20 ini, masyarakat bisa lebih memahami bahwa keputusan yang diambil MK adalah karena dilandasi rasa cinta dan komitmen kepada Bangsa dan Negara Indonesia.

Caranya mudah.

Seperti yang dijawab Bou saya ketika ada pertanyaan saat mengikuti seleksi Hakim Agung.

Panitia menanyakan "apa yang Ibu lakukan saat Ibu harus membuat keputusan yang sulit dalam menangani kasus ?"

"Saya ikuti kata hati saya." kata Bou saya, dan dia lolos jadi Hakim Agung RI.

Demikian juga saya percaya Hakim-Hakim di MKRI akan mengikuti kata hatinya dalam meutuskan sesuatu karena ALLAH BERDAULAT DALAM HATI SETIAP INSAN.

Maju terus Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Doa kami menyertaimu !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun