Mohon tunggu...
Yayat S. Soelaeman
Yayat S. Soelaeman Mohon Tunggu... Penulis - Berbagi Inspirasi

writer and journalist / yayatindonesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Ketika Shin Tae-yong Kehilangan Akal

10 Januari 2023   04:28 Diperbarui: 11 Januari 2023   20:10 30754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fachrudin Ariyanto Gagal (Foto: www.kompas.com)

Jakarta - Pelatih Shin Tae-yong beberapa kali melontarkan keyakinannya untuk memberikan gelar Piala ASEAN Football Federation (AFF) untuk pertama kalinya, dan juga pernyataannya bahwa sepak bola Indonesia sudah setara dengan Vietnam dan Thailand. Namun ternyata, itu hanya angin surga, karena kenyataannya, Vietnam masih lebih superior.

Kedatangan Shin Tae-yong ke Indonesia pada Desember 2019 digadang-gadang akan mampu membentuk tim nasional tangguh, faktanya, memang memberikan secercah harapan, terutama karena ia berani memilih pemain muda, dan yang lebih menjanjikan, ia melatih dengan disiplin keras dan tega membuang pemain yang tidak disiplin.

Sejauh ini Shin Tae-yong sudah memberikan perunggu SEA Games 2021, meloloskan timnas senior ke putaran final Piala Asia 2023, meloloskan tim U-20 ke Kejuaraan Piala AFC 2023, dan menduduki runner up Piala AFF 2020.

Asa jutaan penggemar fanatik Indonesia mulai mekar di kejuaraan Piala AFF 2022, apalagi lima pertandingan sebelumnya dilalui dengan hasil menggembirakan, termasuk menahan imbang Thailand dan menahan Vietnam pada leg 1 semifinal di Jakarta, Jumat (6/1/2023). Namun ternyata, harapan tinggal harapan, Indonesia dihancurkan Vietnam 2-0.

Bagi masyarakat Indonesia yang fanatik, mungkin tidak penting bagaimana cara timnas Indonesia bertanding, karena yang lebih penting adalah apakah tim kebanggaannya bisa mengalahkan Malaysia, Thailand dan Vietnam? Apakah bisa merengkuh gelar juara? Tidak penting apakah Shin Tae-yong akan menerapkan formasi 3-5-2, 3-4-3, 4-3-3 atau 4-4-2.

Secara umum, karakter Shin Tae-yong menjanjikan harapan besar bagi kemajuan sepak bola Indonesia, meskipun tidak sedikit juga yang pesimistis. Terutama karena sepak bola Indonesia dikenal dengan permainan kerasnya, tidak pernah stabil, dan prestasinya berjalan di tempat.

Namun pengalamannya sebagai pelatih berlabel Olimpiade dan Piala Dunia, karena pernah melatih timnas Korea Selatan di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dan di Piala Dunia 2018, harapan publik semakin besar, apalagi ia berani menerapkan sistem pelatihan keras, disiplin dan mengembangkan revolusi mental.

Sayangnya, harapan untuk mengalahkan Vietnam di kandangnya dan melaju ke final, musnah setelah dua gol Nguyen Tien Linh menjebol gawang Nadeo Argawinata.

Taktik Bermain Shin Tae-yong

Sesungguhnya Shin Tae-yong adalah pelatih kaliber internasional yang memiliki banyak teori ilmu sepak bola dan berani melakukan berbagai terobosan dalam taktik dan strategi bermain, termasuk tidak pernah ajeg dalam menerapkan formasi permainan dan menganggap seluruh pemain yang dipilihnya adalah pemain inti.

Shin Tae-yong Gagal ke Final (Foto: www.kompas.com)
Shin Tae-yong Gagal ke Final (Foto: www.kompas.com)
Namun dalam beberapa pertandingan, baik di timnas senior maupun tim 19, Shin Tae-yong yang sejatinya sangat fanatik dengan formasi 4-4-2 dengan berbagai variasinya, beberapa kali menerapkan formasi dengan tiga bek sejajar, terutama formasi 3-5-2 yang untuk pertama kali diterapkan pelatih kesohor asal Argentina, Carlos Bilardo pada tahun 1986.

Kejutan teranyar Shin Tae-yong adalah ketika bertanding melawan Thailand pada 29 Desember 2022 yang berakhir 1-1, meski sejatinya Indonesia bisa menang karena banyak peluang dan Thailand bermain dengan 10 pemain.

Dengan formasi 4-2-3-1 racikannya, ia berhasil memainkan sepak bola direct tajam dengan variasi serangan dari sayap. Empat bek andalannya adalah Asnawi Mangkualam, Fachruddin Aryanto, Jordi Amat, dan Pratama Arhan.

Kemudian di depannya ada Marc Klok dan Rachmat Irianto sebagai double-pivot; lalu tiga gelandang serang Yakob Sayuri, Egy Maulana Vikri, dan Witan Sulaeman; serta striker tunggal Dendy Sulistyawan.

Dengan formasi itu, pasukan Thailand dibuat kalang kabut. Andai saja Shin Tae-yong tidak melakukan langkah blunder mengganti Rachmat Irianto, tentu Indonesia akan meraup poin penuh, dan menjadi juara grup.

Kejutan Shin Tae-yong berlanjut saat menghadapi Vietnam pada semifinal leg 1 di Jakarta, Jumat (6/1/2023).

Dengan formasi 3-5-2, Shin Tae-yong berhasil mengejutkan lawan yang juga menerapkan formasi serupa, dan komposisi pemain yang dipasang sukses meredam permainan tajam Vietnam.

Meskipun hasilnya 0-0, namun dua peluang emas yang gagal melalui Dendy Sulistyawan dan Yakob Sayuri, memberi indikasi bahwa timnas Indonesia mampu meladeni permainan Vietnam tanpa perlu menerapkan taktik 'parkir bus'.

Formasi kejutan 3-5-2 saat melawan Vietnam berhasil menguasai lapangan tengah dengan mengandalkan dua wing-back Asnawi Mangkualam dan Pratama Arhan, gelandang jangkar Rachmat Irianto, gelandang box-to-box Marc Klok, dan gelandang agresif Marselino Ferdinan, dengan striker Dendy Sulistyawan dan penyerang sayap kanan gantung, Yakob Sayuri. Sedangkan tiga bek sejajar diisi Fachrudin Aryanto, Jordi Amat dan Rizki Ridho.

Komposisi pemain itu mampu menampilkan wajah baru timnas Indonesia yang tajam saat menyerang dan tangguh dalam bertahan.

Formasi dan komposisi itu juga memperlihatkan keseimbangan tim dan berhasil menguasai lini tengah melalui trio gelandang beda fungsi, yaitu Rachmat Irianto, Marc Klok, dan Marselino Ferdinan.

Sedangkan di depan Yakob Sayuri dan Dendy Sulistyawan selalu menjadi hantu yang menakutkan di daerah pertahanan Vietnam.

Para penggemar sepak bola nasional memperoleh harapan besar, setidaknya Shin Tae-yong memiliki dua formasi andalan, 4-2-3-1 dan 3-5-2.

Kedua formasi tersebut sepertinya cocok dengan karakter pemain yang dipanggil, yaitu mampu bermain cepat. Kekuatan semakin meyakinkan dengan dua pemain naturalisasi yang menjadi roh permainan, Marc Klok dan Jordi Amat.

Kehilangan Akal

Lalu apa yang terjadi ketika Indonesia dihajar Vietnam 2-0 di Stadion My Dinh, Senin (9/1/2023)?

Dua Gol Nguyen Tien Linh (Foto: www.kompas.com)
Dua Gol Nguyen Tien Linh (Foto: www.kompas.com)
Ketika susunan pemain yang diumumkan, terasa sangat mengkhawatirkan. Betapa tidak, Shin Tae-yong kembali memainkan seluruh pemain yang bertarung melawan Vietnam di Jakarta, tiga hari sebelumnya (minus Rachmat Irianto yang cedera), padahal para pemain itu pasti sangat kelelahan, tidak bugar, dan lawannya adalah Vietnam yang akan bertarung kesetanan karena bermain di hadapan pendukungnya.

Pertimbangan memainkan Saddil Ramdani untuk menggantikan Rachmat Irianto yang cedera juga dipertanyakan, karena dengan memainkan Saddil Ramdani, formasi taktik yang dimainkan adalah 3-4-3, yaitu formasi menyerang tanpa gelandang jangkar (defensive midfielder).

Formasi 3-4-3 biasanya dimainkan untuk melawan tim dengan kualitas setara atau lebih lemah. Tentu riskan memasang formasi 3-4-3, dengan para pemain yang lelah, dan melawan Vietnam yang secara kualitas masih di atas Indonesia.

Dapat ditebak, Indonesia keteteran, karena hanya ada dua pemain di lini tengah, Marc Klok dan Marselino Ferdinan. Klok juga menjadi pemain yang menanggung beban paling berat, karena ia harus bermain sebagai defensive midfielder sekaligus gelandang box-to-box. Tentu itu mustahil, apalagi Klok bermain penuh sebelumnya dan tenaganya sudah terkuras.

Ketika Marc Klok sibuk mengamankan wilayah di depan tiga center-back, maka pasokan bola ke Marselino Ferdinan juga minim, sehingga wonder-kid Persebaya itu seperti kehilangan akal.

Sungguh berat tekanan mental yang dialami Marselino, pemain yang masih sangat muda, karena ia beberapa kali diminta Klok untuk sedikit mundur menemaninya menahan badai gempuran para gelanndang Vietnam. Padahal, ia dibebani juga untuk menyerang dan mendekat ke Dendy Sulistyawan di kotak penalti lawan.

Pada saat yang sama, ketika Klok dan Marselino tertekan, justru di kedua sisi permainan, bertumpuk empat pemain yang sepertinya mubazir dan tidak terkoneksi, yaitu Pratama Arhan dan Yakob Sayuri di kiri serta Asnawi Mangkualam dan Saddil Ramdani di kanan.  

Entah mengapa Shin Tae-yong memutuskan menerapkan formasi tiga bek sejajar, padahal ia tahu tidak memiliki gelandang jangkar tangguh, karena Rachmat Irianto cedera.

Mungkin akan lebih membantu apabila Syahrian Abimanyu atau Ricky Kambuaya yang dimainkan, dengan mengeluarkan salah satu dari Yakob Sayuri atau Saddil Ramdani.

Syahrian Abimanyu bisa dipasang menjadi double-pivot dengan Marc Klok, sedangkan Kambuaya bisa difungsikan sebagai breaker di lini vital untuk menemani Klok. Dengan demikian, maka formasi tetap 3-5-2, dan Marselino Ferdinan akan memiliki keleluasaan untuk menjadi play-maker melayani Dendy Sulistyawan dan Yakob Sayuri sebagaimana ketika melawan Vietnam pada leg 1.

Akhirnya Asnawi dan Pratama Arhan bermain serba salah. Mau over-lapping, selalu mentok karena di depan mereka ada Saddil Ramdani dan Yakob Sayuri, sehingga fungsi bek-sayap mubazir.

Shin Tae-yong seperti kehilangan akal dan tidak segera memerintahkan Saddil dan Sayuri untuk bermain ke dalam, mengisi kekosongan yang ditinggalkan Marselino Ferdinan, karena anak muda itu 'dipaksa' turun untuk menolong Marc Klok.

Shin Tae-yong Panik

Ketika gol kedua Vietnam melalui Nguyen Tien Linh terjadi pada menit ke-47, Shin Tae-yong terlihat panik, dan memutuskan mengganti Asnawi Mangkualam yang kepayahan dan Saddil Ramdani yang keberadaannya benar-benar mubazir.

Jordi Amat Gagal Amankan Gawang (Foto: KompasTV)
Jordi Amat Gagal Amankan Gawang (Foto: KompasTV)
Memasukkan Kambuaya dan Witan Sulaeman adalah keputusan tepat, sehingga lini tengah menjadi lebih solid karena diisi Klok, Kambuaya dan Marselino. Kemudian Yakob Sayuri menjadi bek sayap kanan, dan Witan Sulaeman dan Dendy Sulistiawan mengisi lini depan.

Formasi berganti menjadi 3-5-2, dan terbukti mampu menguasai penguasaan bola hingga 53 persen. Sayangnya, Indonesia sudah kehilangan momentum di 45 menit awal, dan Marc Klok serta Marselino Ferdinan sudah kehabisan napas di babak kedua.

Meskipun menguasai penguasaan bola, namun Dendy Sulistyawan yang sudah kepayahan dan Witan Sulaeman yang kurang mendapat dukungan dari Pratama Arhan, menjadikan serangan Indonesia tidak bertenaga. Terobosan-terobosan Ricky Kambuaya tidak lagi mampu dikejar Dendy Sulistyawan dan Marselino yang sudah kelelahan.

Ketika gol yang dinanti tak kunjung datang, Shin Tae-yong semakin panik dan frustrasi, sehingga pada menit ke-79 menarik Rizki Ridho dan Marselino dan memasukkan M. Rafli dan Ilija Spasojevic.

Keputuan itu bisa dipahami, namun memainkan formasi empat penyerang di depan benar-benar gegabah dan penuh risiko. Selain serangan menjadi sporadis tak terkendali, para gelandang Vietnam juga otomatis turun memperkuat pertahanan, sehingga di kotak penalti penuh dengan pemain.

Sebaliknya, ketika Vietnam menyerang, selalu berbahaya, karena di belakang hanya ada Jordi Amat dan Fachrudin, yang juga frustrasi dan memiliki perasaan bersalah yang besar akibat dua gol yang bersarang ke gawang Nadeo Argawinata.

Sungguh menjadi hari yang pahit bagi Shin Tae-yong, karena setelah hari ini ia akan menjadi sasaran kekesalan publik. Bagaimanapun, banyak penggemar sepak bola Indonesia yang selalu menyuarakan agar tim nasional ditangani pelatih lokal.

Sangat mungkin Shin Tae-yong akan menyesali keputusannya yang kurang bijaksana dan kurang matang, sehingga tetap memasang para pemain yang tiga hari sebelumnya bermain penuh, termasuk menerapkan formasi 3-4-3 melawan Vietnam yang jelas-jelas kekuatannya masih di atas Indonesia.

Seandainya saja ia memasang Syahrian Abimanyu atau Ricky Kambuaya sejak awal, atau memainkan Edo Febriansyah menggantikan Asnawai atau Pratama Arhan, mungkin hasilnya akan berbeda.

Bahkan ketika Rachmat Irianto sudah jelas tidak bisa bermain, mengapa Shin Tae-yong lupa dengan keberhasilannya menggempur Thailand di babak penyisihan grup, dan saat itu ia memasang formasi 4-2-3-1 yang tajam, dengan variasi serangan bergelombang dari kedua sayap.

Namun bagaimanapun, Shin Tae-yong juga manusia, yang tidak pernah luput dari kekurangan dan kesalahan. Kini sudah pasti ia memiliki kesimpulan untuk menilai kualitas dan kematangan dirinya sebagai pelatih, sebagaimana ia katakan sewaktu pertama kali ditunjuk menjadi pelatih Indonesia pada Desember 2019.

"Saya ingin mengambil tantangan. Saya (juga) ingin mengevaluasi kembali diri saya di tempat baru, dan seperti apa kompetensi dan bakat yang saya miliki," katanya. (ys_soel)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun